EKONOMI DIGITAL

Soal Konsensus Pajak Digital, Sri Mulyani Sebut Negosiasi Cukup Alot

Muhamad Wildan | Selasa, 15 Juni 2021 | 14:41 WIB
Soal Konsensus Pajak Digital, Sri Mulyani Sebut Negosiasi Cukup Alot

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. 

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan negosiasi pemajakan ekonomi digital yang masuk dalam proposal Pillar 1: Unified Approach bakal berjalan cukup alot.

Sri Mulyani mengatakan akan ada perdebatan mengenai threshold perusahaan yang tercakup, omzet, dan persentase hak pemajakan yang boleh dibagi. Hal inilah yang membuat kesepakatan dalam negosiasi tidak akan dicapai dengan mudah.

"Ini yang akan menjadi debat. Kalau katakanlah revenue-nya 100 dibagi antara headquarter dan tempat pemasaran dengan tarif pajak tertentu, pasti 100 itu dibagi antarberbagai negara. Negosiasi yang cukup alot adalah berapa yang harus dibayar kepada yurisdiksi yang mana,” ujarnya, Selasa (15/6/2021).

Baca Juga:
Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Pada Pillar 1, negara-negara G7 sepakat untuk memberikan hak pemajakan sebesar 20% kepada yurisdiksi pasar atas laba korporasi multinasional yang berada di atas margin 10%.

"Sekarang sudah ada formula 20% dari omzet tertentu nanti akan menjadi objek pajak dari negara dimana dia mendapatkan pendapatan atau revenue-nya," ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan Indonesia sebagai negara dengan perekonomian yang besar sesungguhnya memiliki daya tawar dalam pembahasan Pillar 1. Meski demikian, Indonesia tetap perlu memperjuangkan haknya dalam proses negosiasi nanti.

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

"Kita harus memperjuangkan karena kita lihat kan banyak perusahaan headquarter-nya tidak di Indonesia dan dia mencari tempat yang lebih rendah [pajaknya]," ujar Sri Mulyani.

Adapun skema pajak digital dan pajak minimum global yang disepakati G7 pekan lalu masih harus dinegosiasikan lebih lanjut bersama negara-negara G20 dan juga negara-negara anggota Inclusive Framework dalam pembahasan proposal Pillar 1 dan Pillar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Pada proposal Pillar 1, OECD mendorong adanya realokasi hak pemajakan atas penghasilan korporasi digital multinasional kepada yurisdiksi pasar agar penghasilan tetap bisa dipajaki meski korporasi tidak memiliki kehadiran fisik pada yurisdiksi pasar.

Pada proposal Pillar 2, terdapat rencana pengenaan tarif pajak korporasi global minimum guna mencegah tergerusnya basis pajak akibat praktik base erosion and profit shifting (BEPS). (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 10:00 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Senin, 16 Desember 2024 | 11:05 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

PPN Jadi Naik, Berikut Daftar Lengkap Paket Kebijakan Ekonomi 2025!

Senin, 16 Desember 2024 | 10:47 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Resmi! Pemerintah Umumkan PPN Tetap Naik Jadi 12% Mulai 1 Januari 2025

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra