RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Premi Reasuransi Luar Negeri

Rinaldi Adam Firdaus | Senin, 06 Mei 2024 | 10:11 WIB
Sengketa PPh Pasal 26 atas Premi Reasuransi Luar Negeri

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2007 atas pembayaran premi reasuransi senilai Rp113.852.510.992.

Dalam perkara ini, wajib pajak tidak memperoleh surat keterangan domisili (SKD) asli untuk tahun pajak 2007 dari X Ltd dan Z Ltd yang merupakan wajib pajak luar negeri (WPLN) dan berdomisi di Inggris.

Otoritas pajak berpendapat atas pembayaran premi reasuransi kepada X Ltd dan Z Ltd untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2007, wajib pajak tidak dapat memanfaatkan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) Indonesia-Inggris.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat atas SKD asli yang diterima dari X Ltd dan Z Ltd sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, atas pembayaran reasuransi tersebut, wajib pajak dapat memanfaatkan P3B Indonesia-Inggris.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat berdasarkan pada penelitan terhadap SKD yang tersedia, dapat diyakini pada 2007, X Ltd maupun Z Ltd merupakan penduduk Inggris.

Oleh karena itu, berdasarkan pada Article 7 Business Profits paragraph (1) P3B Indonesia-Inggris, pembayaran premi reasuransi yang dilakukan oleh wajib pajak kepada X Ltd dan Z Ltd senilai Rp113.852.510.992 merupakan objek pajak bagi negara Inggris.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 37889/PP/M.XI/13/2012 tanggal 30 April 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 15 Agustus 2012.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif DPP PPh Pasal 26 atas pembayaran premi reasuransi senilai Rp113.852.510.992 kepada X Ltd dan Z Ltd untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2007.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, diketahui Termohon PK melakukan pembayaran premi reasuransi kepada WPLN pada masa pajak Januari sampai dengan Desember 2007.

Pembayaran premi reasuransi tersebut dibayarkan oleh Termohon PK kepada X Ltd senilai Rp48.045.124.526 dan kepada Z Ltd senilai Rp65.807.386.465. Adapun X Ltd dan Z Ltd sama-sama berdomisili di Inggris. Namun demikian, dalam proses transaksi tersebut pada tahun pajak 2007, Termohon PK tidak memperoleh SKD asli dari X Ltd dan Z Ltd.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Termohon PK baru mendapatkan SKD asli dari X Ltd dan Z Ltd pada tahun pajak 2009. Situasi tersebut bertolak belakang dengan SE-03/PJ.101/1996 yang menyatakan WPLN wajib menyerahkan SKD asli kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut kepada kepala kantor pelayanan pajak (KPP).

Selain itu, dalam beleid tersebut juga dijelaskan bahwa SKD asli menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B, Indonesia-Inggris.

Berdasarkan pada kondisi tersebut, Pemohon PK berpendapat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, seharusnya Termohon PK tidak bisa menghitung PPh Pasal 26 dengan mengacu pada P3B Indonesia-Inggris.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Mengacu pada pertimbangan di atas, Pemohon PK melakukan perhitungan kembali terkait dengan PPh Pasal 26 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2007 sesuai KMK 624/KMK.04/1994. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan dapat dibenarkan. Oleh karena itu, pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku (contra legem).

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK berpendapat SKD dari X Ltd dan Z Ltd telah sesuai dengan 3 persyaratan yang diatur dalam SE-03/PJ.101/1996. Pertama, SKD diterbitkan oleh competent authority atau wakilnya yang sah di negara treaty partner.

Kedua, bentuk SKD sesuai dengan kelaziman di negara tempat WPLN berkedudukan, tetapi sekurang-kurangnya harus menyatakan bahwa WPLN yang bersangkutan benar berkedudukan di negara tersebut sesuai dengan ketentuan P3B yang berlaku. Selain itu, SKD tersebut juga disertai dengan tanggal dan tanda tangan pejabat yang menerbitkannya.

Baca Juga:
Begini Pengenaan Pajak terhadap WPLN yang Jual Harta di Indonesia

Ketiga, SKD berlaku selama 1 tahun sejak tanggal diterbitkan, kecuali untuk wajib pajak bank. Bagi wajib pajak bank, SKD tersebut berlaku selama bank tersebut tetap mempunyai alamat yang sama dengan alamat yang tercantum dalam SKD.

Berdasarkan pada 3 persyaratan di atas, Termohon PK menilai SKD yang diterimanya dari X Ltd dan Z Ltd sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan begitu, Termohon PK dapat menggunakan fasilitas P3B Indonesia-Inggris atas transaksi yang dilakukan dengan X Ltd dan Z Ltd. Dengan demikian, koreksi DPP PPh Pasal 26 atas pembayaran reasuransi yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak benar sehingga harus dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. 37889/PP/M.XI/13/2012 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar.

Baca Juga:
Sengketa atas Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan

Mahkamah Agung menyatakan alasan-alasan permohonan PK atas koreksi terkait DPP PPh Pasal 26 mengenai pembayaran premi reasuransi yang dilakukan oleh Termohon PK kepada X Ltd dan Z Ltd untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2007 tidak dapat dibenarkan. Mahkamah Agung menilai tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 12:39 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah