RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Bunga Pinjaman Luar Negeri yang Kurang Bayar

Hamida Amri Safarina | Rabu, 28 Oktober 2020 | 17:01 WIB
Sengketa Pajak atas Bunga Pinjaman Luar Negeri yang Kurang Bayar

RESUME putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak atas bunga pinjaman luar negeri yang masih kurang bayar. Dalam hal ini, wajib pajak melakukan pinjaman kepada perusahaan di Arab Saudi (X Co), berdasarkan short term loan agreement.

Otoritas pajak melakukan koreksi sebab berdasarkan penelitian terdapat transaksi pembayaran bunga pinjaman oleh wajib pajak kepada X Co yang tidak dipotong PPh Pasal 26. Sebaliknya, wajib pajak berdalil telah memotong PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga kepada X Co dengan benar.

Menurut wajib pajak, penghitungan bunga pinjaman dilakukan dengan memperhatikan perubahan perjanjian yang tertuang dalam amendment of short term loan agreement pada 29 Desember 2009.

Baca Juga:
FEB UI Adakan Kompetisi Kasus Pajak untuk Mahasiswa, Tertarik?

Sebab, dalam dokumen perubahan tersebut, jumlah pinjaman wajib pajak lebih sedikit dibandingkan yang tertulis dalam short term loan agreement. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak. Putusan lebih lengkapnya dapat diunduh di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding atas keberatan terhadap penetapan Ditjen Pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan penentuan bunga pinjaman yang dibayarkan wajib pajak kepada X Co dilakukan berdasar short term loan agreement dan amendment of short term loan agreement.

Baca Juga:
Apa yang Jadi Dasar Pengambilan Putusan Sidang Pengadilan Pajak?

Pembebanan bunga pinjaman masa pajak Maret 2010 oleh wajib pajak telah sesuai dengan amendment of short term loan agreemen yang juga merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan short term loan agreement.

Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan. Karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak.

Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 55912/PP/M.IIIA/13/2014 tanggal 7 Oktober 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Januari 2015.

Baca Juga:
Putusan Pengadilan Pajak Perlu Sesuai UU, 4 WP Badan Ajukan Gugatan

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 masa pajak Maret 2010 sebesar Rp7.452.585 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, dalam perkara ini Termohon PK melakukan pinjaman sejumlah kepada X Co yang berkedudukan di Arab Saudi berdasarkan short term loan agreement.

Pemohon PK melakukan koreksi karena berdasarkan penelitian terdapat transaksi pembayaran bunga pinjaman oleh Termohon PK ke X Co yang tidak dipotong PPh Pasal 26 pada masa pajak Maret 2010.

Baca Juga:
Tilap Rp 109 Miliar, Artis Cantik Ini Kembali Tersandung Kasus Pajak

Padahal, Pasal 26 UU No. 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d. UU No. 36 Tahun 2008 menyatakan atas pembayaran bunga harus dilakukan pemotongan PPh Pasal 26. Namun, dalam hal ini Termohon PK tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga pinjaman kepada X Co.

Selain itu, saat keberatan, Termohon PK baru menyerahkan dokumen amendment of short term loan agreement. Menurut Pasal 26A ayat 4 UU No. 6 Tahun 1983 s.t.d.t.d. UU No. 16 Tahun 2009, data yang tidak diberikan saat pemeriksaan tidak dapat dipertimbangkan penyelesaian keberatannya.

Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan dalil Pemohon PK. Sebab, perjanjian atas pinjaman yang dilakukan Termohon PK dengan X Co telah mengalami perubahan dan tertuang dalam amendment of short term loan agreement.

Baca Juga:
Sidik Kasus Pajak, Otoritas Ini Lakukan Penggeledahan di Bandara

Dalam amendment of short term loan agreement tersebut, jumlah pinjaman Termohon PK kepada X Co lebih sedikit dibandingkan yang tertulis dalam perjanjian awal. Artinya, Pemohon PK terlalu tinggi menetapkan bunga pinjaman tersebut tanpa mempertimbangkan isi perjanjian yang telah diubah.

Selanjutnya, Termohon PK berdalil telah melakukan pemotongan PPh Pasal 26 saat dibayarkannya bunga pinjaman tersebut dengan benar. Dengan demikian, koreksi Pemohon PK tidak sesuai fakta yang terjadi sehingga harus dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat.

Baca Juga:
Alur Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak

Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut. Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 26 masa pajak Maret 2010 sebesar Rp43.097.813 tidak dapat dibenarkan.

Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, penghitungan bunga pinjaman yang dibayarkan kepada X Co terikat dengan isi amandement short term agreement yang dibuat Termohon PK dengan X Co. Karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan dan fakta yang terjadi.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Bsi)

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 17 September 2024 | 14:00 WIB LOMBA PAJAK

FEB UI Adakan Kompetisi Kasus Pajak untuk Mahasiswa, Tertarik?

Rabu, 29 Mei 2024 | 14:00 WIB PENGADILAN PAJAK

Apa yang Jadi Dasar Pengambilan Putusan Sidang Pengadilan Pajak?

Selasa, 13 Februari 2024 | 15:15 WIB UU PENGADILAN PAJAK

Putusan Pengadilan Pajak Perlu Sesuai UU, 4 WP Badan Ajukan Gugatan

Jumat, 29 September 2023 | 10:00 WIB KASUS PAJAK

Tilap Rp 109 Miliar, Artis Cantik Ini Kembali Tersandung Kasus Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra