Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyayangkan rendahnya rasio pengumpulan penerimaan negara di Indonesia. Apalagi, di tengah kondisi itu, banyak tuntutan yang dialamatkan kepada pemerintah untuk menyediakan fasilitas layaknya negara maju.
Hal ini disampaikannya dalam kuliah umum ‘Reformasi Fiskal: Necessary Condition untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan Berkualitas’ di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Depok, Rabu (14/11/2018).
Pendapatan dari pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Indonesia masih di bawah garis rata-rata. Pada 2016, sambungnya, rasio pengumpulan penerimaan hanya 14,1% dengan belanja 16,6% dari produk domestik bruto (PDB). Kapasitas fiskal terbatas.
Dia membandingkan dengan rasio pengumpulan penerimaan di China yang mencapai 27% PDB dan Jerman sekitar 44% PDB. Masyarakat di negara-negara Nordik seperti Finlandia, Swiss, Norwegia, dan Denmark, sambungnya, membayar pajak sampai 70% dari pendapatannya.
Tidak mengherankan jika pemerintah di negara-negara tersebut mampu menyediakan fasilitas kelahiran, pendidikan, hingga kematian secara gratis. Dengan demikian, sejatinya, fasilitas gratis dikarena pembayaran pajak dari generasi sebelumnya, seperti ibu.
“Dari mulai lahir gratis, sekolah gratis, perguruan tinggi gratis, mati gratis, tapi sebetulnya ibunya yang bayar melalui pajak. Jadi, jangan pernah berpikir bahwa segala sesuatu bisa gratis. There is no free lunch in this world,” kata Sri Mulyani, seperti dikutip dari laman resmi Kemenkeu.
Dia meminta mahasiswa berpikir kritis dan peduli pada lingkungan dan negara. Dalam konteks Indonesia, dia menyayangkan masih banyak pihak yang mengeluhkan pemungutan pajak oleh pemerintah. Menurutnya, makin sedikit orang membayar pajak, akan makin banyak orang yang menikmati fasilitas negara tanpa berkontribusi (free-rider).
Pendapatan negara yang terbatas pada gilirannya berdampak pada kemampuan negara untuk mengalokasikan dana pada sektor dan isu prioritas. Oleh karena itulah, peningkatan kepatuhan warga negara dalam membayar pajak sangat penting.
Untuk memperbaiki tingkat kepatuhan dan database wajib pajak, lanjut Sri Mulyani, otoritas akan terus melakukan reformasi perpajakan. Beberapa kebijakan seperti tax amnesty dan automatic exchange of information (AEoI) telah dijalankan.
Sebagai pembayar pajak di masa mendatang, mahasiswa diajak untuk sadar pentingnya pajak bagi pembangunan. Dia meminta agar masyarakat patuh dengan membayar pajak sesuai ketentuan, berdasarkan pada penghasilan yang didapat. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.