RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pembebasan dan Restitusi PPnBM atas Kendaraan Angkutan Umum

Hamida Amri Safarina | Jumat, 09 April 2021 | 15:55 WIB
Sengketa Pembebasan dan Restitusi PPnBM atas Kendaraan Angkutan Umum

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang pembebasan dan restitusi pajak penjualan barang mewah (PPnBM) atas penyerahan kendaraan tergolong mewah yang digunakan untuk angkutan umum.

Perlu dipahami terlebih dahulu dalam perkara ini, wajib pajak telah melakukan pembelian kendaraan bermotor mewah dari PT X. Terhadap pembelian kendaraan ini, wajib pajak sudah melapor dan membayarkan PPnBM.

Kemudian, kendaraan bermotor tersebut diserahkan kepada PT Y selaku pihak yang memesan kendaraan. Saat wajib pajak melakukan penyerahan kendaraan bermotor tersebut, PT Y dapat menunjukkan surat keterangan bebas PPnBM.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Terhadap situasi tersebut, otoritas pajak menilai PT X tidak berhak mendapatkan pembebasan PPnBM. Sebab, wajib pajak tidak pernah menyerahkan surat keterangan bebas PPnBM selama proses pemeriksaan berlangsung. Dengan begitu, wajib pajak juga tidak berhak mengajukan restitusi PPnBM.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan berdasarkan pada Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-229/PJ./2003, penyerahan kendaraan bermotor tergolong mewah yang digunakan untuk angkutan umum dapat dibebaskan dari PPnBM.

Dalam hal ini, wajib pajak telah melakukan penyerahan kendaraan bermotor yang tergolong mewah untuk angkutan umum dan dilengkapi dengan surat keterangan bebas PPnBM.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Dengan diberikannya pembebasan PPnBM maka wajib pajak berhak untuk mendapatkan pengembalian atau restitusi PPnBM yang telah dibayarkannya saat melakukan pembelian kendaraan bermotor tersebut dari PT X. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak berdasar sehingga harus ditolak.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak telah melakukan penyerahan kendaraan bermotor yang tergolong mewah. Adapun kendaraan tersebut digunakan sebagai kendaraan umum.

Berdasarkan pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-229/PJ./2003, terhadap penyerahan kendaraan bermotor tergolong mewah yang digunakan untuk angkutan umum dibebaskan dari pengenaan PPnBM.

Dalam perkara ini, terhadap penyerahan kendaraan bermotor dari Termohon PK ke PT Y sudah dilengkapi dengan surat keterangan bebas PPnBM. Dengan demikian, PT Y berhak untuk mendapatkan pembebasan PPnBM dan wajib pajak juga berhak memperoleh restitusi atas PPnBM yang telah dibayarkannya saat pembelian dari PT X.

Baca Juga:
Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Tawarkan Fasilitas Kepabeanan

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 69064/PP/M.XIA/17/2016 tertanggal 7 Maret 2016, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 22 Juni 2017.

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi negatif atas penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM sebesar Rp12.409.090.909 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat penyerahan kendaraan bermotor tergolong mewah yang tidak dilaporkan dan tidak dipungut PPnBM. Pemohon PK menilai penyerahan kendaraan bermotor yang tergolong mewah tersebut tidak dapat diberikan pembebasan PPnBM.

Baca Juga:
Insentif Cuma untuk Mobil Listrik dan Hybrid, Ternyata Ini Alasannya

Pemohon PK menyetujui penyerahan kendaraan bermotor tergolong mewah yang digunakan untuk angkutan umum memang dapat diberikan pembebasan PPnBM. Namun, pembebasan PPnBM tersebut baru bisa dilakukan apabila Termohon PK telah memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-229/PJ./2003, yakni mempunyai surat keterangan bebas PPnBM yang diterbitkan dirjen pajak.

Dalam transaksi ini, Termohon PK tidak pernah menyerahkan surat keterangan bebas tersebut selama proses pemeriksaan. Selain itu, dalam faktur pajak yang diterbitkannya juga tidak mencantumkan nilai PPnBMnya.

Oleh karena itu, terhadap penyerahan kendaraan bermotor yang tergolong mewah tersebut tidak dapat diberikan pembebasan PPnBM. Selain itu, Termohon PK juga tidak berhak memperoleh restitusi sebagaimana permohonan yang diajukannya.

Baca Juga:
Kurs Pajak: Bergerak Dinamis, Rupiah Masih Melemah terhadap Dolar AS

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Perlu dipahami terlebih dahulu dalam perkara ini, Termohon PK telah melakukan pembelian kendaraan bermotor mewah dari PT X. Terhadap pembelian kendaraan ini, Termohon PK membayar PPnBM kepada Pemohon PK.

Kemudian kendaraan bermotor tersebut diserahkan kepada PT Y selaku pihak yang memesan kendaraan tersebut. Saat Termohon PK melakukan penyerahan kendaraan bermotor tersebut, PT Y dapat menunjukkan surat keterangan bebas PPnBM. Dengan kata lain, terhadap penyerahan kendaraan bermotor tersebut berhak memperoleh pembebasan PPnBM.

Adapun surat keterangan bebas PPnBM yang ditunjukkan PT Y tersebut juga sudah disampaikan kepada Pemohon PK dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dengan diberikannya pembebasan PPnBM, Termohon PK berhak untuk mendapatkan pengembalian atau restitusi PPnBM yang telah dibayarkannya saat melakukan pembelian kendaraan bermotor dari PT X. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dinilai tidak berdasar sehingga harus ditolak.

Baca Juga:
Kemenkeu Catat Belanja Perpajakan 2023 Tembus Rp362 Triliun, Naik 6,3%

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi negatif atas penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM sebesar Rp12.409.090.909 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, penyerahan kendaraan bermotor dari Termohon PK kepada PT Y telah didukung dengan faktur pajak dan surat keterangan bebas PPnBM. Dengan kata lain, penyerahan kendaraan bermotor tersebut berhak memperoleh pembebasan PPnBM dan Termohon PK juga berhak mendapatkan restitusi atas PPnBM yang dibayarkannya. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK dinilai tidak benar sehingga harus dibatalkan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, dalil-dalil permohonan PK dinilai tidak berdasar sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Tawarkan Fasilitas Kepabeanan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?