LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK

Strategi Menggenjot Kepatuhan Pajak UMKM

Redaksi DDTCNews | Rabu, 27 Desember 2017 | 17:09 WIB
Strategi Menggenjot Kepatuhan Pajak UMKM
Muchammad Cholid Muttaqin, Politeknik Keuangan Negara STAN, Bintaro

USAHA mikro kecil dan menengah atau biasanya disingkat dengan UMKM merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar dibandingkan sektor lainnya. Menurut Kementerian Perindustrian, kontribusi UMKM terhadap PDB meningkat dari 57,84% menjadi 60,34% dalam lima tahun terakhir. Tetapi dalam hal kontribusi kepada penerimaan negara, UMKM hanya menyumbang 0,5% dari total penerimaan pajak.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 59 juta. Namun diketahu yang membayar pajak untuk tahun pajak 2015 hanya 397 ribu UMKM. Salah satu faktor penyebab rendahnya kontribusi UMKM terhadap penerimaan pajak adalah tingkat kepatuhan pajak UMKM masih tergolong paling rendah.

Adapun definisi kepatuhan pajak menurut James dan Alley (2007) adalah kesediaan wajib pajak (WP) untuk bertindak sesuai dengan peraturan serta prosedur administrasi perpajakan tanpa perlu adanya penegakan hukum. Singkatnya, WP disebut patuh jika memenuhi dua kriteria yaitu memenuhi syarat formal dengan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT), dan syarat material yaitu isi dari SPT mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Pelaku UMKM harusnya dapat memenuhi kewajiban perpajakannya baik secara formal maupun material dengan mudah, karena hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 (PP 46). Salah satu tujuan dikeluarkan peraturan ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi UMKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Apa yang menjadi penyebab tingkat kepatuhan pajak UMKM rendah?

Secara sederhana menurut penelitian McKerchar (2003) ada dua hal perilaku WP yang menjadi penyebab rendahnya tingkat kepatuhan pajak. Pertama, tidak patuh karena ketidaktahuan tentang hak dan kewajiban sebagai WP. Karena tidak mengetahuinya, sehingga WP tidak membayar pajak dan tidak melaporkan SPT Tahunan.

Kedua, tidak patuh karena disengaja. Artinya WP membayar pajak lebih kecil dari yang seharusnya. Sebagian besar cara penghindaran pajak dilakukan dengan mengecilkan omzet. Dengan begini otomatis pajak yang dibayarkan akan menjadi lebih kecil mengingat penghitungan pajak terhutang adalah tarif 1% dikalikan omzet.

Menurut mereka, PP 46 sangat memberatkan khususnya kepada WP yang mempunyai margin laba yang rendah, bahkan rugi pun tetap wajib membayar pajak. Sedangkan untuk WP yang mempunyai margin laba yang tinggi, mereka senang dengan kehadiran PP 46 karena pajak yang dibayarkan jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan dikenakan tarif normal pasal 17 UU PPh. Sehingga mereka cenderung untuk mengecilkan omzetnya agar tetap dibawah Rp4,8 miliar (batasan dikenakan PP 46). Karena itu, banyak kalangan yang mendesak agar peraturan PPh UMKM segera direvisi karena syarat dengan ketidakadilan.

Lantas, bagaimana cara yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan pajak UMKM?

Menurut Prof. James Alm dari Tulane University melalui pendekatan Economic Behavior, kepatuhan pajak dapat ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa faktor berikut ini:

Pertama, kompleksitas sistem perpajakan. Semakin kompleks suatu sistem maka tingkat kepatuhan menjadi semakin rendah. Tetapi yang menjadi dilema adalah semakin sederhana suatu sistem perpajakan, maka semakin tidak adil. Peraturan PPh UMKM merupakan contoh dari sistem perpajakan yang sederhana, tetapi banyak pihak yang mempertanyakan faktor keadilan peraturan ini (yang harusnya WP dengan margin laba yang lebih tinggi membayar pajak lebih tinggi, begitu sebaliknya).

Kedua, tarif pajak. Pada dasarnya semakin tinggi tingkat tarif pajak maka semakin besar keinginan WP untuk tidak patuh atau menghindari pajak. Tarif PPh UMKM memang memberatkan khususnya bagi WP baru dan WP yang mempunyai margin laba bersih yang rendah.

Dari pertengahan tahun 2017 Pemerintah sudah merencanakan untuk menurunkan tarif PPh UMKM. Revisi peraturan ini diharapkan meningkatkan kepatuhan pajak dan memberikan stimulus bagi perekonomian UMKM.

Harapannya, pemerintah memberikan insentif pajak pada WP baru dengan menerapkan tarif 0% selama 2 tahun. Di samping membantu memperlancar cash flow UMKM, hal ini juga dapat meningkatkan penerimaan pajak di masa depan karena UMKM tersebut diharapkan tumbuh secara ekonomi.

Sedangkan untuk UMKM yang lebih dari 2 tahun, tarif pajak mungkin disesuaikan dengan jenis usaha WP. Contohnya margin laba bersih usaha warung makan dan konter handphone (HP) pastinya berbeda. Jika tarif pajak dihitung dari omzet, tarif kedua WP ini harus dibedakan untuk memenuhi prinsip keadilan.

Ketiga, pemeriksaan pajak. Semakin banyak pemeriksaan maka semakin tinggi tingkat kepatuhan. Dengan meningkatnya rasio pemeriksaan pajak terhadap jumlah SPT, WP akan berpikir dua kali untuk melakukan penghindaran pajak. Karena peluang terbongkarnya kecurangan akan semakin besar. Selain meningkatkan kepatuhan WP yang diperiksa, efek pemeriksaan pajak akan meningkatkan kepatuhan WP yang tidak diperiksa, karena WP yang tidak diperiksa mempunyai ekspektasi akan diperiksa juga.

Keempat, memperbaiki sistem reward and punishment. WP yang patuh diberikan penghargaan yang sesuai. Misalnya dengan pemberian fasilitas atau insentif pajak yaitu pengurangan tarif. Sedangkan untuk WP yang tidak patuh, selain dikenakan denda secara finansial tetapi juga denda non finansial. Contohnya pemberitaan negatif ke masyarakat (public shaming). Perbedaan perlakukan pada WP patuh dan tidak patuh merupakan hal yang sangat penting. Karena jika WP yang patuh diperlakukan seperti WP yang tidak patuh, maka dikhawatirkan timbulnya rasa frustasi pada WP yang sudah patuh.

Kelima, informasi. Tujuan memberikan informasi adalah menjadi pertimbangan WP dalam pengambilan keputusan, memberikan berita kepada WP yang semulanya tidak tahu menjadi paham dan mengerti. Misalnya, Jika WP mengetahui bahwa Ditjen Pajak akan meningkatkan pemeriksaan, maka WP akan berperilaku menjadi lebih patuh.

Pemberian informasi tentang tata cara membayar pajak, manfaat dan pentingnya pajak juga dapat memberikan persepsi yang berbeda pada WP yang awalnya tidak mengetahui tentang pajak. Dari keadaan tersebut diharapkan terbentuk simpati WP, sehingga menjadi WP yang taat secara sukarela.

Faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan oleh pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan pajak sektor UMKM, terutama dalam mempertimbangkan faktor keadilan. Dengan diterapkannya sistem perpajakan yang adil, diharapkan kepatuhan pajak UMKM dapat meningkat dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi UMKM.*

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 08 November 2024 | 14:00 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Cerita Analis DJP, Juara II Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2024

Jumat, 01 November 2024 | 13:49 WIB HUT KE-17 DDTC

Temu Kontributor Buku DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Rabu, 30 Oktober 2024 | 15:45 WIB ARTICLE WRITING FAIR - KOSTAF FIA UI

Optimalisasi Penerimaan Pajak Era Digital, Menilik Peluang Taxologist

Selasa, 29 Oktober 2024 | 16:25 WIB ARTICLE WRITING FAIR - KOSTAF FIA UI

Jangkau Gen Z: Strategi Komunikasi DJP untuk Gapai Kepercayaan Publik

BERITA PILIHAN