Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR menyepakati target penerimaan perpajakan 2025 senilai Rp2.490,9 triliun dengan asumsi tarif PPN tetap 11%. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (18/9/2024).
Ketua Banggar Said Abdullah mengatakan rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% sebagaimana diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) masih akan dibahas lebih lanjut di Komisi XI DPR.
"Penerimaan Rp2.490 triliun di antaranya itu tidak termasuk [kenaikan] PPN dari 11% ke 12%. Kami tidak berkehendak untuk menaikkan itu," katanya.
Menurut Said, pembahasan kenaikan tarif PPN tidak harus dilaksanakan sebelum 1 Januari 2025. Dia menilai pembahasan tarif PPN bisa dilakukan pemerintah bersama Komisi XI pada kuartal I/2025 atau kuartal II/2025.
"Nanti, di 2025, pemerintah minta persetujuan dengan Komisi XI," ujarnya.
Menurut Said, keputusan untuk meningkatkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan harus mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat. Namun, kenaikan tarif PPN sesungguhnya sudah diamanatkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Selain topik penerimaan perpajakan dan wacana kenaikan tarif PPN, ada pula ulasan terkait dengan rencana penandatanganan multilateral convention. Ada juga ulasan mengenai rencana pembentukan family office, isu kepatuhan pajak, hingga fasilitas kepabeanan.
Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (GP Anshor) meminta presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai Januari 2025.
Ketua Badan Keuangan dan Perpajakan PP GP Ansor Muhammad Arif Rohman menilai kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% akan sangat memberatkan bagi pelaku usaha, terutama UMKM yang masih berjuang untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Dia memahami pemerintah harus meningkatkan penerimaan untuk membiayai proses pembangunan. Namun, lanjutnya, menaikkan tarif PPN bukanlah solusi yang tepat di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang masih rentan. (Bisnis Indonesia)
Otoritas pajak dinilai perlu terus memperbaiki kebijakan dan proses bisnis administrasinya untuk mendorong kepatuhan, terutama dari sektor energi dan sumber daya alam (SDA).
Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan wajib pajak selalu membutuhkan kepastian dalam menjalankan usahanya. Untuk itu, otoritas pun dapat mempertukarkan kepastian pajak ini dengan transparansi dari sisi wajib pajak.
"Bayangkan sedari awal wajib pajak diajak transparan untuk kemudian dipertukarkan dengan berbagai kemudahan di bidang pajak. Menurut saya ini perlu diperjuangkan," ujarnya. (DDTCNews)
Negara-negara yang merupakan anggota dari Inclusive Framework bakal menandatangani multilateral convention yang menjadi dasar untuk menerapkan subject to tax rule (STTR).
Dalam keterangan resminya, OECD menyebutkan bahwa penandatanganan multilateral convention STTR bakal dilaksanakan pada 19 September 2024. Adapun acara penandatangan tersebut bakal turut dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Multilateral convention bakal menjadi landasan penerapan STTR dalam persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B). STTR adalah instrumen bagi negara-negara berkembang untuk melindungi basis pajak domestik mereka," sebut OECD. (DDTCNews)
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai Indonesia memiliki potensi menarik lebih banyak investasi jika membentuk family office.
Luhut mengatakan saat ini setidaknya 28.000 orang kaya di dunia tengah mencari negara yang paling menarik untuk menempatkan dana. Indonesia pun dapat membentuk family office yang dilengkapi berbagai insentif pajak untuk menarik minat orang kaya agar menempatkan dananya.
"Ada orang bilang kalau kita tidak pajaki, kita dapat apa? Tetapi kalau bilang kita akan pajaki, dia tidak mau ke kita, dia lari ke tempat lain yang memberikan insentif yang bagus. Jadi negara ini harus juga bersiap kompetitif," katanya. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan telah menyediakan fasilitas kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE) industri kecil dan menengah (IKM) untuk para pelaku UMKM.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan KITE IKM dapat menjadi jalan bagi UMKM untuk memulai ekspor dan mengembangkan usahanya. Untuk itu, DJBC siap memberikan asistensi kepada UMKM.
"Bea Cukai berkomitmen untuk terus memberikan fasilitasi dan dukungan kepada pelaku UMKM seperti pemberian fasilitas KITE IKM dan klinik ekspor," tuturnya. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.