Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal.
JAKARTA, DDTCNews—Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan pajak untuk pelaku ekonomi digital akan dilakukan secara bertahap dengan menimbang potensi dan situasi perpajakan domestik dan internasional.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menilai mengurai masalah secara bertahap menjadi solusi paling rasional guna menjawab tantangan pemajakan ekonomi digital dalam menjamin kesetaraan dalam berusaha.
Setidaknya ada tiga isu yang dihadapi pemerintah saat ini. Pertama, isu perpajakan pelaku usaha konvensional dan online. Kedua, perlakuan pajak pelaku usaha domestik dan luar negeri. Ketiga, memajaki pelaku usaha e-Commerce dengan media sosial.
"Untuk mengatasi tiga isu tersebut tidak bisa di-address secara bersamaan," katanya dalam sebuah webinar Kamis (23/7/2020).
Saat ini, lanjut Yon, langkah pertama yang diambil pemerintah adalah dengan menunjuk pemungut dan penyetor PPN pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atas barang dan jasa tidak berwujud dari luar negeri.
Secara bertahap kebijakan PPN PMSE melalui PMK No.48/2020 tersebut sementara ini akan diarahkan untuk menjawab dua isu yang dihadapi yaitu isu perpajakan pelaku usaha konvensional dan online serta segmen usaha domestik dan luar negeri.
Hingga akhir 2020, Kemenkeu akan fokus dalam penerapan PPN PMSE. Kebijakan tersebut diharapkan mampu menangkap potensi PPN dari PMSE asing sembari menambah jumlah pelaku usaha yang menjadi pemungut PPN PMSE.
Otoritas fiskal juga tetap memantau perkembangan perumusan konsensus global pajak digital yang dilakukan OECD/G20. Perkembangan tersebut akan menentukan langkah pemerintah dalam menerapkan pajak penghasilan terhadap perusahaan digital yang beroperasi lintas yurisdiksi atau negara.
“Kami ingin penerimaan tetap optimal agar tax ratio tetap terjaga dengan cara mencari basis pajak baru. Kami amati perkembangan untuk intip penerapan PPh pada akhir tahun," ujar Yon. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Mengomentari khusus pajak e-commerce: Pandemi memaksa usaha UMKM atau usaha mikro, kecil, dan menengah untuk beradaptasi dan pindah ke sistem digital. Adaptasi ini dibarengi dengan peningkatan penggunaan aplikasi belanja hingga 300% dan aktivitas belanja online Naik 28,9%. keberadaan e-commerce ini, dapat dimanfaatkan DJP untuk mengakses informasi dan memperkaya data transaksi. itu beranjak dari banyaknya pihak yang terlibat di e-commerce, yakni pembeli, penjual, dan e-commerce itu sendiri. Namun kiranya Pemerintah harus sangat berhati-hati untuk memajaki e-commerce agar tidak malah mematikan pelaku usaha di sektor ini. Pemajakannya harus menjunjung keadilan dan kesetaraan antara pelaku usaha daring dan luring, juga di dalam maupun luar negeri. Selain itu, mengingat e-commerce tergolong sebagai sektor yang sulit dipajaki lantaran pesatnya perkembangan ekonomi (global dan domestic) yang justru menghadirkan shadow economy, yang kiranya menjadi sumber risiko bagi penerimaan pajak.