Materi yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR membahas RUU KUP, Senin (28/6/2021). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah akan menjadikan beberapa negara sebagai benchmark perumusan kebijakan tentang pengenaan pajak karbon.
Sri Mulyani mengatakan negara-negara tersebut antara lain Jepang, Singapura, Kolombia, Chile, Prancis, serta Spanyol. Mereka mengenakan pajak karbon pada sektor usaha yang berbeda-beda. Selain itu, besaran tarif pajak karbon juga masih bervariasi.
"Memang yang paling penting ini adalah harga karbonnya yang saat ini diakui masih sangat beragam," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (28/6/2021).
Sri Mulyani mengatakan Jepang menjadi contoh negara yang menetapkan tarif pajak karbon paling rendah, yakni hanya US$3 atau Rp43.500 per ton emisi CO2. Objek pajaknya semua bahan bakar fosil. Pajak berlaku pada semua sektor usaha kecuali industri, pembangkit, transportasi, pertanian, dan kehutanan.
Di sisi lain, Prancis menjadi contoh negara dengan tarif pajak karbon tertinggi, yakni mencapai US$49 atau Rp711.000 per ton emisi CO2. Objek pajaknya semua bahan bakar fosil. Pajak berlaku pada sektor usaha industri, bangunan, dan transportasi.
Meski demikian, Prancis memberikan pengecualian pajak karbon pada operator yang sudah tercakup Sistem Perdagangan Emisi Uni Eropa (EU ETS) serta proses industri tertentu (penggunaan non-combustion), produk energi, pengangkutan, penerbangan, dan transportasi publik.
Adapun pada saat ini, pemerintah melalui RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengusulkan tarif pajak karbon senilai Rp75 per kilogram emisi CO2. Sri Mulyani menyebut berdasarkan pada hitungan para ahli dalam perubahan iklim, tarif yang ideal yakni US$120 atau Rp1,7 juta per ton emisi CO2 pada 2030.
Oleh karena itu, dia akan memanfaatkan posisinya sebagai Co-Chair Koalisi Menteri Keuangan Dunia untuk Aksi Perubahan Iklim (The Coalition of Finance Ministers for Climate Action) periode 2021-2023 untuk mengadvokasi agar tarif pajak karbon lebih seragam.
"Ini salah satu pembahasan kami sebagai chairwoman dari koalisi menteri-menteri keuangan untuk perubahan iklim bersama Finlandia membahas mengenai bagaimana praktik dari penerapan harga-harga karbon yang lebih seragam sehingga menimbulkan kepastian," ujarnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.