BERITA PAJAK HARI INI

Tarif PPN 12% Sudah Masuk UU HPP tapi Pemerintah Masih Kaji Lagi

Redaksi DDTCNews | Selasa, 06 Agustus 2024 | 08:55 WIB
Tarif PPN 12% Sudah Masuk UU HPP tapi Pemerintah Masih Kaji Lagi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah membuat simulasi mengenai dampak kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (6/8/2024).

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025 telah diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sebelum penerapan kenaikan tarif PPN, pemerintah melakukan simulasi.

“Sudah kami simulasikan plus-minusnya. Kira-kira potensinya berapa, kemudian dampaknya ke sektor usaha," katanya.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Dia menjelaskan simulasi yang telah dilakukan misalnya terkait dengan potensi tambahan penerimaan dari kenaikan PPN sebesar 1 poin persen. Dengan realisasi PPN yang sekitar Rp730 triliun, sambungnya, ada potensi tambahan penerimaan pajak sekitar Rp70 triliun.

Namun demikian, potensi tambahan penerimaan tersebut juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kemampuan bisnis dan konsumsi masyarakat.

UU PPN s.t.d.t.d UU HPP telah memuat ketentuan tentang kenaikan tarif PPN hingga menjadi sebesar 12%. Tarif PPN sebesar 11% sudah berlaku sejak 1 April 2022, sedangkan tarif sebesar 12% berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Namun demikian, UU HPP tetap memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% lewat penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan bersama DPR.

Selain rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, ada pula ulasan terkait dengan insentif perpajakan serta pertumbuhan ekonomi.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Kaji Kenaikan Tarif PPN 12%

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pemerintah masih mengkaji rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Terlebih, pemerintah juga telah menerima usulan dari Kadin Indonesia agar rencana kebijakan ini dikaji ulang demi melindungi daya beli masyarakat.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

"Tinggal disandingkan saja. Masih dikaji. Kalau secara aturan kan memang harus jalan di 1 Januari [2025]," ujarnya.

Susiwijono sebelumnya menyatakan penyusunan RAPBN 2025 telah memperhitungkan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Menurutnya, kenaikan tarif PPN menjadi salah satu aspek yang dipertimbangkan pemerintah ketika merancang postur RAPBN 2025. (DDTCNews/Kontan)

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II/2024

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2024 sebesar 5,05%. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud mengatakan konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan sebesar 4,93% dengan kontribusi 54,53%.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

"Hal ini mengindikasikan masih kuatnya permintaan domestik dan daya beli masyarakat," katanya.

Edy mengatakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II/2024 terjadi seiring dengan membaiknya mobilitas masyarakat sehingga meningkatkan aktivitas konsumsi. Di sisi lain, ada faktor libur keagamaan Idulfitri dan Iduladha serta libur sekolah. (DDTCNews/Kontan/Kompas/Bisnis Indonesia)

Jokowi Minta RAPBN 2025 Akomodasi Program Prabowo

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpandangan peningkatan penerimaan negara perlu menjadi salah satu fokus pemerintah dalam pelaksanaan APBN tahun depan. Hal ini disampaikan oleh Jokowi ketika membuka rapat terbatas tentang rencana kerja pemerintah (RKP) 2025 dan RAPBN 2025.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Selain penerimaan negara, Jokowi memerintahkan agar RAPBN 2025 mengakomodasi semua program yang diusung oleh presiden terpilih Prabowo Subianto sembari tetap mewaspadai risiko perlambatan ekonomi global. (DDTCNews/Kontan/Kompas)

Insentif untuk Pemda yang Mampu Kendalikan Inflasi

Kementerian Keuangan telah mencairkan insentif senilai Rp300 miliar kepada 50 pemerintah daerah (pemda) yang dinilai mampu mengendalikan inflasi pada kuartal I/2024. Insentif diberikan kepada 4 provinsi, 10 kota, dan 36 kabupaten dengan alokasi paling tinggi Rp7,2 miliar dan paling rendah Rp5,2 miliar.

"Kinerja pemda dinilai berdasarkan pelaksanaan 9 upaya pengendalian inflasi pangan; penyampaian laporan kepada Kemendagri, Kemendag, Kemenko Perekonomian; peringkat inflasi; dan rasio realisasi dan alokasi belanja inflasi," kata Dirjen Perimbangan Keuangan Luky Alfirman.

Baca Juga:
Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Berdasarkan pada catatan Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK), sebanyak 36 dari total 50 pemda penerima insentif periode kali ini diketahui tak pernah menerima insentif fiskal pengendalian inflasi pada periode sebelumnya. (DDTCNews/Kontan)

Insentif Perpajakan untuk Hilirisasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah telah memberikan berbagai dukungan, termasuk dari sisi perpajakan, untuk memacu hilirisasi sumber daya alam (SDA).

Sri Mulyani mengatakan hilirisasi diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas sekaligus mendorong aktivitas ekonomi. Selain itu, hilirisasi diharapkan mampu memperkuat peran Indonesia dalam rantai pasok global.

Dalam berbagai kesempatan, pemerintah telah membeberkan berbagai skema insentif perpajakan untuk mendukung hilirisasi. Skema insentif ini di antaranya berupa fasilitas bea masuk, tax allowance, dan tax holiday. Simak ‘Dengan Buku Panduan dari DDTC, Pilih Insentif Perpajakan yang Cocok’. (DDTCNews)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja