RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Perhitungan Bea Keluar atas Barang Ekspor

Abiyoga Sidhi Wiyanto | Jumat, 22 November 2024 | 17:30 WIB
Sengketa Perhitungan Bea Keluar atas Barang Ekspor

Ilustrasi.

RESUME Putusan Peninjauan Kembali ini merangkum sengketa pajak mengenai perbedaan perhitungan bea keluar yang harus dibayar oleh wajib pajak.

Otoritas kepabeanan melakukan perhitungan kembali jumlah pembayaran bea keluar yang masih kurang dibayar oleh wajib pajak. Perhitungan kembali tersebut berasal dari pembelian barang untuk stock gudang.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan bahwa seharusnya barang yang dikenakan bea keluarnya ialah barang yang sudah ada dalam pemberitahuan ekspor barang (PEB). Sedangkan yang diperhitungkan oleh otoritas kepabeanan adalah barang stock gudang yang belum terdata dalam dokumen PEB.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung kembali menolak Permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas kepabeanan. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa penetapan kembali bea keluar yang telah dilakukan oleh otoritas kepabeanan sudah benar dan dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put-43497/PP/M.IX/19/2013 tanggal 26 Februari 2013, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 14 Juni 2013.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya perbedaan penetapan bea keluar atas ekspor sebesar Rp760.924.000 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Untuk diketahui, sengketa ini berkaitan dengan penetapan kembali perhitungan bea keluar yang masih masih kurang dibayar oleh Pemohon PK.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Dalam perkara ini, Termohon PK melakukan penghitungan ulang atas besaran bea keluar yang harus dibayarkan Pemohon PK. Menurut Pemohon PK, tidak ada bea keluar yang masih kurang bayar atas barang stock gudang yang dilakukan perhitungan kembali oleh Termohon PK.

Pemohon PK berpendapat bahwa barang yang seharusnya dikenakan bea keluarnya ialah barang ekspor yang sudah tercantum dalam dokumen PEB. Namun, pada faktanya, Termohon PK melakukan perhitungan kembali atas barang stock gudang yang belum masuk dalam PEB.

Pada tahap pemeriksaan, Pemohon PK telah menyampaikan bahwa pembelian barang stock gudang tersebut merupakan barang yang belum diolah dan masih akan melalui proses pengeringan dan pengayakan.

Baca Juga:
Cegah Penyelundupan, DJBC Mulai Gunakan Alat Pemindai Peti Kemas

Nantinya, barang stock gudang tersebut akan diproses lebih lanjut yang menyebabkan adanya penyusutan. Selain itu, menurut Pemohon PK, atas barang stock gudang tersebut seringkali terdapat barang titipan yang belum memiliki harga pasti yang disepakati dengan pihak lain. Dengan demikian, seharusnya barang tersebut tidak terutang bea keluar.

Selain itu, Pemohon PK menemukan adanya perbedaan perhitungan pada daftar temuan sementara (DTS) dan laporan hasil audit (LHA) jika dibandingkan dengan surat keputusan direktur jenderal bea cukai. Adanya perbedaan dan kekeliruan tersebut dapat diartikan bahwa surat keputusan yang dimaksud cacat hukum. Oleh sebab itu, perhitungan kembali yang dilakukan oleh Termohon PK harus dibatalkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK. Termohon PK menyatakan bahwa masih terdapat barang ekspor yang belum dibayarkan bea keluarnya. Barang ekspor tersebut berupa barang stock gudang yang sebagian belum dibayarkan bea keluarnya.

Baca Juga:
Apa Itu Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar?

Kemudian, menurut Termohon PK, pengajuan banding yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat diterima karena melewati jangka waktu pengajuan banding yang telah ditetapkan. Dengan demikian, Termohon PK berkesimpulan bahwa alasan-alasan yang disebutkan oleh Pemohon PK tidak dapat diterima sehingga harus ditolak.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Setidaknya, terdapat 3 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan permohonan PK atas penetapan kembali bea keluar yang masih harus dibayar sebesar Rp760.924.000 yang tidak disetujui Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Kedua, menurut Majelis Hakim Agung, pengajuan banding yang dilakukan oleh Pemohon PK sebelumnya melampaui tenggat waktu yang telah ditetapkan. Selain itu, penandatangan banding dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kewenangan hukum.

Merujuk pada uraian di atas, Mahkamah Agung menilai bahwa tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kamis, 19 Desember 2024 | 10:36 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Cegah Penyelundupan, DJBC Mulai Gunakan Alat Pemindai Peti Kemas

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP