RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi atas pembebanan biaya pemusnahan barang rusak (damage goods).
Dalam perkara ini, otoritas pajak menyatakan pembebanan biaya damage goods tersebut tidak didukung dengan bukti-bukti, terutama informasi mengenai acara penghapusan aktiva/barang rusak. Oleh karena itu, otoritas pajak melakukan koreksi atas biaya pemusnahan barang rusak itu.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan pembebanan biaya tersebut telah dilakukan dengan benar. Pemusnahan barang tersebut didukung dengan nota retur. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Adapun koreksi yang dilakukan otoritas pajak terkait dengan biaya pemusnahan barang rusak (damage goods). Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai biaya pemusnahan barang rusak tersebut merupakan pengeluaran yang memang dapat dibebankan.
Pembebanan tersebut dapat dilakukan karena wajib pajak dapat membuktikan pihaknya telah benar melakukan pemusnahan barang yang didukung dengan nota retur dari pihak terkait. Oleh karena itu, koreksi positif atas biaya pemusnahan barang rusak tidak dapat dipertahankan sehingga harus dibatalkan.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.53834/PP/M.XI.B/15/2014 tertanggal 2 Juli 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 10 Oktober 2014.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif atas biaya damage goods senilai Rp662.308.140 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Adapun pokok sengketa dalam kasus ini adalah terkait dengan pembebanan biaya pemusnahan barang rusak yang tidak didukung cukup bukti.
Pemohon PK berpendapat segala aktivitas perusahaan harus didokumentasikan dan dicatat dalam pembukuan untuk tujuan pelaporan keuangan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU No. 6 Tahun 1983 s.t.d.t.d. UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Mengacu pada ketentuan di atas, pembebanan biaya damage goods juga perlu disertai bukti-bukti terkait. Adapun bukti-bukti yang dimaksud meliputi dokumen purchase order, bukti pengiriman barang, invoice, faktur, bukti return penjualan (nota retur), dan berita acara pemusnahan barang tersebut.
Dengan tidak adanya dokumen-dokumen di atas maka Pemohon PK tidak dapat meyakini kebenaran dari pemusnahan barang. Oleh karena itu, atas biaya yang telah dikeluarkan oleh Termohon PK tersebut tidak dapat dibebankan.
Berkaitan dengan bukti, Termohon PK hanya memberikan informasi berupa berupa nota retur dari pembeli. Bukti berupa nota retur tersebut tidak dapat membuktikan biaya damage goods benar adanya. Nota retur hanya membuktikan pihak pembeli mengembalikan sejumlah barang yang dibeli.
Pemohon PK berpendapat putusan Majelis Hakim Pengadilan tidak berdasarkan pada data dan dokumen (alat bukti) yang sesuai dengan ketentuan. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah tepat dan benar.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK. Pembebanan biaya damage goods telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan disertai bukti-bukti yang cukup.
Menurut Termohon PK, biaya damage goods merupakan biaya yang timbul akibat terjadinya pemusnahan inventaris (inventory) akibat barang sudah expired atau daluwarsa. Dengan kata lain, biaya yang timbul dari pemusnahan barang tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto Termohon PK.
Termohon PK telah membuktikan biaya damage goods benar adanya dan pernyataannya didukung dengan bukti berupa nota retur. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak benar dan harus dibatalkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sehingga menyebabkan pajak lebih dibayar sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan-alasan permohonan PK dalam perkara a quo mengenai koreksi positif biaya damage goods beverage senilai Rp662.308.140 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam perkara ini, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Pendapat dan kesimpulan Pemohon PK harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berlandaskan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak memiliki landasan yang jelas. Dengan demikian, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK dianggap sebagai pihak yang kalah dan harus membayar biaya perkara. (Maria Magdalena/kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.