RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang kewenangan pemungutan pajak atas jasa pelatihan karyawan dan penetapan besaran tarif bunga pinjaman.
Perlu dipahami terlebih dahulu, wajib pajak bekerja sama dengan X Co yang berdomisili di China untuk memberikan jasa pelatihan untuk karyawan wajib pajak. Selain itu, dalam perkara ini, wajib pajak juga telah meminjam sejumlah dana dari pihak Y Co yang berkedudukan di Prancis.
Otoritas pajak menyatakan terhadap pembayaran jasa pelatihan karyawan kepada X Co termasuk objek PPh Pasal 26. Namun, dalam hal ini, wajib pajak tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 26 tersebut.
Selain itu, otoritas pajak juga melakukan koreksi atas besaran tarif bunga pinjaman. Menurut otoritas pajak, terhadap bunga pinjaman tersebut seharusnya dikenakan tarif sebesar 20%. Sebab, wajib pajak tidak dapat membuktikan kedudukan Y Co berada di Prancis.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, pembayaran jasa pelatihan karyawan tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 26. Sebab, pelatihan tidak dilakukan di Indonesia.
Selanjutnya, wajib pajak berdalil besaran tarif bunga pinjaman ialah 15%. Wajib pajak sudah dapat membuktikan domisili dari Y Co berdasarkan pada surat keterangan domisili.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak dapat membuktikan jasa pelatihan karyawan tidak termasuk objek PPh Pasal 26.
Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menetapkan tarif bunga pinjaman sebesar 15% sesuai dengan P3B antara Indonesia dan Prancis. Dengan demikian, dapat disimpulkan koreksi otoritas pajak atas objek PPh Pasal tidak dapat dipertahankan.
Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 42726/PP/M.I/13/2013 tertanggal 16 Januari 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 30 April 2013.
Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2008 senilai Rp48.494.314.402 yang tidak dapat dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi berdasarkan ekualisasi DPP PPN jasa luar negeri dengan SPT PPh Pasal 26. Berdasarkan pada ekualisasi tersebut, Pemohon PK melakukan koreksi atas dua hal.
Pertama, koreksi atas biaya pelatihan karyawan. Perlu dipahami, biaya jasa pelatihan tersebut diberikan oleh X Co yang berkedudukan di China. Terkait dengan koreksi biaya jasa pelatihan, Pemohon PK menyatakan biaya jasa pelatihan karyawan merupakan objek PPh Pasal 26. Namun, Termohon PK tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan jasa pelatihan yang diterima oleh X Co.
Kedua, koreksi atas biaya bunga pinjaman. Dalam hal ini, Termohon PK telah meminjam sejumlah dana kepada Y Co. Atas pinjaman tersebut, Termohon PK diwajibkan membayar bunga pinjaman kepada Y Co.
Menurut Pemohon PK, terhadap pembayaran bunga pinjaman tersebut seharusnya dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20%. Penetapan besaran tarif tersebut dilakukan karena Termohon PK tidak dapat membuktikan domisili dari Y Co. Surat keterangan domisili yang diberikan Termohon PK yang berisi lokasi usaha Y Co dinilai tidak valid.
Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Dalam proses pemeriksaan, Termohon PK telah menyampaikan ekualisasi objek PPh Pasal 26 dengan ledger serta DPP PPN luar negeri. Merujuk pada ekualisasi tersebut, seluruh objek PPh Pasal 26 sudah dilaporkan dalam SPT dengan benar.
Termohon PK berdalil jasa pelatihan yang diberikan X Co tersebut dilakukan di China, bukan di Indonesia. Dengan begitu, pemungutan pajak atas jasa yang diberikan X Co menjadi kewenangan Pemerintah China. Pengenaan pajaknya hanya dapat dilakukan di Indonesia apabila X Co tersebut melakukan jasa di Indonesia melalui suatu BUT.
Kegiatan X Co yang memberikan jasa pelatihan untuk karyawan Termohon PK tersebut tidak menimbulkan suatu BUT di Indonesia. Oleh karena itu, pembayaran jasa pelatihan karyawan dari Termohon PK kepada X Co tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 26.
Sementara itu, terkait dengan objek PPh Pasal 26 berupa bunga pinjaman seharusnya dikenakan tarif sebesar 15% sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) P3B antara Indonesia dan Prancis.
Dalam hal ini, Termohon PK dapat membuktikan Y Co berkedudukan di Prancis berdasarkan pada surat keterangan domisi yang dikeluarkan otoritas pajak. Dengan kata lain, Y Co berhak memanfaatkan tarif atas bunga pinjaman sebagaimana diatur dalam P3B tersebut.
Terhadap koreksi yang dilakukan Pemohon PK, Termohon PK berdalil sudah memberikan bukti-bukti pendukung. Bukti pendukung atas sengketa ini ialah surat keterangan domisili, invoice, dan bukti pembayaran. Berdasarkan pada penjelasan di atas maka dapat dibuktikan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak tepat sehingga harus dibatalkan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 26 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2008 senilai Rp48.494.314.402 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara ini, Mahkamah Agung menetapkan biaya jasa pelatihan karyawan bukan merupakan objek PPh Pasal 26 dan besaran tarif atas biaya bunga pinjaman ialah 15%. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.