RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Objek PPh Pasal 26 Bunga Pinjaman yang Tidak Dipotong

Hamida Amri Safarina | Rabu, 14 April 2021 | 16:42 WIB
Sengketa Objek PPh Pasal 26 Bunga Pinjaman yang Tidak Dipotong

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum mengenai objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas bunga pinjaman yang tidak dipotong. Dalam perkara ini, wajib pajak telah melakukan peminjaman sejumlah dana dari perusahaan yang berdomisili di Arab Saudi (X Co).

Kegiatan peminjaman tersebut diatur dalam short term agreement dan schedule of payment yang telah disepakati wajib pajak dengan X Co. Dalam proses pelaksanaan perjanjian tersebut, wajib pajak dan X Co melakukan penyesuaian dan perubahan terhadap amendment short term agreement.

Otoritas pajak melakukan koreksi karena wajib pajak dinilai tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga pinjaman. Sebaliknya, wajib pajak menyatakan sudah melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga pinjaman kepada X Co.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Dalam perkara ini, otoritas pajak terlalu tinggi dalam menghitung pajak atas bunga pinjaman luar negeri. Penghitungan pajak atas bunga pinjaman yang dilakukan otoritas pajak hanya berdasarkan pada short term agreement, tanpa mempertimbangkan amendment short term agreement. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat otoritas pajak terlalu tinggi dalam menetapkan pajak atas bunga pinjaman wajib pajak.

Berdasarkan pada penelitian, diketahui wajib pajak dan pihak X Co telah menandatangani amendment short term agreement terkait dengan peminjaman sejumlah dana. Dalam amendment short term agreement tersebut, terdapat perubahan atau penyesuaian jumlah dana pinjaman yang dipinjam wajib pajak dari X Co.

Dengan kata lain, pajak atas bunga pinjaman juga harus disesuaikan dengan jumlah pinjaman dalam amendment short term agreement. Pembebanan bunga pinjaman wajib pajak untuk tahun pajak 2010 telah sesuai dengan amendment short term agreement.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Adapun amendment short term agreement tersebut telah disampaikan wajib pajak kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak pada saat persidangan. Dalam kasus ini, koreksi yang dilakukan wajib pajak berdasarkan pada short term agreement saja, tanpa memperhatikan perubahannya. Dengan kata lain, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 55910/PP/M.IIIA/13/2014 tertanggal 7 Oktober 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Januari 2015.

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 masa pajak Januari 2010 senilai Rp46.475.000 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami terlebih dahulu, Termohon PK telah melakukan peminjaman sejumlah dana dari X Co yang berdomisili di Saudi Arabia.

Pinjaman tersebut tertuang dalam short term agreement dan schedule of payment yang telah disepakati oleh Termohon PK dengan X Co. Dalam proses pelaksanaan perjanjian tersebut, Termohon PK dan X Co melakukan penyesuaian dan perubahan terhadap amendment short term agreement.

Pada saat pemeriksaan, Termohon PK telah memberikan short term agreement dan schedule of payment kepada Pemohon PK. Adapun, dalam short term agreement dan schedule of payment tersebut telah disebutkan jumlah pinjaman dana Termohon PK.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Namun, pada saat itu, Termohon PK tidak menunjukkan amendment short term agreement kepada Pemohon PK. Oleh karena itu, penghitungan pajak atas bunga pinjaman dilakukan berdasarkan short term agreement.

Termohon PK baru menyerahkan amendment short term agreement kepada Pemohon PK pada saat keberatan. Padahal, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP. Merujuk pada hasil pemeriksaan, Termohon PK terbukti tidak melaporkan serta memotong PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga pinjaman kepada X Co. Dengan begitu, Pemohon PK melakukan koreksi DPP PPh Pasal 26.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Menurut Termohon PK, Pemohon PK terlalu tinggi dalam menghitung bunga pinjaman luar negeri. Penghitungan jumlah pinjaman dana yang dilakukan Pemohon PK hanya berdasarkan pada short term agreement, tanpa mempertimbangkan amendment short term agreement.

Termohon PK berdalil pihaknya sudah melakukan pelaporan dan pemotongan PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman. Jumlah pajak atas bunga pinjaman tersebut juga telah disesuaikan dengan amendment short term agreement. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
5 Alasan Permohonan Peninjauan Kembali di Tingkat Mahkamah Agung

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 26 masa pajak Januari 2020 senilai Rp46.475.000 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, Pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, bunga pinjaman yang dibayarkan Termohon PK kepada X Co terikat dengan amandement short term agreement. Dengan demikian, penghitungan pajak atas bunga pinjaman tersebut dilakukan berdasarkan pada amandement short term agreement. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga harus ditolak.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Jumat, 13 Desember 2024 | 13:42 WIB BINUS UNIVERSITY

Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra