RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa DPP PPN atas Penyerahan BBM Melalui Agen

Vallencia | Senin, 07 November 2022 | 11:05 WIB
Sengketa DPP PPN atas Penyerahan BBM Melalui Agen

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan bahan bakar minyak (BBM) solar yang didistribusikan melalui agen.

Sebagai informasi, wajib pajak memiliki usaha menjual BBM solar melalui penyalur atau agen. Penjualan dilakukan dengan memindahkan BBM dari fasilitas penyimpanan ke fasilitas lain yang dimiliki atau dikuasai oleh Termohon PK di masing-masing area keagenan.

Menurut otoritas pajak, transaksi yang dilakukan antara wajib pajak dan agen merupakan bentuk konsinyasi. Alasannya, tidak terdapat bukti yang menunjukkan adanya kegiatan jual-beli antara wajib pajak dan agen. Adapun atas transaksi konsinyasi tersebut merupakan objek PPN. Namun, dalam hal ini wajib pajak belum melaksanakan kewajiban PPN-nya.

Baca Juga:
Anggaran Dipangkas 54 Persen, KY Tak Bisa Seleksi Calon Hakim Agung

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan pernyataan otoritas pajak. Wajib pajak menyatakan tidak terdapat skema konsiyasi, melainkan hanya pemindahan BBM. Selain itu, wajib pajak menyatakan seluruh penjualan BBM dilakukan hanya melalui agen dan bukan langsung diserahkan ke konsumen akhir.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Baca Juga:
PMK Baru! Pemerintah Tanggung PPN Mobil Listrik dan PPnBM Mobil Hybrid

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi PPN yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Sebab, wajib pajak dapat membuktikan dirinya telah melaksanakan kewajiban sebagai pemegang izin niaga umum untuk memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan. Hal tersebut dibuktikan oleh wajib pajak dengan menyampaikan penunjukkan lima agen. Oleh sebab itu, wajib pajak tidak menjalankan mekanisme konsinyasi dan agen tidak wajib membuat nota retur.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Berikutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 40986/PP/M.III/16/2012 tanggal 25 Oktober 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis kepada Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 12 Februari 2013.

Baca Juga:
Lagi! Pemerintah Sediakan Insentif PPN untuk Rumah Tapak dan Rusun

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif DPP PPN senilai Rp1.001.190.883 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK menjalankan kegiatan usaha perdagangan BBM di lepas pantai dan telah memiliki sertifikat izin usaha niaga terbatas BBM (wholesale).

Dalam menjalankan usahanya, Termohon PK menjual BBM solar melalui agen yang berlokasi di beberapa area. Penjualan dilakukan dengan memindahkan BBM dari fasilitas penyimpanan ke fasilitas lain yang dimiliki atau dikuasai oleh Termohon PK di masing-masing area keagenan.

Baca Juga:
PMK Omnibus Terbit! Revisi Aturan DPP Nilai Lain-PPN Besaran Tertentu

Atas usaha yang dijalankan Termohon PK tersebut, Pemohon PK melakukan pemeriksaan dan menetapkan adanya koreksi DPP PPN. Alasannya, Pemohon PK berpendapat Termohon PK belum melaporkan seluruh penyerahan BBM-nya.

Selama pemeriksaan, Pemohon PK tidak menemukan adanya bukti transaksi jual-beli antara Termohon PK dan agen. Oleh sebab itu, Pemohon PK berpendapat transaksi antara Termohon PK dan agen merupakan skema konsinyasi.

Dalam skema konsinyasi, seluruh penyerahan BBM dari Termohon PK kepada agen menjadi objek PPN sehingga Termohon PK wajib membuat faktur pajak. Berdasarkan pada ketentuan, apabila BBM yang diserahkan kepada agen tidak laku terjual, agen yang bersangkutan akan mengembalikan BBM kepada Termohon PK dan seharusnya membuat nota retur.

Baca Juga:
Tak Setor Rp508,4 Juta ke Kas Negara, Direktur PT Diserahkan ke Kejari

Namun, tidak ada nota retur yang dibuat oleh agen kepada Termohon PK. Dengan demikian, Pemohon PK beranggapan bahwa seluruh BBM berhasil terjual dan terutang PPN.

Tidak hanya itu, Termohon PK diketahui membuat faktur pajak dengan mencantumkan nama konsumen akhir dan bukan agen. Artinya, terdapat penyerahan kepada konsumen akhir yang sifatnya bukan penyerahan konsinyasi dan terutang PPN.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK. Termohon PK menyebutkan tidak memberlakukan skema konsinyasi, tetapi mekanisme pemindahan BBM dan fasilitas penyimpanan ke fasilitas lain yang dimiliki atau dikuasai oleh Termohon PK di masing-masing area.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat! Berbalik Perkasa Atas Dolar AS

Selain itu, Termohon PK menyatakan seluruh distribusi BBM dilakukan melalui agen. Apabila terdapat pembuatan faktur pajak dan invoice yang menggunakan nama konsumen akhir, hal ini disebabkan karena terdapat beberapa agen yang tidak memiliki izin usaha niaga. Dengan demikian, koreksi yang ditetapkan oleh Pemohon PK kurang tepat.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, ketetapan Pemohon PK terkait koreksi DPP PPN yang harus dipungut sendiri tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Waduh! Pemkot Dituding Bikin Agenda Fiktif Pencetakan Buku Perda Pajak

Kedua, dalam perkara a quo, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mahkamah Agung berpendapat tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 07 Februari 2025 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DEN: Kebijakan Bea Masuk Trump Jadi Peluang Investasi Bagi Indonesia

Jumat, 07 Februari 2025 | 11:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

Ditjen Pajak Masih Terima 57.540 SPT Tahunan 2024 secara Manual

Jumat, 07 Februari 2025 | 11:15 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Daftar Role Akses pada Coretax DJP

Jumat, 07 Februari 2025 | 10:45 WIB PMK 13/2025

Lagi! Pemerintah Sediakan Insentif PPN untuk Rumah Tapak dan Rusun