RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Ketidakwajaran Transaksi atas Pembelian Bahan Baku

Hamida Amri Safarina | Jumat, 17 Desember 2021 | 16:25 WIB
Sengketa Ketidakwajaran Transaksi atas Pembelian Bahan Baku

Resume Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai ketidakwajaran transaksi atas pembelian bahan baku yang dilakukan wajib pajak dengan pihak afiliasinya.

Sebagai informasi, wajib pajak merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pemotongan baja. Dalam menjalankan usahanya, wajib pajak melakukan pembelian bahan baku kepada pihak independen (PT X).

Terhadap pembelian bahan baku tersebut, X Co selaku pihak afiliasi dari Pemohon PK membayarnya terlebih dahulu kepada PT X. Kemudian, Pemohon PK melakukan penggantian kepada X Co sejumlah harga bahan baku yang dibeli dari PT X.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Otoritas pajak melakukan koreksi atas HPP karena adanya ketidakwajaran transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan X Co. Ketidakwajaran tersebut tercermin dari pernyataan wajib pajak yang membeli bahan baku ke pihak independen, tetapi pembayarannya dilakukan kepada X Co selaku pihak afiliasi dengan menggunakan skema utang.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat pembelian bahan baku benar-benar dilakukan terhadap pihak independen. Pihak X Co dalam hal ini hanya memberikan pinjaman berupa dana talangan untuk pembelian bahan baku kepada PT X.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak permohonan PK dari wajib pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding atas koreksi terhadap HPP yang diberikan oleh otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat otoritas pajak melakukan koreksi atas HPP berdasarkan pada prinsip kewajaran transaksi terhadap X Co selaku afiliasi wajib pajak.

Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, meskipun wajib pajak menyatakan pembelian dilakukan dari pihak independen, arus uang dan arus utang terkait dengan pembelian barang terjadi antara wajib pajak dan X Co. Oleh karena itu, wajib pajak telah terbukti membeli bahan baku dari pihak yang memiliki hubungan istimewa dengannya.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding wajib pajak melalui Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 68377/PP/M.XIB/15/2016. Atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, wajib pajak mengajukan PK ke Sekretariat Pengadilan Pajak pada 20 Mei 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi harga pokok penjualan atas pembelian bahan baku senilai US$4.928.830 yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK tidak setuju dengan analisis arus utang dan arus uang yang dilakukan Termohon PK. Sebab, untuk mengetahui asal pembelian bahan baku, Majelis Hakim Pengadilan Pajak seharusnya menelusuri arus barang dan arus uang yang terkait dengan pembelian bahan baku, bukan arus uang dan arus utang.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Arus utang Pemohon PK kepada X Co ini muncul karena X Co telah membayarkan terlebih dahulu atas pembelian bahan baku. Oleh karena itu, dapat disimpulkan pembelian bahan baku Pemohon PK tidaklah terkait dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksi pembelian bahan baku tersebut nyata-nyata dilakukan kepada PT X selaku perusahaan independen.

Selanjutnya, untuk membuktikan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, Pemohon PK menyerahkan transfer pricing documentation (TPD) dengan menyertakan 8 perusahaan pembanding yang memiliki karakteristik sama dengan Pemohon PK. Dengan kata lain, tidak ada isu mengenai transaksi yang tidak wajar.

Sebaliknya, Termohon PK melakukan koreksi atas HPP senilai US$4.928.830 karena adanya ketidakwajaran dalam transaksi pembelian bahan baku yang dilakukan Pemohon PK dengan X Co. Adapun koreksi tersebut dilakukan Termohon PK setelah adanya hasil analisis transfer pricing dengan menggunakan metode TNMM dan indikator tingkat laba.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Termohon PK menilai 8 perusahaan pembanding yang diajukan Pemohon PK tidak dapat digunakan seluruhnya. Sebab, 7 dari 8 perusahaan pembanding memiliki karakteristik yang berbeda dengan Pemohon PK sehingga tidak dapat dijadikan sebagai pembanding. Termohon PK akhirnya memilih 2 perusahaan lain yang dinilai lebih tepat untuk menjadi pembanding.

Selain itu, hasil pengujian tingkat laba yang dilakukan Termohon PK dengan menggunakan metode TNMM memiliki rentang kuartil 7,31% hingga 10,18%. Sementara itu, indikator tingkat laba yang diperoleh Pemohon PK hanya 3,74%. Pengujian ini menunjukan indikator tingkat laba Pemohon PK tidak wajar. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, koreksi yang dilakukan Termohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Permohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menolak permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Pertama, koreksi atas HPP senilai US$4.928.830 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Majelis Hakim Agung menyatakan tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Koreksi yang dilakukan Termohon PK tetap dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan begitu, putusan Mahkamah Agung ini mengambil alih serta menguatkan putusan Pengadilan Pajak No. Put. 68377/PP/M.XIB/15/2016.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Minggu, 22 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra