UTANG

S&P Kerek Rating Indonesia, Ini Respons BI

Redaksi DDTCNews | Rabu, 05 Juni 2019 | 14:15 WIB
S&P Kerek Rating Indonesia, Ini Respons BI

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Bank Indonesia menilai peningkatan Sovereign Credit Rating Indonesia yang dilakukan lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) pada akhir bulan lalu menjadi bukti tingginya kepercayaan terhadap prospek perekonomian Indonesia.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan bahwa Indonesia menyambut baik hasil assessment S&P yang positif. Indonesia kini memperoleh status layak investasi (investment grade) dengan level yang sama dari ketiga lembaga rating utama, yaitu S&P, Moody’s dan Fitch.

“Hal ini menunjukkan bahwa lembaga-lembaga rating tersebut memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap prospek perekonomian Indonesia, didukung oleh sinergi kebijakan moneter, sektor keuangan, dan fiskal yang diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, dengan tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi,” jelasnya, seperti dikutip dari laman resmi BI, Rabu (5/6/2019).

Baca Juga:
Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Bank sentral, sambung Perry, akan berkomitmen dengan pemerintah untuk melanjutkan reformasi struktural untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif di masa mendatang.

Seperti diberitakan sebelumnya, S&P meningkatkan Sovereign Credit Rating Indonesia dari BBB-/outlook stabil menjadi BBB/outlook stabil pada Jumat (31/5/2019). Pada Mei 2017, S&P telah menaikkan peringkat utang Indonesia ke dalam level layak investasi atau investment grade di level BBB-/outlook stabil. Peringkat itu diafirmasi kembali pada Mei 2018 pada level yang sama.

Dalam penilaiannya, S&P berpendapat keputusan BI untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 175 basis poin dianggap sebagai kebijakan yang proaktif. Kebijakan itu telah membuat Indonesia mampu mengatasi risiko yang bersumber dari kerentanan eksternal.

Selain itu, S&P juga meyakini bahwa Indonesia tidak menghadapi extraordinary risk terhadap memburuknya pembiayaan eksternal. Hal ini dikarenakan dukungan akses terhadap pasar keuangan yang kuat dan berkelanjutan serta arus masuk foreign direct investment (FDI) dalam beberapa tahun terakhir di tengah volatilitas eksternal yang cukup tajam. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja