TULISAN terkait Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 911/B/PK/PJK/2017 merangkum sengketa terkait perbedaan interpretasi pengecualian objek Pajak Penghasilan atas dividen interim (perhitungan dividen sementara) yang diterima atau diperoleh perusahaan induk dari perusahaan anak.
Atas dividen interim yang diterimanya dari perusahaan anak di tahun berjalan, wajib pajak mengecualikannya dari pengenaan Pajak Penghasilan dengan alasan bahwa dividen interim tersebut berasal dari laba setelah dikurangi pajak dan memenuhi kriteria dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf “f” Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh).
Akan tetapi, otoritas pajak menganggap bahwa dalam hal wajib pajak membagikan dividen berdasarkan perhitungan atas laba sementara di tahun berjalan sebelum dikurangi pajak atau bukan laba dalam satu tahun pajak, tidak memenuhi kriteria pengecualian dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Sementara itu, di tingkat Peninjauan Kembali (PK), Mahkamah Agung mengabulkan permohonan dari wajib pajak selaku Pemohon PK. Berikut ulasan selengkapnya.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan yang dilakukan otoritas pajak terkait dengan dividen interim yang dianggap otoritas pajak sebagai penghasilan yang dikenakan pajak karena tidak memenuhi syarat pengecualian dividen dari objek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutus dengan dissenting opinion. Dua Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa dividen interim merupakan dividen yang dibagikan dari laba yang ditahan, tetapi diperoleh dalam masa yang belum mencapai 12 bulan atau belum mencakup 1 tahun buku sehingga tidak memenuhi persyaratan dividen yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh. Oleh karena itu, kedua Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak.
Sedangkan satu Hakim Pengadilan Pajak, meyakini bahwa wajib pajak dapat membuktikan bahwa dividen interim yang diterima atau diperoleh telah sesuai dengan ketentuan dividen yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh. Putusan diambil dengan suara terbanyak berdasarkan Pasal 79 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Pajak. Dengan demikian, hasil putusan banding adalah menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak.
Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-70975/PP/M.XVIII.A/15/2016 tertanggal 24 Mei 2016, wajib pajak secara tertulis mengajukan PK ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 20 Juni 2016.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut. Majelis Hakim Pengadilan Pajak dianggap telah memberikan pertimbangan hukum yang keliru dan mengabaikan fakta hukum serta peraturan yang berlaku.
Menurut Pemohon PK, agar dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan, Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh hanya mengatur dana pembagian dividen harus berasal dari laba setelah dikurangi pajak. Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh tidak mengatur bahwa pembayaran dividen harus dilakukan setelah periode akuntansi berakhir.
Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh mengatur bahwa sepanjang pembayaran dividen tersebut baik interim maupun final berasal dari cadangan laba ditahan (laba setelah dikurang pajak) maka dividen yang diterima oleh perusahaan penerima dividen dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan. Mengacu pada ketentuan Pasal 72 ayat (1) dan (5) Undang-undang Perseroan Terbatas dan Shareholder Resolution perusahaan anak, dividen interim adalah bagian yang tidak terpisahkan dari dividen final, yang pembayarannya dapat dilakukan sebelum tahun buku berakhir.
Dalam persidangan, Pemohon PK telah menunjukkan bukti pemenuhan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh atas dividen interim yang diterima atau diperoleh Pemohon PK kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK telah membuktikan bahwa penyertaan modal Pemohon PK pada anak perusahaan yang membayar dividen adalah lebih dari 25% dari jumlah modal disetor melalui akta pendirian dan akta perubahan.
Kemudian, Pemohon PK juga telah membuktikan bahwa dividen yang dibayarkan adalah berasal dari laba setelah dikurangi pajak dan berasal dari cadangan laba ditahan, yang dibuktikan melalui Laporan Keuangan tahun bersangkutan, Laporan Keuangan Interim akhir bulan sebelum pembagian dividen interim yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, dan Surat Setoran Pajak angsuran PPh Pasal 25 sampai dengan bulan terakhir sebelum pembagian dividen interim.
Terkait pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa saldo laba ditahan sebagai asal dari dividen harus memenuhi syarat untuk periode dari laba selama 12 bulan, Pemohon PK berpendapat bahwa dividen interim merupakan pembayaran dividen pendahuluan sebelum diperhitungkan dengan pembayaran dividen final setelah tahun buku berakhir, yang mana dihitung selama 12 bulan. Jadi, sebelum mencapai 12 bulan, dividen interim yang dibagikan tetap berasal dari saldo laba ditahan dari Laporan Keuangan Interim.
Terdapat beberapa Putusan Pengadilan Pajak kasus serupa, yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor 50145/PP/M.VI/12/2014, Putusan Pengadilan Pajak Nomor 689269/PP/M.XVIA/12/2016, dan Putusan Pengadilan Pajak Nomor 69435/PP/M.XVIB/12/2016, yang telah menjatuhkan putusannya dengan pendapat bahwa maksud dan tujuan dari Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh berkaitan dengan akuntansi pajak atas dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan. Dengan demikian, apabila terbukti bahwa dividen interim tersebut berasal dari cadangan laba ditahan maka atas dividen yang diterima dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan.
Di lain pihak, Termohon PK berpendapat bahwa dividen interim yang diterima Pemohon PK bukan berasal dari cadangan laba ditahan (retained earning) tetapi dari laba anak perusahaan yang belum menjadi retained earning karena aliran laba tersebut terjadi sebelum berakhirnya periode akuntansi dan sebelum dikurangi Pajak Penghasilan dalam satu tahun pajak.
Pertimbangan Mahkamah Agung
ALASAN-alasan permohonan Pemohon PK dapat dibenarkan karena putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-70975/PP/M.XVIII.A/15/2016 yang menyatakan menolak permohonan banding Pemohon Banding secara nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Majelis Hakim Agung memiliki pendapat hukum yang sama dengan pendapat dissenting opinion dari Hakim Pengadilan Pajak, dan sekaligus mengambilalih pendapat hukum yang berbeda dari Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan pemeriksaan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan dari Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, Majelis Hakim Agung berpendapat bahwa.
Pertama, koreksi a quo berasal dari dividen interim yang diterima Pemohon PK dari laba yang ditahan; Kedua, Akta Pernyataan Keputusan Sirkulair Para Pemegang Saham sebagai plaatvervuling RUPS terbukti bahwa Pemohon PK memiliki saham pada perusahaan yang memberi dividen lebih dari 25% dari modal yang disetor; Ketiga, diperoleh bukti dan petunjuk dari Laporan Keuangan dan SPT PPh Badan tahun sengketa a quo yang menunjukan posisi laba.
Majelis Hakim Agung menyatakan bahwa koreksi Termohon PK tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-undang KUP juncto Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh juncto Pasal 78 Undang-undang Perseroan Terbatas.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK.
Analisis
DALAM memutus hasil PK, Majelis Hakim Agung lebih mengedepankan bukti-bukti yang telah Pemohon PK sampaikan selama persidangan. Hal tersebut serupa dengan pendapat dissenting opinion dari Hakim Pengadilan Pajak yang meyakini bahwa Pemohon PK dapat membuktikan bahwa dividen interim yang diterima atau diperoleh telah sesuai dengan ketentuan dividen yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh.
Adapun pendapat dua Hakim Pengadilan Pajak lainnya yang membenarkan pendapat Terbanding dan tetap mempertahankan koreksi Terbanding sehingga memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak (Pemohon PK), dianggap Majelis Hakim Agung bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Artinya, kriteria suatu dividen dapat dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh bukan dilihat dari apakah dividen yang diberikan berasal dari laba ditahan yang telah mencapai 12 bulan atau berakhirnya periode akuntansi atau belum, melainkan sepanjang dapat dibuktikan bahwa dividen yang diberikan telah memenuhi kriteria dikecualikannya dividen sebagai objek Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh. Yaitu, (i) perusahaan dapat menunjukan posisi laba, (ii) dividen berasal dari cadangan laba ditahan, dan (iii) kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25%.
Pembuktian atas dividen interim yang telah memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh dengan kriteria sebagaimana disebutkan di atas juga menjadi dasar dikabulkannya permohonan banding yang diajukan wajib pajak oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak pada beberapa kasus serupa.
Dengan demikian, apabila terdapat wajib pajak yang mengalami sengketa perbedaan interpretasi pengecualian objek Pajak Penghasilan atas dividen interim dengan pihak otoritas pajak maka kelengkapan dan kebenaran bukti-bukti yang mendukung bahwa dividen interim yang dibagikan telah memenuhi kriteria Pasal 4 ayat (3) huruf “f” UU PPh sangat perlu diperhatikan guna memperkuat posisi wajib pajak. (Disclaimer)
(Disclaimer)Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.