RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan Biaya Pemeliharaan Station Wagon

Hamida Amri Safarina | Senin, 21 September 2020 | 16:18 WIB
Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan Biaya Pemeliharaan Station Wagon

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai pengkreditan pajak masukan dari biaya pemeliharaan kendaraan station wagon.

Perlu dipahami, wajib pajak telah menyewa kendaraan untuk keperluan operasional perusahaan dari pihak lawan transaksi, selanjutnya disebut PT X. Atas sewa kendaraan tersebut, wajib pajak mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan kendaraan.

Otoritas pajak berpendapat pajak masukan yang berasal dari pengeluaran untuk pemeliharaan kendaraan bermotor tidak dapat dikreditkan. Sebab, biaya kendaraan yang dimaksud tersebut termasuk jenis station wagon. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 (UU 42 Tahun 2009).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Sebaliknya, wajib pajak berdalil kendaraan yang disewanya tidak termasuk jenis sedan dan station wagon. Menurut wajib pajak, kendaraan bermotor atas merek tertentu yang disewa wajib pajak termasuk jenis kendaraan minibus. Oleh karena itu, wajib pajak menilai pengkreditan pajak masukan dari pengeluaran untuk pemeliharaan kendaraan tetap dapat dilakukan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf c UU 42 Tahun 2009, pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan atas pengeluaran untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.

Dalam perkara ini, wajib pajak menyewa kendaraan bermotor atas beberapa merek tertentu dari PT X. Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, kendaraan tersebut termasuk jenis minibus dan bukan merupakan sedan dan station wagon. Dengan demikian, PPN masukannya dapat dikreditkan sehingga koreksi otoritas pajak dinilai tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 69565/PP/M.XIB/16/2016 tanggal 30 Maret 2016, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 18 Juli 2016.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif pajak masukan yang dapat diperhitungkan senilai Rp111.139.175 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Menurutnya, kendaraan yang disewa Termohon PK atas beberapa merek tertentu termasuk jenis kendaraan station wagon. Pengeluaran untuk pemeliharaan kendaraan station wagon tidak dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan.

Sebab, Pasal 1 angka 8 huruf c Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.653/AJ.202/DRJD/2001 telah menegaskan definisi dari station wagon. Station wagon adalah kendaraan bermotor jenis mobil penumpang yang mempunyai bentuk sedemikian rupa, yaitu mempunyai kepala, tidak mempunyai bagasi tempat barang, dilengkapi dengan 3, 4 atau 5 pintu.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Tempat barang tersebut ditutup dengan sistem hatch back dan/atau pintu belakang, yang diperuntukkan bagi pengangkutan orang dengan kapasitas tempat duduk maksimum 8 (delapan) orang, tidak termasuk pengemudi.

Sementara itu, definisi minibus menurut Pemohon ialah kendaraan bus yang ukurannya lebih kecil dari bus pada umumnya sehingga jumlah penumpang yang dapat diangkutnya juga lebih sedikit.

Lebih lanjut, sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf c UU 42 Tahun 2009, pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. Pemohon PK menilai amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi Pemohon PK. Perlu dipahami, Termohon PK telah menyewa kendaraan untuk keperluan operasional perusahaan dari PT X. Atas sewa kendaraan tersebut Termohon PK mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan kendaraan.

Adapun kendaraan yang disewa bukan merupakan sedan dan station wagon, melainkan minibus. Dengan demikian, atas pengeluaran untuk pemeliharaan kendaraan tersebut dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Pertama, koreksi positif pajak masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp111.139.175 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, Pemohon PK dapat mengkreditkan pajak masukan atas pengeluaran pemeliharaan kendaraan. Putusan Mahkamah Agung ini menguatkan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pertimbangan di atas, pendapat Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra