RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan bagi Non-PKP

Vallencia | Jumat, 26 Mei 2023 | 15:08 WIB
Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan bagi Non-PKP

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai pengkreditan pajak masukan oleh wajib pajak yang dianggap belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

Sebagai informasi, pada mulanya, wajib pajak telah dikukuhkan sebagai PKP di Kantor Pelayanan Pajak X. Beberapa waktu kemudian dibentuklah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Y. Adapun wilayah kerja KPP Y mencakup lokasi usaha wajib pajak. Oleh karena itu, dilakukan pemindahan secara jabatan alamat kantor pelayanan pajak terdaftarnya wajib pajak.

Implikasinya, wajib pajak menerima NPWP baru dari KPP Y, tetapi masih belum terdaftar sebagai PKP. Wajib pajak diketahui baru mengukuhkan kembali usahanya sebagai PKP pada 2 Juli 2009. Selama tidak terdaftar sebagai PKP, wajib pajak telah menjalankan hak dan kewajiban PPN, termasuk mengkreditkan pajak masukan.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Menurut otoritas, wajib pajak tidak berhak melakukan pengkreditan pajak masukan untuk masa pajak Mei 2008. Alasannya, pada masa pajak tersebut wajib pajak belum mengukuhkan kembali usahanya sebagai PKP. Sebagai non-PKP, wajib pajak tidak dapat mengkreditan pajak masukan.

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan pernyataan otoritas pajak. Wajib pajak menyatakan koreksi positif pajak masukan tidak memiliki dasar hukum. Sebab, otoritas pajak tidak pernah mengirimkan surat pengukuhan PKP secara jabatan sejak 2006. Penerbitan SKPKB PPN harus didukung dengan adanya surat pengukuhan sebagai PKP tersebut. Oleh karena itu, penerbitan SKPKB PPN dinilai cacat hukum sehingga harus dibatalkan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan wajib pajak.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai koreksi positif atas pengkreditan pajak masukan yang ditetapkan otoritas pajak tidak mengandung kesalahan. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak tidak dapat mengkreditkan pajak masukan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Berikutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 45644/PP/M.VI/16/2013 tanggal 18 Juni 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis kepada Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 10 September 2013.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif pajak masukan senilai Rp221.288.248 masa pajak Mei 2008 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK telah mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai PKP di KPP X pada 2006. Atas pengukuhan sebagai PKP tersebut, Pemohon PK tidak pernah menerima surat pengukuhan PKP.

Kemudian, KPP Y dibuka dan berlokasi lebih dekat dengan tempat usaha Pemohon PK. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Pemohon PK dipindahkan secara jabatan sesuai domisilinya, dari yang awalnya terdaftar di KPP X ke KPP Y. Oleh karena itu, Pemohon PK memperoleh NPWP baru. Pada 2 Juli 2009, Termohon PK menghimbau agar Pemohon PK segera mengajukan pengukuhan sebagai PKP di wilayah kerja KPP Y.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Sementara itu, Termohon PK tetap melakukan pengkreditan pajak masukan meskipun tidak terdaftar sebagai PKP di KPP Y. Atas pengkreditan pajak masukan yang dilakukan tersebut, Termohon PK menetapkan koreksi positif.

Berkaitan dengan perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan koreksi yang ditetapkan oleh Termohon PK. Pemohon PK memberikan 4 justifikasi yang mendukung alasannya untuk tetap dapat mengkreditkan pajak masukan.

Pertama, tidak adanya surat teguran. Berdasarkan pada Pasal 13 ayat (1) huruf b UU KUP 1983, sebelum Termohon PK menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), Pemohon PK yang terlambat menyerahkan SPT Masa PPN seharusnya menerima teguran atau imbauan secara tertulis terlebih dahulu.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Kedua, pengukuhan PKP secara jabatan oleh Termohon PK dinilai tidak sah. Berdasarkan pada KMK 571/2003 juncto KEP-161/PJ/2001, Termohon PK hanya dapat menerbitkan SKPKB bila sudah menerbitkan surat pengukuhan PKP. Namun, Pemohon PK tidak pernah menerima surat pengukuhan PKP tersebut. Oleh karena itu, Pemohon PK tidak dapat menjalankan hak dan/atau kewajiban perpajakan secara baik serta benar.

Ketiga, penerbitan SKPKB PPN masa pajak Mei 2008 menjadi tidak sah. Surat pengukuhkan PKP merupakan syarat mutlak diterbitkannya SKPKB PPN. Dengan tidak adanya surat pengukuhan PKP, penerbitan SKPKB PPN menjadi cacat hukum.

Keempat, koreksi positif pajak masukan tidak memiliki dasar hukum. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa pengukuhan PKP secara jabatan dianggap tidak sah dan penerbitan SKPKB PPN juga memiliki cacat hukum. Implikasinya ialah koreksi yang ditetapkan oleh Termohon PK harus dibatalkan.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK tidak mengakui pelaporan SPT Masa PPN yang telah dilakukan oleh Pemohon PK. Alasannya, Pemohon PK belum dikukuhkan sebagai PKP sejak status wajib pajaknya telah dipindahkan ke KPP Y.

Dikarenakan sudah terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Y dan belum mengukuhkan dirinya sebagai PKP maka Pemohon PK tidak boleh melakukan mekanisme pengkreditan pajak masukan. Oleh sebab itu, Termohon PK melakukan koreksi positif atas pengkreditan pajak masukan yang dilakukan Pemohon PK.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
PPN Rumah Masih Ditanggung Pemerintah, DJP Harap Ekonomi Meningkat

Pertama, koreksi yang ditetapkan oleh Termohon PK sudah benar. Sebab, dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap di persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, Mahkamah Agung menyatakan Pemohon PK telah mengajukan pendaftaran untuk memperoleh NPWP, tetapi belum mengukuhkan usahanya sebagai PKP kepada KPP Y. Dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai bahwa permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja