RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pembelian Batu Bara Mentah sebagai Objek PPh Pasal 23

Rinaldi Adam Firdaus | Jumat, 28 April 2023 | 17:55 WIB
Sengketa Pembelian Batu Bara Mentah sebagai Objek PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 atas pembelian batu bara mentah (raw coal) dari penambang lokal di lokasi penambangan milik PT X.

Dalam perkara ini, wajib pajak bergerak pada bidang penjualan batu bara dan jasa penambangan batu bara yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Wajib pajak selaku pihak yang melakukan jasa penambangan terikat kontrak kerja sama dengan PT X selaku pemilik lahan dan hak tambang. Artinya, seluruh hasil tambang yang diperoleh wajib pajak merupakan milik PT X.

Di sisi lain, wajib pajak melakukan transaksi pembelian batu bara mentah kepada penambang lokal dengan nilai yang cukup besar. Adapun pihak penambang lokal tersebut juga melakukan penambangan batu bara di lokasi penambangan milik PT X. Akan tetapi, transaksi pembelian tersebut tidak disertai dengan kontrak di antara wajib pajak dan penambang lokal.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Menurut otoritas pajak, pembelian batu bara mentah yang dilakukan oleh wajib pajak kepada penambang lokal ialah sebagai bentuk penggantian atas jasa penambangan sehingga termasuk objek PPh Pasal 23.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat pembelian batu bara mentah dari penambang lokal merupakan murni transaksi pembelian karena wajib pajak hanya membayar atas batu bara mentah yang dikirimkan oleh penambang lokal sehingga tidak termasuk objek PPh Pasal 23.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat terdapat cukup bukti adanya pembayaran untuk pembelian batu bara sebesar Rp153.304.860.530 kepada penambang lokal. Oleh karena itu, Majelis berkesimpulan transaksi tersebut bukan merupakan pembayaran atas jasa penambangan batu bara.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 27644/PP/M.II/12/2010 tanggal 2 Desember 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 25 Maret 2011.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, berkaitan dengan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002).

Kedua, koreksi DPP PPh Pasal 23 atas pembelian batu bara mentah senilai Rp153.304.860.530 untuk masa pajak Januari sampai Desember 2006 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat 2 pokok sengketa. Pokok sengketa pertama berkaitan dengan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 88 ayat (1) UU 14/2002.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Dalam hal ini, salinan Putusan Pengadilan Pajak No. 27644/PP/M.II/12/2010 dikirim kepada Pemohon PK lebih dari 30 hari sejak putusan Pengadilan Pajak diucapkan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak yang dimaksud dapat dinyatakan cacat hukum (juridisch gebrek) dan harus dibatalkan demi hukum.

Selanjutnya, pokok sengketa kedua dalam putusan ini membahas tentang koreksi DPP PPh Pasal 23 atas pembelian batu bara mentah senilai Rp153.304.860.530. Dalam kasus ini, Termohon PK membeli batu bara mentah dari penambang lokal di lokasi penambangan PT X yang berada di Kalimantan Selatan.

Menurut Pemohon PK, pembayaran atas pembelian batu bara mentah yang dilakukan oleh Termohon PK kepada penambang lokal ialah bentuk penggantian atas jasa penambangan sehingga termasuk objek PPh Pasal 23. Pemohon PK berpendapat demikian karena tidak terdapat kontrak atau perjanjian kerja sama antara Termohon PK dan penambang lokal atas pembelian batu bara mentah tersebut meskipun jumlah pembeliannya sangat material.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Di sisi lain, terdapat kontrak kerja sama antara PT X selaku pemilik lahan dan hak tambang dengan Termohon PK selaku pihak yang melakukan jasa penambangan batu bara di lokasi penambangan milik PT X. Berdasarkan pada kontrak tersebut, dapat diketahui bahwa yang memiliki hak penambangan adalah PT X. Namun, yang melakukan pekerjaan penambangan adalah Termohon PK sehingga semua hasil tambang yang berada di lokasi penambangan tersebut dimiliki oleh PT X.

Berdasarkan pada kondisi tersebut, Pemohon PK menyimpulkan pembayaran atas pembelian batu bara mentah yang dilakukan oleh Termohon PK kepada penambang lokal ialah bentuk penggantian jasa penambangan sehingga termasuk objek PPh Pasal 23. Sebab, batu bara mentah yang diserahkan penambang lokal kepada Termohon PK berasal dari lokasi penambangan milik PT X. Dengan kata lain, batu bara tersebut tetap milik PT X dan bukan milik penambang lokal tersebut.

Kendati demikian, dalam konteks kasus ini, Termohon PK diketahui belum melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas penggantian jasa penambangan yang dilakukan oleh penambang lokal tersebut. Sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf angka 2 UU No. 7 Tahun 1983 s.t.d.d UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, atas jasa lain selain jasa yang dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 terutang PPh Pasal 23 sebesar 15% yang dihitung dari perkiraan neto.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Kemudian, Pasal 2 huruf b juncto Lampiran II No. 2 huruf d KEP-170/PJ/2002 menegaskan jasa penambangan dan jasa penunjang pada bidang penambangan selain migas termasuk bagian dari jenis jasa lain yang dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%. Adapun perkiraan penghasilan neto yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, yaitu sebesar 40% dari jumlah bruto tidak termasuk pajak pertambahan nilai.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menyatakan koreksi yang dilakukannya sudah benar. Oleh karena itu, pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku (contra legem).

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK terhadap pokok sengketa kedua. Termohon PK berpendapat transaksi yang dilakukannya dengan para penambang lokal merupakan murni transaksi pembelian. Sebab, seandainya yang dilakukan oleh penambang lokal adalah jasa penambangan maka biaya-biaya yang akan Termohon PK bayarkan adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan penambangan, seperti biaya penggalian tanah awal, biaya batu bara, dan lain-lain.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Namun, faktanya Termohon PK hanya membayar atas batu bara mentah yang dikirimkan oleh penambang lokal. Oleh sebab itu, transaksi yang dilakukan antara Termohon PK dengan penambang lokal tersebut murni transaksi pembelian batu bara mentah sehingga tidak termasuk objek PPh Pasal 23.

Dengan demikian, Termohon PK menyatakan bahwa koreksi DPP PPh Pasal 23 atas pembelian batu bara mentah senilai Rp153.304.860.530 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2006 tidak benar sehingga harus dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. 27644/PP/M.II/12/2010 yang menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
5 Alasan Permohonan Peninjauan Kembali di Tingkat Mahkamah Agung

Pertama, alasan permohonan PK mengenai Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.27644/PP/M.II/12/2010 yang tidak memenuhi Pasal 88 ayat (1) UU 14/2002 tidak dapat dibenarkan. Sebab, persoalan mengenai pengiriman salinan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai jangka waktu tidak dapat membatalkan putusan.

Kedua, alasan-alasan permohonan PK atas koreksi pembelian batu bara mentah juga tidak dapat dibenarkan. Menurut Mahkamah Agung, pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak No. 27644/PP/M.II/12/2010 yang mengabulkan seluruh permohonan banding sudah tepat dan benar. Hal ini disebabkan karena terbukti adanya pembayaran atas pembelian batu bara dari penambang lokal sehingga pembayaran senilai Rp153.304.860.530 bukan merupakan pembayaran atas jasa penambangan batu bara.

Dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Kemudian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB KONSULTASI PAJAK

Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak