PMK 168/2023

Simak! Begini Ketentuan Baru Perhitungan PPh 21 bagi Bukan Pegawai

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 05 Januari 2024 | 20:00 WIB
Simak! Begini Ketentuan Baru Perhitungan PPh 21 bagi Bukan Pegawai

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengubah ketentuan perhitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi bukan pegawai. Perubahan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023.

Berdasarkan PMK 168/2023, PPh Pasal 21 bagi bukan pegawai kini dihitung dengan mengalikan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dengan 50% jumlah penghasilan bruto. Formula tersebut berlaku bagi bukan pegawai tanpa mempertimbangkan kesinambungan pemberian penghasilan dan kepemilikan NPWP.

"Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi bukan pegawai dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) [50% dari jumlah penghasilan bruto]," bunyi Pasal 16 ayat (3) PMK 168/2023.

Baca Juga:
DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Formula tersebut cukup berbeda apabila disandingkan dengan ketentuan terdahulu yang diatur dalam PMK 252/2008 dan Perdirjen Pajak PER-16/PJ/2016. Sebelumnya, secara ringkas, formula perhitungan PPh Pasal 21 bagi bukan pegawai setidaknya terbagi menjadi 3 jenis formula.

Pertama, bukan pegawai dengan imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan. PPh Pasal 21 bagi bukan pegawai dengan kondisi tersebut dihitung dengan mengalikan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto.

Kedua, bukan pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan, yang memiliki NPWP, dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan satu Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, serta tidak memperoleh penghasilan lainnya.

Baca Juga:
Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

PPh Pasal 21 bagi bukan pegawai yang memenuhi kondisi kedua dihitung dengan mengalikan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) per bulan.

Ketiga, bukan pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan, tetapi tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21.

PPh Pasal 21 bagi bukan pegawai yang memenuhi kondisi ketiga dihitung dengan mengalikan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto.

Baca Juga:
Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Hal yang perlu menjadi catatan, berdasarkan ketentuan sebelumnya, perhitungan PPh bagi bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan akan dihitung secara kumulatif. Ketentuan perhitungan secara kumulatif bagi bukan pegawai tersebut kini tidak lagi diatur dalam PMK 168/2023.

Adapun bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan atas pekerjaan bebas atau jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.

Penerima penghasilan yang termasuk bukan pegawai di antaranya tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, olahragawan, pengarang, peneliti, dan penerjemah, dan agen iklan.

Baca Juga:
Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Untuk mempermudah, berikut perbandingan ketentuan perhitungan PPh Pasal 21 bagi bukan pegawai pada PMK 252/2008 dan PER-16/PJ/2016 (ketentuan lama) dan PMK 168/2023 (ketentuan baru).


(sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP