RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pinjaman Tanpa Bunga dari Pemegang Saham

Redaksi DDTCNews | Jumat, 18 Agustus 2023 | 16:20 WIB
Sengketa Pinjaman Tanpa Bunga dari Pemegang Saham

RESUME Putusan Peninjauan Kembali ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 atas pinjaman tanpa bunga yang diterima oleh wajib pajak dari pemegang saham perusahaannya.

Dalam perkara ini, wajib pajak memperoleh pinjaman dari PT X dan PT Y selaku pemegang saham wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa. Atas pinjaman tersebut tentunya wajib pajak harus membayar sejumlah uang yang dipinjam beserta bunganya.

Otoritas pajak berpendapat wajib pajak tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh pinjaman tanpa bunga sebagaimana diatur dalam PP No. 94 Tahun 2010. Dengan begitu, atas bunga yang timbul dari transaksi pinjaman tersebut tetap terutang PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Aturan Permintaan Suket Hal yang Jadi Dasar Surat Keputusan Keberatan

Di sisi lain, wajib pajak berpendapat pihaknya telah memenuhi ketentuan untuk memperoleh pinjaman tanpa bunga sebagaimana diatur dalam PP No. 94 Tahun 2010. Sebab, wajib pajak menilai pihaknya benar-benar sedang mengalami kesulitan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat otoritas pajak bahwa wajib pajak tidak sedang mengalami kesulitan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung kembali menolak Permohonan PK yang diajukan wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Baca Juga:
DJP Yogyakarta Jalin Kerja Sama Penegakan Hukum dengan Kejaksaan

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat atas koreksi DPP PPh Pasal 23 yang ditetapkan otoritas pajak sudah tepat.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 64607/PP/M.VA/12/2015 tertanggal 9 Oktober 2015, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 29 Januari 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya koreksi positif DPP PPh Pasal 23 dari bunga pinjaman senilai Rp389.219.178 untuk tahun pajak 2011 yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Wajib pajak pada dasarnya mempertanyakan apakah pemberian pinjaman oleh PT X dan PT Y sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UU PPh harus dibebani bunga.

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan pada laporan pemeriksaan Pajak No. Laporan 00095/WPJ.11/KP.1105/RIK.SIS/2013 tertanggal 19 Juni 2013, pemeriksaan untuk tahun pajak 2011 telah dilakukan. Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan adanya koreksi atas DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan oleh Termohon PK senilai Rp389.219.178.

Dalam kasus ini, Pemohon PK menerima pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham, yaitu PT X dan PT Y. Berdasarkan pada Pasal 12 ayat (1) PP No. 94 Tahun 2010, pinjaman tanpa bunga diperkenankan apabila berasal dari pemegang sahamnya. Dengan demikian, Pemohon PK berhak memperoleh pinjaman tanpa bunga yang diberikan PT X dan PT Y.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas pernyataan Pemohon PK. Merujuk pada PP No. 94 Tahun 2010, terdapat 4 syarat yang harus dipenuhi oleh Pemohon PK untuk mendapatkan pinjaman tanpa bunga.

Baca Juga:
Sengketa DPP PPN atas Penjualan Minyak Pelumas

Pertama, pinjaman tersebut berasal dari pemegang saham dan bukan berasal dari pihak lain. Kedua, modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham kepada penerima pinjaman telah disetor seluruhnya. Ketiga, pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi.

Keempat, penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya. Dalam hal ini, pemohon PK diketahui tidak mengalami kesulitan keuangan. Hal ini dibuktikan dengan hasil audit kantor akuntan publik yang menyatakan cash flow perusahaan bersifat wajar dan bernilai positif. Selain itu, terdapat bukti berupa penyertaan saham perusahaan senilai Rp29.489.329.354.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Termohon PK berkesimpulan bahwa Pemohon PK tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) di PP Nomor 94 Tahun 2010. Dengan begitu, atas pinjaman Pemohon PK kepada pemegang saham tetap dikenakan bunga dengan tingkat suku bunga wajar dan terutang PPh Pasal 23.

Baca Juga:
PPN Gunakan DPP Nilai Lain, Bagaimana dengan DPP PPh Pasal 23-nya?

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 64607/PP/M.VA/12/2015 yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat 3 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan-alasan Pemohon PK terkait koreksi positif DPP PPh Pasal 23 senilai Rp389.219.178 yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, permohonan PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, dalam perkara ini, Termohon PK telah mengedepankan prinsip perhitungan taxable deductible income. Oleh karena itu, koreksi dari Termohon PK sudah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 2 juncto Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Baca Juga:
Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan atas Pembelian BBM

Ketiga, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Abiyoga Sidhi Wiyanto/kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 25 Januari 2025 | 10:30 WIB KANWIL DJP DI YOGYAKARTA

DJP Yogyakarta Jalin Kerja Sama Penegakan Hukum dengan Kejaksaan

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Jumat, 17 Januari 2025 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa DPP PPN atas Penjualan Minyak Pelumas

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

Jumat, 31 Januari 2025 | 08:30 WIB KOTA MEDAN

Kini Ada Opsen, Medan Mulai Aktif Tagih Pajak Kendaraan Bermotor

Kamis, 30 Januari 2025 | 18:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Pembebasan PBB-P2 bagi Pensiunan PNS di DKI Jakarta

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 16:00 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Dedi Mulyadi Ingin Pakai 100% Pajak Kendaraan untuk Pembangunan Jalan

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Istri Pilih ‘Hanya Registrasi’ di Coretax, Perlu Lapor SPT Sendiri?

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Kamis, 30 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Ketentuan Terbaru Soal Penghapusan Piutang Pajak, Dowload di Sini!

Kamis, 30 Januari 2025 | 13:55 WIB PENG-1/PJ/2025

DJP Perbarui Daftar Negara Tujuan Pertukaran Data Keuangan Otomatis