RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Gugatan Diterbitkannya Surat Paksa

DDTC Fiscal Research and Advisory | Jumat, 17 September 2021 | 17:58 WIB
Sengketa Gugatan Diterbitkannya Surat Paksa

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai penerbitan surat paksa yang tidak sesuai dengan prosedur. Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak dalam jasa ekspedisi.

Otoritas pajak menyatakan surat paksa yang diterbitkannya sudah benar. Otoritas pajak menerbitkan surat paksa dikarenakan terdapat pajak yang masih harus dibayar akibat kesalahan penomoran faktur yang dilakukan wajib pajak. Sebelum diterbitkan surat paksa, otoritas pajak sudah mengeluarkan surat teguran kepada wajib pajak tetapi tidak ada jawaban.

Sebaliknya, wajib pajak beranggapan surat paksa yang diterbitkan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan. Kesalahan penomoran faktur pajak dikarenakan ketidaktahuan wajib pajak serta pasifnya pihak otoritas pajak.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Menurut wajib pajak, terhadap kesalahan penomoran faktur pajak tersebut tidak menimbulkan kerugian kepada negara. Wajib pajak masih menyetorkan PPN terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, wajib pajak tidak setuju atas surat paksa yang disampaikan kepadanya.

Pada tingkat gugatan, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan gugatan yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, Mahkamah Agung juga menolak permohonan PK dari wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan gugatan atas surat paksa yang diterbitkan otoritas pajak. Terhadap gugatan yang diajukan wajib pajak tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan tidak setuju dengan alasan-alasan gugatan tersebut.

Terhadap permohonan gugatan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan menolak permohonan gugatan wajib pajak melalui Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 60507/PP/M.XVIIB/99/2014 pada 20 Mei 2014. Atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, wajib pajak mengajukan PK pada 18 Juni 2015.

Pokok sengketanya adalah Surat Paksa atas STP PPN untuk September 2011 senilai Rp33.967.600 yang dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan tidak setuju atas surat paksa yang diterbitkan Termohon PK. Selain itu, Pemohon PK juga beranggapan pertimbangan hukum yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan.

Menurut Pemohon PK, Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak memperhatikan terlebih dahulu tata cara penerbitan surat paksa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan begitu, proses penerbitan surat paksa yang dilakukannya tidak sesuai dengan prosedur yang semestinya.

Berkaitan dengan penomoran faktur pajak, pihak Termohon PK tidak pernah memberikan penyuluhan kepada Pemohon PK terkait tata cara penomoran faktur pajak yang baik dan benar. Termohon PK juga tidak pernah memberikan pemberitahuan atau teguran kepada Pemohon PK terkait dengan kesalahan penomoran faktur pajak yang dilakukannya.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Dalam proses pemeriksaan, Termohon PK tidak dapat memperlihatkan adanya upaya pemberitahuan melalui surat pemanggilan Pemohon PK. Apabila terdapat kesalahan yang dilakukan Pemohon PK, Termohon PK seharusnya memberikan penyuluhan kepada Pemohon PK.

Dengan demikian, Pemohon PK dapat mengetahui kesalahan yang dilakukannya. Adanya kesalahan penomoran faktur pajak tersebut tidak menimbulkan kerugian kepada negara. Kemudian, meskipun terdapat kesalahan dalam penomoran faktur pajak, Pemohon PK tetap membayar PPN dengan benar.

Sebaliknya, Termohon PK berdalil penerbitan surat paksa dapat dibenarkan. Termohon PK mengeluarkan surat paksa karena Pemohon PK tidak melunasi utang pajaknya. Adapun terhadap Pemohon PK telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan. Namun, surat teguran tersebut tidak mendapat tanggapan dari pihak Pemohon PK sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan Permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan gugatan sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan yang dikemukakan Majelis Hakim Agung sebagai berikut.

Pertama, penerbitan surat paksa No. SP-00405/WPJ.06/KP.0504/2014 tanggal 11 Juni 2014 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK dapat tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung menyatakan permohonan gugatan yang diajukan Pemohon PK tidak jelas dan kabur (obscuur libel). Oleh karena itu, Majelis Hakim Agung berpendapat tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK yang diajukan Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. Putusan Mahkamah Agung ini diucapkan Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 29 Agustus 2016. (kaw)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak