RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penetapan Tarif Serta Reklasifikasi Biaya Bunga dan Royalti

Hamida Amri Safarina | Jumat, 23 Juli 2021 | 16:55 WIB
Sengketa Penetapan Tarif Serta Reklasifikasi Biaya Bunga dan Royalti

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi dividen serta perbedaan interpretasi dalam penetapan tarif atas transaksi tersebut. Dalam perkara ini, wajib pajak melakukan transaksi dengan pihak afiliasinya yang berkedudukan di Jepang (X Co).

Otoritas pajak melakukan reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi dividen karena wajib pajak tidak dapat membuktikan transaksi tersebut benar-benar terjadi.

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan seluruh koreksi otoritas pajak. Pada dasarnya biaya bunga merupakan pembayaran bunga yang wajib wajib pajak bayarkan atas pinjaman sejumlah dana. Transaksi tersebut bukan pembayaran atas dividen sebagaimana pendapat otoritas pajak.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Terkait dengan biaya royalti, pembayaran dilakukan atas pemberian Informasi berupa pengetahuan teknik pengecatan produk otomotif yang diberikan oleh X Co. Teknik tersebut digunakan untuk membantu proses produksi agar lebih efisien dan efektif. Tanpa teknik tersebut, wajib pajak sulit untuk melakukan teknik pengecatan produk otomotif sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan terdapat dua pokok sengketa.

Pertama, reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi biaya dividen. Dalam perkara ini, wajib pajak melakukan pinjaman kepada perusahaan yang berkedudukan di Jepang, yaitu X Co. Terhadap pinjaman tersebut, wajib pajak diharuskan membayar biaya bunga pinjaman. Transaksi pinjaman tersebut tidak bertujuan untuk mendapatkan dividen terselubung.

Terkait dengan biaya royalti, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak dapat membuktikan penggunaan pengetahuan atau informasi di bidang teknikal dalam usahanya. Oleh karena itu, reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi biaya dividen tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kedua, koreksi atas tarif PPh Pasal 26 terkait dengan surat keterangan domisili (SKD). Wajib pajak dapat membuktikan X Co berdomisili di Jepang. Pembuktian dengan SKD yang diterbitkan otoritas berwenang di Jepang. Oleh karena itu, tarif atas pembayaran bunga dan royalti sesuai dengan P3B antara Indonesia dan Jepang.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 71566/PP/M.XIA/13/2016 tanggal 13 Juni 2016, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 September 2016.

Terdapat dua pokok sengketa dalam perkara ini yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pertama, koreksi objek PPh Pasal 26 masa pajak Januari 2011 berupa reklasifikasi atas biaya bunga dan biaya royalti menjadi biaya dividen sebesar RpRp183.306.275. Kedua, koreksi atas tarif PPh Pasal 26 terkait dengan SKD.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat dua pokok sengketa. Pertama, reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi biaya dividen.

Reklasifikasi biaya bunga menjadi biaya dividen dilakukan karena transaksi pinjaman dana Termohon PK kepada X Co tidak dapat dibuktikan. Dokumen pendukung atas pinjaman tersebut tidak pernah disampaikan oleh Termohon PK.

Termohon PK juga tidak dapat menunjukkan dokumen perjanjian pinjaman yang menyatakan jumlah pokok pinjaman, bunga pinjaman, mekanisme pembayaran pinjaman, dan jangka waktu pinjaman.

Baca Juga:
Jaga Inflasi Terkendali, BI Putuskan Suku Bunga Acuan Tetap 6 Persen

Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, Termohon PK memiliki hubungan istimewa dengan X Co. hal tersebut ditunjukkan dengan bukti kepemilikan penyertaan modal X Co terhadap usaha Termohon PK sebesar 99%. Oleh karenanya, Pemohon PK menyimpulkan biaya bunga tersebut sebenarnya merupakan dividen terselubung.

Pemohon PK juga melakukan reklasifikasi biaya royalti menjadi biaya dividen. Untuk membuktikan biaya royalti tersebut, perlu adanya bukti kepemilikan atas kekayaan intelektual. Namun, faktanya aktivitas pemberian know-how dari X Co kepada Termohon PK tidak dapat dibuktikan.

Termohon PK juga tidak menyerahkan sertifikat legal know-how yang telah didaftarkan di lembaga terkait. Adapun bentuk know-how tersebut juga tidak diuraikan oleh Termohon PK.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Kedua, penetapan besaran tarif transaksi. Besaran tarif atas transaksi yang dilakukan Termohon PK dan X Co tidak dapat merujuk pada P3B antara Indonesia dan Jepang. Hal ini dikarenakan transaksi tersebut tidak didukung dengan SKD.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju terhadap seluruh koreksi Pemohon PK. Mengenai reklasifikasi biaya bunga menjadi dividen, pada dasarnya biaya bunga merupakan pembayaran bunga yang wajib dilakukan Termohon PK atas pinjaman sejumlah dana. Pinjaman tersebut digunakan untuk keperluan yang kegiatan usahanya. Transaksi tersebut bukan merupakan pembayaran atas dividen sebagaimana pendapat Pemohon PK.

Sementara itu, terkait dengan biaya royalti, pembayaran dilakukan atas pemberian Informasi berupa pengetahuan teknik pengecatan produk otomotif yang diberikan oleh X Co. Teknik tersebut digunakan untuk membantu proses produksi agar lebih efisiensi dan efektivitas. Tanpa teknik tersebut, Termohon PK sulit untuk melakukan teknik pengecatan produk otomotif sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Baca Juga:
Begini Pengenaan Pajak terhadap WPLN yang Jual Harta di Indonesia

Adapun penetapan tarif royalti dan bunga tersebut seharusnya berdasarkan P3B antara Indonesia dan Jepang, yakni sebesar 10%. Sebab, Termohon PK sudah membuktikan bahwa pihaknya telah menyampaikan SKD yang membuktikan domisili dari X Co sebagai lawan transaksinya.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi objek PPh Pasal 26 masa pajak Januari 2011 berupa reklasifikasi biaya bunga dan biaya royalti menjadi biaya dividen senilai Rp183.306.275 dan koreksi tarif PPh Pasal 26 tidak dapat dibenarkan.

Baca Juga:
Tarif Pajak Dipangkas, Kemenkeu Harap Masyarakat Mau Investasi di SBN

Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, pembayaran biaya royalti dan biaya bunga sudah dilengkapi dengan SKD. Termohon PK juga dapat membuktikan transaksi pinjaman bunga dan kebutuhan penggunaan know-how dari X Co. Koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 15:33 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Mengapa TP Doc Perlu Dibuat Sejak Awal Tahun? Cermati Alasannya

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah