RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi positif terhadap dasar pengenaan pajak (DPP) pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 atas pembayaran gaji dan upah karyawan akibat perpindahan kantor.
Dalam perkara ini, wajib pajak melakukan pemindahan kantor pusat pada Juli 2010. Seiring dengan pemindahan kantor pusat tersebut, wajib pajak juga melakukan pemindahan kantor pajak terdaftar yang semula di kantor pajak X menjadi kantor pajak Y. Oleh sebab itu, wajib pajak menyetor dan melaporkan PPh Pasal 21 kepada kantor pajak Y.
Terkait hal tersebut, kantor pajak X selaku otoritas pajak melakukan pemeriksaan terhadap Surat Pembertiahuan (SPT) Tahunan PPh badan tahun pajak 2010. Atas pemeriksaan tersebut, otoritas pajak berpendapat wajib pajak seharusnya menyetor dan melaporkan PPh Pasal 21 kepada kantor pajak X.
Sebaliknya, wajib pajak tidak sepakat dengan koreksi yang ditetapkan oleh otoritas pajak. Wajib pajak menilai kantor pajak X tidak memiliki kewenangan untuk melakukan koreksi atas kewajiban PPh Pasal 21. Sebab, wajib pajak sudah berpindah lokasi bisnisnya dan terdaftar sebagai wajib pajak di kantor pajak Y.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi positif PPh Pasal 21 yang ditetapkan oleh otoritas pajak sudah benar.
Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga menjelaskan otoritas pajak melakukan koreksi karena ditemukan beban gaji dan upah yang belum dilaporkan sebagai objek PPh Pasal 21 kepada kantor pajak X.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 65601/PP/M.VIA/10/2015 tanggal 13 November 2015, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Maret 2016.
Pokok sengketa dalam perkara ini ialah koreksi positif PPh Pasal 21 tahun pajak 2010 senilai Rp41.704.149 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK melakukan koreksi atas PPh Pasal 21 yang kurang dibayar oleh Pemohon PK.
Pada mulanya, kantor pusat Pemohon PK terletak di Kecamatan A dan tercatat sebagai wajib pajak di kantor pajak X. Kemudian, pada Juli 2010, kantor pusat Pemohon PK telah berpindah ke Kecamatan B dan tercatat sebagai wajib pajak kantor pajak Y yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Terdaftar No. Pem-08/WPJ.02/KP.1203/2008.
Pada September 2010, Pemohon PK diperiksa oleh kantor pajak X dan kantor pajak Y secara bersamaan. Kantor pajak X melakukan pemeriksaan atas lebih bayar pajak untuk tahun pajak 2010 dan melakukan koreksi PPh Pasal 21.
Sebaliknya, kantor pajak Y melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban pajak tahun pajak 2010. Berdasarkan pada hasil pemeriksaan kantor pajak Y dinyatakan tidak terdapat koreksi mengenai kewajiban pajak Pemohon PK atas PPh Pasal 21.
Dalam kasus ini, Pemohon PK juga memberikan pendapat mengenai SPT Tahunan PPh badan yang menjadi dasar pemeriksaan. Menurutnya, SPT Tahunan PPh badan 2010 tersebut cacat hukum atau palsu. Sebab, saat pemeriksaan, Pemohon PK sama sekali belum melaporkan SPT Tahunan PPh badan 2010.
Pihak yang menandatangani SPT Tahunan PPh badan 2010 tersebut juga bukan merupakan pihak pengurus dari Pemohon PK. Terhadap situasi ini, pihak Pemohon PK telah memberikan informasinya kepada Termohon PK. Kemudian, sehubungan dengan pemalsuan tersebut, Pemohon PK telah melaporkan ke pihak kepolisian dengan nomor STTP/73N/20121RES/Kampar/Sek Tapung.
Berdasarkan pada uraian dan argumen di atas, Pemohon PK menilai kewajiban melapor dan menyetor pajak yang menjadi kewajibannya harus dilakukan kepada kantor pajak Y dan bukan kantor pajak X.
Sebab, Pemohon PK telah memindahkan lokasi kantor pusatnya. Dengan demikian, telah terbukti Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak tepat dalam memberikan pertimbangan hukum dan juga dalam memutus sengketa.
Sementara itu, Termohon PK tidak sependapat dengan Pemohon PK. Berdasarkan pada SPT Tahunan PPh badan 2010 ditemukan adanya beban gaji dan upah yang masih belum dilaporkan oleh Pemohon PK, sehingga menjadi koreksi DPP PPh Pasal 21. Menurut Termohon PK, koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, Mahkamah Agung tidak dapat membenarkan alasan Pemohon PK yang menyatakan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak mempertimbangkan, memeriksa, dan memutus sengketa dengan tepat.
Kedua, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.