UU HPP

Skema Cap & Tax dalam Pengenaan Pajak Karbon Dinilai Tepat

Dian Kurniati | Jumat, 08 Oktober 2021 | 20:49 WIB
Skema Cap & Tax dalam Pengenaan Pajak Karbon Dinilai Tepat

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, dan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjadi narasumber dalam program Hot Economy yang dipandu presenter Berita Satu TV Poppy Zeidra. 

JAKARTA, DDTCNews – Pengenaan pajak karbon yang dikombinasikan dengan perdagangan karbon dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dinilai tepat untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca.

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji berpendapat skema cap and tax cukup tepat. Dengan skema ini, jika entitas tidak dapat membeli izin emisi (SIE) atau sertifikat penurunan emisi (SPE) atas emisi di atas batasan (cap) seluruhnya maka sisa emisi akan dikenakan pajak karbon.

“Menurut saya sudah tepat. Pemerintah akhirnya menyesuaikan penerapan pajak karbon ini dengan peta jalan karbon di Indonesia, yakni tentang kebijakan lingkungan, energi baru terbarukan, dan energy mixed-nya," katanya dalam program Hot Economy, Jumat (8/10/2021).

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Bawono mengatakan dinamika penerapan pajak karbon di berbagai negara di dunia tidak pernah mudah karena pemerintah biasanya memilih pajak karbon atau perdagangan karbon. Pajak karbon lebih berorientasi pada penerimaan, sedangkan perdagangan karbon menitikberatkan pada pergeseran ke arah energi yang lebih ramah lingkungan.

Di Indonesia, pemerintah memilih untuk menggabungkan kedua hal tersebut. Skema tersebut dianggap mampu menjawab kekhawatiran dunia usaha tentang pajak karbon yang berpotensi menyebabkan beban biaya terlalu besar.

Dalam kesempatan itu, Bawono juga menyoroti penggunaan penerimaan negara yang terkumpul dari pengenaan pajak karbon. Menurutnya, penerimaan tersebut dapat digunakan untuk membiayai riset energi terbarukan atau diarahkan langsung kepada masyarakat yang terdampak.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Bawono menilai pemilihan PLTU batu bara sebagai sektor pertama yang dikenakan pajak karbon mulai 1 April 2022 juga tepat. Menurutnya, PLTU batu bara menjadi sektor yang paling siap karena telah menjalani uji coba perdagangan karbon sukarela.

Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyebut pajak karbon menjadi langkah penting untuk mewujudkan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon.

Sesuai dengan target Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia berkomitmen menurunkan emisi karbon sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Dalam pelaksanaannya, Kementerian ESDM akan menentukan batasan (cap) pajak karbon. Dia memberi ilustrasi jika PLTU di Indonesia secara rata-rata membutuhkan 1 kilogram batu bara untuk menghasilkan 1 kwh listrik dan cap-nya 0,9 kilogram, artinya yang akan dikenakan pajak hanya 0,1 kilogram.

Soal tarif yang ditetapkan Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e), menurut Dadan, hal tersebut juga sejalan dengan uji coba perdagangan karbon sukarela yang berjalan saat ini senilai US$2 per ton atau sekitar Rp28 per kilogram.

“Kami lihat dari uji coba ini tidak ada perubahan dari tarif listrik. Kalau pada 1 April 2022 bisa berjalan dengan tetap seperti uji coba, ini langkah yang sangat baik," ujarnya.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengaku akan mengikuti ketentuan mengenai pajak karbon yang ditetapkan pemerintah. Namun, dia masih mengamati dinamika ketentuan pajak karbon setelah UU HPP disahkan DPR.

"Terus terang kami sedang menghitung. Apalagi, pada pertambangan batubara, dalam waktu dekat ada perubahan rezim royati yang akan ditingkatkan. Jadi, ini dampaknya akan signifikan," katanya.

Terkait dengan penerapan pajak karbon, DDTCNews mengadakan debat berhadiah uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000). Sampaikan pendapat Anda paling lambat Senin, 11 Oktober 2021 pukul 15.00 WIB pada artikel ‘Setuju dengan Pajak Karbon? Sampaikan Pendapat Anda, Rebut Hadiahnya!’.(kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN