Ilustrasi. Gedung Kementerian Keuangan.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester II/2024 mencapai Rp134,2 triliun. Realisasi ini setara dengan 41,8% dari target pada APBN 2024 senilai Rp321 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi tersebut turun 0,9% dari periode yang sama tahun lalu. Menurutnya, kontraksi penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut dipengaruhi oleh penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) dan bea masuk.
"Penerimaan dari bea dan cukai, dalam hal ini relatif masih sama dengan tahun lalu sehingga kalau kita lihat dari levelnya tidak terjadi perubahan," katanya, dikutip pada Selasa (9/7/2024).
Sri Mulyani menuturkan realisasi penerimaan cukai mencapai Rp101,8 triliun, atau setara dengan 41,4% dari target. Realisasi ini mengalami penurunan sebesar 3,9%.
Menurutnya, penerimaan cukai merupakan salah satu hal yang diwaspadai pemerintah karena telah mengalami kontraksi selama 2 tahun berturut-turut. Pada periode yang sama tahun lalu, kontraksinya bahkan mencapai 12,2%.
Penurunan penerimaan cukai utamanya karena fenomena peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading). Hal ini tecermin dari produksi rokok golongan 1 dengan tarif cukai tinggi mengalami penurunan, sedangkan produksi rokok golongan 2 dan 3 naik.
"Penerimaan dari cukai memang menurun. Namun, untuk cukai ini kami memang terus melakukan pengendalian terhadap produksi rokok sehingga dampaknya ini yang diharapkan," ujar Sri Mulyani.
Untuk bea masuk, lanjut menteri keuangan, realisasi penerimaannya mencapai Rp24,3 triliun atau 42,3% dari target. Penerimaan bea masuk tumbuh tipis 0,3%, lebih rendah ketimbang pertumbuhan yang sama tahun lalu sebesar 4,6%.
Kinerja penerimaan bea masuk yang melambat tersebut dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selain itu, terdapat efek dari penurunan impor komoditas seperti gas, kendaraan dan suku cadangnya.
Selanjutnya, realisasi penerimaan bea keluar mencapai Rp8,1 triliun, tumbuh 52,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Capaian tersebut berbanding terbalik dibandingkan dengan semester I/2023 yang justru terkontraksi sebesar 77%.
Pertumbuhan penerimaan tersebut dipengaruhi oleh bea keluar mineral yang tumbuh 10 kali lipat dikarenakan implementasi kebijakan relaksasi mineral. Meski demikian, bea keluar sawit turun karena penurunan rata-rata harga dan volume ekspor CPO. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.