PAJAK DIGITAL

Setelah Prancis, Giliran Inggris yang Diancam AS

Redaksi DDTCNews | Senin, 05 Agustus 2019 | 11:19 WIB
Setelah Prancis, Giliran Inggris yang Diancam AS

Presiden AS Donald Trump. (foto: WP)

WASHINGTON, DDTCNews – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberi peringatan kepada Inggris terkait dengan rencana pajak digitalnya. Trump mengancam tidak akan memberikan kesepakatan perdagangan bebas kepada Pemerintah Inggris.

Ancaman ini berlaku jika Inggris tidak mempertimbangkan kembali rencana pajak atas raksasa teknologi AS itu. Gedung Putih menuntut pemerintah Inggris untuk membatalkan rencana pengenaan yang disebut-sebut sebagai pajak layanan digital (digital services tax/DST)

“Ancaman telah dikomunikasikan kepada Pemerintah Inggris di berbagai tingkatan bahwa pajak akan berdampak serius pada kemampuan Inggris untuk mencapai kesepakatan perdagangan,” demikian pernyataan dari Gedung Putih, seperti dikutip pada Senin (5/8/2019).

Baca Juga:
Uni Eropa Siapkan Retaliasi atas Kebijakan Bea Masuk Trump

Sejalan dengan ancaman itu, para pejabat AS juga menuntut agar pajak yang menyasar raksasa teknologi ini dihapuskan. Mereka beralasan pajak tersebut memberikan dampak yang signifikan pada perusahaan-perusahaan AS.

Rencana ini berawal dari pengumuman yang diberikan mantan Menteri Keuangan Inggris Phillip Hammond dalam anggaran Oktober 2018 lalu. Saat itu, Hammond mengumumkan akan menerapkan pajak yang menargetkan raksasa teknologi seperti Amazon, Google, Facebook, dan Twitter.

Pada akhirnya, Pemerintah Inggris berhasil menerbitkan sebuah makalah kebijakan tentang pajak layanan digital pada Juli lalu. Berdasarkan makalah tersebut, pajak ini mengenakan tarif 2% atas laba yang dihasilkan oleh jenis bisnis digital tertentu.

Baca Juga:
Trump Tunda Bea Masuk 25 Persen untuk Produk Asal Kanada dan Meksiko

Secara eksplisit, pajak ini menargetkan platform mesin pencari (search engines), platform media sosial, dan marketplace online. Mereka menyasar perusahaan multinasional besar yang memperoleh pendapatan dari pengguna Inggris mulai April 2020.

Pajak ini tidak akan berlaku untuk penjualan barang secara online, pendapatan iklan, atau pengumpulan data. Namun, pajak akan berlaku untuk penyediaan iklan digital bagi platform yang menghasilkan pendapatan dari pengguna Inggris.

Adapun rencana ini diambil karena Pemerintah Inggris merasa peraturan internasional saat ini kurang untuk jenis bisnis baru ini.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat! Berbalik Perkasa Atas Dolar AS

Pajak baru ini diproyeksi akan mendatangkan 1,5 miliar poundsterling (sekitar Rp26,1 triliun) untuk Inggris selama empat tahun ke depan. Selain itu, pajak ini hanya ditargetkan secara sempit dan proporsional serta hanya bersifat sementara sembari menanti solusi global yang komprehensif.

Namun, AS tetap tidak mau terima. Apalagi, Inggris sedang merundingkan perjanjian dagangnya terkait dengan rencana Brexit. Jika Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan pada bulan Oktober, negara itu akan kehilangan akses untuk berdagang dengan sekitar 70 negara. Ini akan mencakup sekitar 11% dari total perdagangan Inggris.

"Jika Anda [Inggris] meneruskan dan memperkenalkan pajak ini, kami tidak akan memulai negosiasi perdagangan bebas dengan Anda,” demikian pernyataan salah satu pejabat senior di Gedung Putih, seperti dilansir metro.co.uk. (MG-nor/kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 06 Februari 2025 | 10:30 WIB BELGIA

Uni Eropa Siapkan Retaliasi atas Kebijakan Bea Masuk Trump

Kamis, 06 Februari 2025 | 10:29 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

100 Hari Prabowo, Sri Mulyani Sebut Bea Cukai Lakukan 6.187 Penindakan

Kamis, 06 Februari 2025 | 10:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ayo Pahami Lagi Makna ‘Benar-Lengkap-Jelas’ dalam Laporan SPT Tahunan

Kamis, 06 Februari 2025 | 09:30 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ekonomi 2024 Tumbuh 5,03 Persen, Sri Mulyani Beberkan Peran APBN

BERITA PILIHAN
Kamis, 06 Februari 2025 | 10:30 WIB BELGIA

Uni Eropa Siapkan Retaliasi atas Kebijakan Bea Masuk Trump

Kamis, 06 Februari 2025 | 10:29 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

100 Hari Prabowo, Sri Mulyani Sebut Bea Cukai Lakukan 6.187 Penindakan

Kamis, 06 Februari 2025 | 10:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ayo Pahami Lagi Makna ‘Benar-Lengkap-Jelas’ dalam Laporan SPT Tahunan

Kamis, 06 Februari 2025 | 09:30 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ekonomi 2024 Tumbuh 5,03 Persen, Sri Mulyani Beberkan Peran APBN

Kamis, 06 Februari 2025 | 08:55 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pakai NPWP 9990000000999000, Bupot Tak Ter-Prepopulated ke SPT Tahunan

Rabu, 05 Februari 2025 | 19:30 WIB BEA CUKAI PURWOKERTO

DJBC Cegat Mobil Penumpang di Banyumas, Angkut 280.000 Rokok Ilegal

Rabu, 05 Februari 2025 | 19:00 WIB CORETAX SYSTEM

Bukti Potong Dibuat Pakai NPWP Sementara, Perhatikan Konsekuensinya

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:30 WIB PMK 136/2024

Definisi Pajak Tercakup Menurut Ketentuan Pajak Minimum Global

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:17 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Pajak Minimum Global? (Update PMK 136/2024)

Rabu, 05 Februari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pengecer Boleh Jualan Lagi, UMKM Dijamin Tetap Dapat Pasokan Elpiji