KELAS PAJAK

Simak Sejarah dan Perkembangan PPN di Indonesia (Bagian 1)

Redaksi DDTCNews | Senin, 09 Maret 2020 | 15:55 WIB
Simak Sejarah dan Perkembangan PPN di Indonesia (Bagian 1)

SAAT ini, PPN merupakan bentuk pemajakan atas konsumsi yang diberlakukan di Indonesia. Sebelum diterapkannya PPN, bentuk pemajakan atas konsumsi di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan.

Secara kronologis, sejarah dan perkembangan pemungutan PPN di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. Periode Pajak Pembangunan I (PPb I);
  2. Periode Pajak Peredaran 1950 (PPe 1950);
  3. Periode Pajak Penjualan 1951 (PPn 1951);
  4. Periode Pajak Pertambahan Nilai.

Tulisan ini akan di buat secara berseri mengikuti periodenisasi sejarah dan perkembangan PPN di Indonesia sebagaimana dikelompokkan menjadi 4 bagian seperti di atas. Untuk kali ini dipaparkan periode pertama.

Baca Juga:
Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Periode Pajak Pembangunan I (PPb I)

MENURUT Slamet Soelarno, perkembangan pemungutan pajak atas konsumsi di Indonesia dapat dikatakan dimulai dengan berlakunya Pajak Pembangunan I (PPb I). PPb I merupakan salah satu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1947 tentang Pemungutan Pajak Pembangunan di Rumah Makan dan Rumah Penginapan (UU PPb I Tahun 1947).

Pajak ini mulai dipungut secara resmi pada 1 Juni 1947 atas semua pembayaran di rumah makan dan rumah penginapan sebesar 10% dari jumlah pembayaran. Pembayaran di sini dimaksudkan sebagai pembayaran atas pembelian makanan dan minuman atau sewa kamar, termasuk pula semua tambahan seperti pegawai, listrik, air, dan lain-lain.

Baca Juga:
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

Rumah makan yang biasanya dikunjungi oleh orang-orang yang tergolong penduduk yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran PPb I ini.

PPb I menganut self assesment system. Sistem self assesment itu sendiri menganjurkan wajib pajak agar dapat menghitung pajak, memungut, menyetor, melunasi, dan melaporkan pajaknya sendiri berdasarkan kesadaran dari wajib pajak. Sistem self assesment ini diwujudkan dalam bentuk contante storting system (sistem setor tunai).

Dengan berkembangnya keadaan Indonesia pascakemerdekaan, UU PPb I juga mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan masa itu. Perkembangan ini dibuktikan dengan adanya perubahan dan penambahan atas UU PPb I Tahun 1947 melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1948 tentang Mengadakan Perubahan dan Tambahan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1947 dari Hal Pajak Pembangunan I (UU PPb I Tahun 1948).

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Dalam bagian “Menimbang” disebutkan bahwa diubahnya UU PPb I Tahun 1947 dikarenakan adanya kesulitan-kesulitan yang timbul dalam menjalankan UU PPb I Tahun 1947 dan ditambah dengan belum adanya pasal-pasal mengenai penagihan pajak dengan paksa.

Kemudian, dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Negara dengan Daerah-Daerah, yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, PPb I yang semula merupakan pajak negara dinyatakan sebagai pajak daerah.

Berubahnya PPb I dari pajak negara menjadi pajak daerah merupakan implementasi dari pelaksanaan otonomi seluas-luasnya di daerah-daerah untuk mengurus keuangannya sendiri.

Baca Juga:
Pertamina Hulu Rokan Setor Penerimaan Negara hingga Rp115 Triliun

Selanjutnya, UU PPb I dipungut sendiri oleh daerah apabila daerah telah siap untuk memungutnya. Oleh karena setiap daerah mempunyai peraturan daerahnya sendiri maka dalam pelaksanaan pemungutan PPb I sebagai pajak daerah dapat berbeda-beda.

Misalnya, di Jakarta, PPb I dipungut dengan tarif 5% dan sasaran yang pada mulanya hanyalah rumah makan berkembang ke rumah penginapan dan jasa katering. Demikian pula wajib pajaknya ditentukan berdasarkan kriteria tertentu.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa PPb I merupakan jenis pajak atas konsumsi barang dan jasa yang bersifat terbatas karena hanya dikenakan atas penyerahan barang-barang makanan dan minuman di rumah makan, cafetaria, kedai kopi (coffee shop) atau terbatas pada jasa yang diberikan pada rumah penginapan, seperti sewa kamar pada hotel, losmen, dan rumah penginapan lainnya, tidak termasuk rumah pemondokan.

Baca Juga:
Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Jadi, tidak semua konsumsi barang dan jasa menjadi objek PPb I. Namun, meskipun bersifat terbatas, PPb I tetap dapat dianggap sebagai awal perkembangan pajak atas konsumsi di Indonesia, yang merupakan pendahulu dari PPN.

Tulisan ini disadur dari salah satu bab di Buku Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai yang ditulis oleh Darussalam, Danny Septriadi, dan Khisi Armaya Dhora yang dapat diunduh secara gratis di sini.

Nantikan dan Ikuti bagian kedua dari tulisan ini dalam kelas pajak selanjutnya.


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Rabu, 29 Januari 2025 | 15:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (5)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

Rabu, 29 Januari 2025 | 09:30 WIB KURS PAJAK 29 JANUARI 2025 - 04 FEBRUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Rabu, 29 Januari 2025 | 09:30 WIB KINERJA BUMN

Pertamina Hulu Rokan Setor Penerimaan Negara hingga Rp115 Triliun

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Entitas Dana Investasi yang Dikecualikan Pajak Minimum Global

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Dukung Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga oleh Prabowo

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:11 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPh Final 0,5% dan PTKP Rp500 Juta, Intervensi Pemerintah Dukung UMKM?