PENGAWASAN PAJAK

Soal 13 Temuan Audit BPK, Ini Respons Bos Pajak

Redaksi DDTCNews | Rabu, 01 November 2017 | 11:48 WIB
Soal 13 Temuan Audit BPK, Ini Respons Bos Pajak

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak menyatakan masih menindaklanjuti 13 temuan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2013-2016. Namun, sejauh ini otoritas pajak juga masih menunggu dan menghormati proses hukum yang masih berjalan.

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan otoritas pajak masih menghormati wajib pajak yang menjalani proses keberatan, sehingga sampai saat ini masih dalam proses hukum. Menurutnya, wajib pajak harus membayar sebagian nilai pajak terlebih dulu jika merasa keberatan, hingga menunggu masa inkracht.

“Kalau mereka keberatan, mereka harus bayar sebagian dulu, lalu menunggu sampai inkracht barulah dibayar sepenuhnya, begitu skemanya. Lama inkracht berkisar 3 tahun 3 bulan dan 21 hari, mulai dari Pengadilan Pajak hingga ke ranah Mahkamah Agung (MA).” paparnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Selasa (31/10).

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Menurutnya hasil temuan BPK tersebut akan tetap ditindaklanjuti, namun harus menunggu proses hukum yang sedang dijalankan. Ken meyakinkan tidak ada masalah dengan BPK, karena hal tersebut merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh BPK.

“Tapi ya jangan dikaitkan ke mana-mana, apa lagi berpikir pemeriksaan pajak yang berlangsung tidak baik, tidak seperti itu, ini sudah biasa terjadi. Setiap tahun kan temuannya itu-itu terus,” tuturnya.

Di samping itu, Ken menegaskan hampir tidak ada temuan pemeriksaan pada saat program pengampunan pajak berlangsung. “Itu karena memang kami tidak memeriksanya, jadi tidak ada tagihan. Kalau soal sanksi, kan itu tagihan juga, jadi nanti tunggu wajib pajaknya, kan sekarang belum inkracht,” ujarnya.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Adapun 13 temuan BPK terhadap kinerja Ditjen Pajak antara lain:

  1. 13 wajib pajak tidak melaporkan SPT tahunan badan dan belum dilakukan pengawasan oleh Kanwil Ditjen Pajak Wajib Pajak Besar (LTO);
  2. Pengawasan Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Kanwil Ditjen Pajak LTO tidak sesuai mekanisme pengawasan dan sistem peringatan dini;
  3. Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Utara belum mengenakan sanksi Rp47,81 miliar atas putusan keberatan dan banding;
  4. Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Utara salah menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) senilai Rp10,67 miliar;
  5. Potensi pajak minimal Rp1,47 miliar belum ditindaklanjuti secara optimal;
  6. Pemeriksa pajak salah menghitung peredaran usaha, sehingga pembayaran kelebihan pajak tidak seharusnya senilai Rp260,82 juta;
  7. Wajib pajak harus pungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terindikasi belum menyetorkan PPN yang dipungut Rp910,06 miliar dengan potensi sanksi administratif bunga per 31 Desember 2016 Rp538,13 miliar dan terlambat setor PPB yang dipungut dengan potensi sanksi bunga Rp117,7 miliar;
  8. Pajak masukan yang dilaporkan oleh PKP di Kanwil Ditjen Pajak LTO melebihi jangka waktu pengkreditan yang diperbolehkan setara Rp76,25 miliar;
  9. Faktur pajak masukan PT JI yang dikreditkan 2 kali sebesar Rp946,87 juta;
  10. Tidak terdapat penjabaran atas kriteria khilaf dan prosedur pengujian secara materil sesuai dengan UU serta penghapusan sanksi administratif minimal Rp330,19 miliar dilakukan tanpa pengujian material atas kriteria khilaf.
  11. Penelaah keberatan PT L tahun pajak 2013 tidak mengusulkan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka mendapatkan informasi yang objektif sebagai dasar pertimbangan keputusan keberatan, sehinggga negara kehilangan penerimaan Rp77,78 miliar;
  12. Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Utara belum mengenakan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran pajak PT M Rp2,22 miliar;
  13. Pengawasan atas pencatatan hasil keputusan pengurangan sanksi administratif PT N ke dalam SIDJP belum memadai, sehingga mengakibatkan kesalahan pencatatan keputusan tidak terdeteksi.



Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%