RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pengkreditan PPN Masukan atas Biaya Operasional

Rinaldi Adam Firdaus | Jumat, 29 Desember 2023 | 18:30 WIB
Sengketa Pengkreditan PPN Masukan atas Biaya Operasional

Ilustrasi.

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi positif PPN masukan yang dapat dikreditkan oleh wajib pajak.

Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan perusahaan jasa kontraktor pertambangan batu bara. Dalam menjalankan usahanya, wajib pajak bertransaksi dengan pengusaha kena pajak (PKP) lainnya untuk mendukung kegiatan operasional di lokasi usahanya yang berada di daerah terpencil.

Otoritas pajak berpendapat bahwa pengeluaran atas jasa katering, jasa instalasi listrik dan pemeliharaan AC, serta sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang berupa kopi, detergen, plastic, medical monitoring fee, sale of drugs, dan sale of wound dressing tidak dapat dikreditkan. Sebab, pengeluaran tersebut tidak memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha wajib pajak.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat bahwa atas jasa katering, jasa instalasi listrik dan pemeliharaan AC, serta sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang berupa kopi, detergen, plastic, medical monitoring fee, sale of drugs, dan sale of wound dressing dapat dikreditkan. Sebab, pengeluaran-pengeluaran tersebut dapat membantu kegiatan operasional wajib pajak yang berada di daerah terpencil.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai bahwa terdapat cukup bukti yang diberikan oleh wajib pajak untuk mendukung pendapatnya. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak berkaitan atau memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usahanya yang berada di lokasi terpencil.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 27433/PP/M.II/16/2010 tanggal 25 November 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 15 Maret 2011.

Terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, berkaitan dengan penggunaan surat kuasa khusus yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002). Kedua, berkaitan dengan koreksi positif PPN masukan yang dapat dikreditkan untuk masa pajak Januari 2008 sebesar Rp248.321.039.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat 2 pokok sengketa. Pokok sengketa pertama berkaitan dengan penggunaan surat kuasa yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU 14/2002.

Adapun Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU 14/2002 mengatur bahwa para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan surat kuasa khusus. Dalam hal ini, surat kuasa yang dibuat oleh kuasa hukum Termohon PK tidak bersifat khusus.

Terhadap hal tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak melakukan pengecekan surat kuasa yang dimiliki oleh kuasa hukum Termohon PK. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak No. 27433/PP/M.II/16/2010 tersebut dapat dinyatakan cacat hukum sehingga harus dibatalkan demi hukum.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Pokok sengketa kedua dalam putusan ini membahas tentang koreksi positif PPN masukan untuk masa pajak Januari 2008 sebesar Rp248.321.039 dengan rincian sebagai berikut:

  1. PPN masukan atas jasa catering sebagai penyediaan makan dan minum untuk karyawan sebesar Rp139.550.138;
  2. PPN masukan atas jasa instalasi listrik dan pemeliharaan air conditioning (AC) yang digunakan untuk mes karyawan sebesar Rp97.432.208; dan
  3. PPN masukan atas transaksi berupa sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang berupa kopi, detergen, plastic, medical monitoring fee, sale of drugs, dan sale of wound dressing sebesar Rp11.338.693.

Persoalan dalam sengketa ini ialah apakah atas jasa katering, jasa instalasi listrik dan pemeliharaan AC, serta sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang berupa kopi, detergen, plastic, medical monitoring fee, sale of drugs, dan sale of wound dressing dapat dikreditkan atau tidak.

Perlu dipahami bahwa ruang lingkup kegiatan usaha Termohon PK adalah jasa kontraktor pertambangan batu bara, termasuk di dalamnya adalah penyewaan peralatan dan mesin. Oleh karenanya, pengeluaran yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Termohon PK adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Mengacu pada uraian tersebut, pengeluaran atas jasa katering, jasa instalasi listrik dan pemeliharaan AC, serta sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang tidak memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Oleh karena itu, PPN masukan sebesar Rp248.321.039 tersebut tidak dapat dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN.

Dengan demikian, Pemohon PK menyatakan koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar. Oleh karena itu, pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku (contra legem).

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan poin sengketa kedua. Termohon PK berpendapat bahwa lokasi usahanya terletak di daerah terpencil sebagaimana tercantum dalam Keputusan Dirjen Pajak No. 91/WPJ.19/2007.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Pengeluaran atas jasa katering, jasa instalasi listrik dan pemeliharaan AC, serta sewa guna usaha kendaraan dan pembelian barang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di lokasi usaha Termohon PK tersebut.

Menurut Termohon PK, atas seluruh pengeluaran tersebut dapat dikreditkan karena berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Termohon PK. Dengan demikian, koreksi PPN masukan sebesar Rp 248.321.039 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak benar sehingga harus dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. 26217/PP/M.II/12/2010 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
PPN Rumah Masih Ditanggung Pemerintah, DJP Harap Ekonomi Meningkat

Pertama, alasan permohonan PK mengenai Putusan Pengadilan Pajak No. 27433/PP/M.II/16/2010 yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU 14/2002 tidak dapat dibenarkan. Sebab, surat kuasa No. S-204/PTDH/Corfin/VIII/0810 pada 24 Agustus 2010 sudah bersifat khusus.

Kedua, koreksi positif PPN masukan untuk masa pajak Januari 2008 sebesar Rp248.321.039 juga tidak dapat dibenarkan. Menurut Mahkamah Agung, pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak No. 27433/PP/M.II/16/2010 yang mengabulkan seluruh permohonan banding sudah tepat dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah