RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai pengujian kewajaran transaksi wajib pajak dengan pihak afiliasi. Sebagai informasi, Termohon PK memiliki kegiatan usaha yang memproduksi, merakit, dan menjual peralatan konstruksi berupa excavator, bulldozer, small bulldozer, dan work tools.
Otoritas pajak menyatakan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Pemohon PK, transaksi wajib pajak dengan pihak afiliasi dinilai tidak mencerminkan kewajaran dan kelaziman usaha. Selain itu, otoritas pajak menganggap penggunaan data pembanding wajib pajak dalam analisis transfer pricing tidak tepat.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan koreksi otoritas pajak. Sebab, transaksi yang dilakukannya dengan pihak afiliasi sudah wajar dan didukung dengan transfer pricing documentation (TP Doc).
Menurut wajib pajak, otoritas pajak tidak konsisten dalam menggunakan data pembanding pada tahap pemeriksaan dan keberatan. Selain itu, data pembanding yang digunakan otoritas pajak saat keberatan berasal dari data internal otoritas pajak. Wajib pajak menilai penggunaan data internal tersebut tidak dapat dibenarkan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah meneliti dokumen-dokumen yang diserahkan maupun yang dibahas dalam persidangan, termasuk dokumen transfer pricing dari wajib pajak.
Berdasarkan penelitian tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan pihak afiliasi telah sesuai dengan prinsip-prinsip kewajaran. Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai penggunaan data internal otoritas pajak untuk menentukan pembanding tidak dapat dibenarkan.
Salah satu hakim (selanjutnya disebut Hakim A) memberikan dissenting opinion terkait dengan transaksi wajib pajak dengan pihak afiliasi. Menurut Hakim A, transaksi wajib pajak dengan X Co tidak mencerminkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Adapun penyebab kerugian wajib pajak bukan pengaruh krisis perekonomian, melainkan adanya biaya yang dibebankan oleh pihak afiliasi ke wajib pajak.
Meski demikian, atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak.
Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 62436/PP/M.VIIIA/15/2015 tanggal 29 Juni 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 7 Oktober 2015.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi otoritas pajak atas peredaran usaha senilai US$12.899.140 karena transaksi yang dilakukan wajib pajak tidak memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi positif peredaran usaha senilai US$12.899.140 berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap SPT PPh Badan.
Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, transaksi yang dilakukan Termohon PK mempunyai hubungan istimewa dengan pihak pihak afiliasi. Selain itu, transaksi dengan pihak afiliasi tersebut tidak didukung dengan data dan dasar perhitungan yang jelas.
Dalam proses keberatan, Termohon PK baru memberikan TP Doc kepada Pemohon PK. Padahal, pembukuan, catatan, data, dan informasi yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, tidak dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.
Oleh karena itu, Pemohon PK melakukan analisis transfer pricing sendiri dengan menggunakan metode TNMM. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Pemohon PK, transaksi Termohon dengan pihak afiliasi dinilai tidak wajar. Selain itu, data pembanding yang digunakan Termohon PK juga tidak tepat.
Pemohon PK mengakui pada 2009, industri alat berat di Indonesia memang mengalami penurunan penjualan. Hal ini sebagaimana terjadi pada perusahaan A dan perusahaan B. Namun, kedua perusahaan tersebut tetap membukukan laba operasi pada 2009, sedangkan Termohon PK menyatakan mengalami kerugian.
Menurut Pemohon PK, perusahaan A dan perusahaan B layak dijadikan data pembanding untuk mengukur kewajaran transaksi yang dilakukan Termohon. Adapun kedua perusahaan tersebut tidak masuk dalam data pembanding yang digunakan oleh Termohon PK.
Berdasarkan pada analisis Pemohon, diketahui kerugian yang dialami Termohon PK bukan disebabkan dari kondisi perekonomian global sehingga terjadi penurunan penjualan. Kerugian terjadi akibat adanya biaya-biaya yang dibebankan dari pihak afiliasi sehingga menggerus laba Termohon PK.
Termohon PK tidak setuju dengan koreksi peredaran usaha yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK berpendapat hingga akhir 2009 belum ada peraturan pelaksana mengenai pembuatan TP Doc terkait dengan transaksi hubungan istimewa. Namun, Termohon beritikad baik untuk membuat TP Doc dan terbukti transaksi yang dilakukannya sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Selanjutnya, Termohon berdalil penggunaan data pembanding Pemohon PK tidak konsisten dalam proses pemeriksaan dan keberatan. Menurut Termohon, data pembanding pada proses keberatan oleh Pemohon PK berasal dari data internal Pemohon.
Pemohon PK seharusnya menggunakan data pembanding yang tersedia untuk umum. Selain itu, Termohon PK juga tidak diberikan kesempatan untuk menanggapi data pembanding yang dipakai Pemohon PK.
Termohon PK menilai Pemohon PK tidak dapat hanya membandingkan laba Termohon PK dengan wajib pajak lainnya. Pemohon PK seharusnya melakukan penelitian lebih dalam terkait dengan analisa fungsi, aset, risiko, dan kondisi perekonomian saat itu. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi Pemohon PK atas peredaran usaha sebesar US$12.899.140 sehubungan dengan transaksi Termohon PK dengan pihak afiliasi tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan pihak afiliasinya dinilai telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. *
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.