Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan negosiasi pemajakan ekonomi digital yang masuk dalam proposal Pillar 1: Unified Approach bakal berjalan cukup alot.
Sri Mulyani mengatakan akan ada perdebatan mengenai threshold perusahaan yang tercakup, omzet, dan persentase hak pemajakan yang boleh dibagi. Hal inilah yang membuat kesepakatan dalam negosiasi tidak akan dicapai dengan mudah.
"Ini yang akan menjadi debat. Kalau katakanlah revenue-nya 100 dibagi antara headquarter dan tempat pemasaran dengan tarif pajak tertentu, pasti 100 itu dibagi antarberbagai negara. Negosiasi yang cukup alot adalah berapa yang harus dibayar kepada yurisdiksi yang mana,” ujarnya, Selasa (15/6/2021).
Pada Pillar 1, negara-negara G7 sepakat untuk memberikan hak pemajakan sebesar 20% kepada yurisdiksi pasar atas laba korporasi multinasional yang berada di atas margin 10%.
"Sekarang sudah ada formula 20% dari omzet tertentu nanti akan menjadi objek pajak dari negara dimana dia mendapatkan pendapatan atau revenue-nya," ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan Indonesia sebagai negara dengan perekonomian yang besar sesungguhnya memiliki daya tawar dalam pembahasan Pillar 1. Meski demikian, Indonesia tetap perlu memperjuangkan haknya dalam proses negosiasi nanti.
"Kita harus memperjuangkan karena kita lihat kan banyak perusahaan headquarter-nya tidak di Indonesia dan dia mencari tempat yang lebih rendah [pajaknya]," ujar Sri Mulyani.
Adapun skema pajak digital dan pajak minimum global yang disepakati G7 pekan lalu masih harus dinegosiasikan lebih lanjut bersama negara-negara G20 dan juga negara-negara anggota Inclusive Framework dalam pembahasan proposal Pillar 1 dan Pillar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
Pada proposal Pillar 1, OECD mendorong adanya realokasi hak pemajakan atas penghasilan korporasi digital multinasional kepada yurisdiksi pasar agar penghasilan tetap bisa dipajaki meski korporasi tidak memiliki kehadiran fisik pada yurisdiksi pasar.
Pada proposal Pillar 2, terdapat rencana pengenaan tarif pajak korporasi global minimum guna mencegah tergerusnya basis pajak akibat praktik base erosion and profit shifting (BEPS). (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.