ARAB SAUDI

Tarif PPN Naik Jadi 15% Mulai Hari Ini, Masyarakat Respons Negatif

Muhamad Wildan | Rabu, 01 Juli 2020 | 15:01 WIB
Tarif PPN Naik Jadi 15% Mulai Hari Ini, Masyarakat Respons Negatif

Ilustrasi. Pemandangan pasar mobil saat sejumlah orang berkumpul untuk membeli kendaraan sebelum kenaikan PPN menjadi 15% di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu (27/6/2020). Gambar diambil 27 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammed bin Mansour/AWW/djo

RIYADH, DDTCNews – Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 5% menjadi 15% mulai hari ini, Rabu (1/7/2020), mendapatkan respons negarif dari masyarakat Arab Saudi.

Kenaikan tarif PPN dinilai akan membebani pendapatan rumah tangga, meningkatkan inflasi, dan menekan konsumsi rumah tangga di tengah pembatasan aktivitas ekonomi yang sudah berjalan tiga bulan di kerajaan tersebut karena pandemi Covid-19.

"Apalagi, subsidi dipotong. Kenaikan tarif PPN ini mendorong saya untuk memberi barang-barang seperti AC, televisi, dan produk elektronik lain. Saya sudah tidak mungkin membeli barang-barang ini setelah PPN resmi dinaikkan," ujar seorang guru yang diwawancarai oleh Agence France-Presse, dikutip pada Rabu (1/7/2020).

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Seperti diketahui, masyarakat Arab Saudi sebelumnya menikmati banyak subsidi dari pemerintah karena sepenuhnya mengandalkan penerimaan dari minyak bumi. Pemerintah juga sama sekali tidak mengenakan pajak atas warganya.

Pengenaan PPN juga baru dilakukan pada 2018 sebagai langkah untuk menekan ketergantungan fiskal Arab Saudi atas minyak bumi. Apalagi, ada kecenderungan penurunan harga minyak dalam beberapa waktu terakhir.

Dengan harga minyak bumi yang terus merosot akibat pandemi Covid-19, Arab Saudi mengumumkan untuk meningkatkan tarif PPN sebanyak tiga kali lipat dan menghentikan tunjangan bulanan atas biaya hidup yang biasa disalurkan kepada masyarakat.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Langkah penghematan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi ini pun disebut menandakan berakhirnya era belanja besar-besar yang telah dilakukan pemerintah pada periode sebelumnya.

Kebijakan ini berpotensi menggerus kontrak sosial antara pemerintah dan masyarakat yang sudah terbangun sejak lama. Di Arab Saudi, subsidi dan tunjangan diberikan dalam jumlah besar oleh pemerintah kepada warganya dengan imbal balik berupa kesetiaan penuh dari masyarakat terhadap kerajaan.

Dengan berlakunya tarif PPN sebesar 15%, pelaku usaha memproyeksikan penjualan barang-barang akan mengalami penurunan setelah sempat meningkat pada pekan terakhir Juni 2020 menjelang berlakunya tarif PPN baru tersebut. Simak artikel ‘Kenaikan Tarif PPN Berlaku 1 Juli 2020, Warga Serbu Mal’.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Capital Economics memproyeksikan inflasi pada Juli 2020 akan meningkat hingga 6% (yoy) akibat kebijakan PPN ini. Proyeksi itu jauh lebih tinggi dibandingkan capaian inflasi pada Mei 2020 yang hanya sebesar 1,1% (yoy).

"Diakhirinya pembatasan aktivitas pada Juni ini memang bakal mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Namun, kami memprediksi pemulihan ekonomi ini akan berjalan lambat akibat kebijakan penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah," tulis Capital Economics dalam laporannya, seperti dilansir The Times of India.

Di satu sisi, tampaknya Arab Saudi memang tidak memiliki pilihan lain. Pandemi Covid-19 memaksa pemerintah untuk mengurangi kuota haji dan umroh. Padahal, sumbangsih dua kegiatan ibadah ini terhadap penerimaan Arab Saudi mencapai US$12 miliar setiap tahunnya.

Meski tarif PPN dinaikkan tiga kali lipat, The Saudi Jadwa Investment meragukan efektifitas langkah tersebut dalam menutup defisit anggaran. Shortfall penerimaan sendiri diproyeksikan bakal mencapai US$112 miliar tahun ini. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?