RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Biaya Sewa Mesin Pabrik Sebagai Objek PPh Pasal 4 ayat (2)

Hamida Amri Safarina | Jumat, 05 Maret 2021 | 18:35 WIB
Sengketa Biaya Sewa Mesin Pabrik Sebagai Objek PPh Pasal 4 ayat (2)

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang biaya sewa mesin pabrik sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Otoritas pajak menemukan adanya objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) oleh wajib pajak sehingga menyebabkan kurang bayar. Adapun objek yang dimaksud ialah biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi.

Menurutnya, biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Oleh karena itu, otoritas pajak melakukan reklasifikasi objek PPh Pasal 23 menjadi PPh Pasal 4 ayat (2) atas biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak semua biaya sewa yang tercatat dalam laporan laba rugi merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). Wajib pajak sepakat terhadap biaya sewa tanah dan bangunan dapat dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2).

Namun, untuk biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi tidak tergolong objek PPh Pasal 4 ayat (2), tetapi objek PPh Pasal 23. Terhadap objek PPh Pasal 23 tersebut juga telah dilaksanakan kewajiban perpajakannya.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat biaya sewa yang tercatat dalam laporan laba rugi wajib pajak tidak semuanya termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2). Adapun biaya sewa atas tanah dan bangunan memang termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Namun, untuk biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi tidak dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2), tetapi PPh Pasal 23. Oleh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyimpulkan koreksi otoritas pajak sebesar Rp963.872.714 tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 41237/ PP/M.III/25/2012 tertanggal 8 November 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Februari 2013.

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp963.872.714 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi berdasarkan ekualisasi laporan laba rugi dengan SPT yang telah disampaikan Termohon PK kepada Pemohon PK.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Berdasarkan pemeriksaan tersebut, Pemohon PK menemukan adanya objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang tidak dilaporkan dalam SPT oleh Termohon PK sehingga menyebabkan kurang bayar. Adapun objek yang dimaksud yakni biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi.

Pemohon PK menilai biaya sewa mesin pabrik da fotokopi bukan objek PPh Pasal 23. Oleh karena itu, Pemohon PK melakukan reklasifikasi objek PPh Pasal 23 menjadi PPh Pasal 4 ayat (2) atas biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi.

Selain itu, pada saat pemeriksaan hingga pembahasan akhir, Termohon PK juga tidak memberikan dokumen-dokumen yang diminta Pemohon PK. Dokumen yang dimaksud baru diserahkan Termohon PK pada saat proses persidangan banding.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Sesuai dengan Pasal 26A ayat (4) UU KUP, data yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dapat dipertimbangkan dalam proses keberatan. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dapat dipertahankan.

Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK menyatakan tidak semua biaya sewa yang tercatat dalam laporan laba rugi merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Termohon PK sepakat terhadap biaya sewa tanah dan bangunan dapat dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2). Namun, untuk biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi bukan tergolong objek PPh Pasal 4 ayat (2), melainkan objek PPh Pasal 23. Terhadap objek PPh Pasal 23 tersebut juga telah dilaksanakan kewajiban perpajakannya.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Selanjutnya, Termohon PK berdalil bukti-bukti yang mendukung argumennya di atas telah diserahkan ke Pemohon PK. Berdasarkan pada laporan hasil pemeriksaan (LHP) No. 73/WPJ.08/KP.0705/2009 tanggal 30 Maret 2009, Termohon PK memberikan bukti-bukti antara lain, SPT PPh badan serta lampirannya, bukti pemotongan pajak, akta pendirian serta akta perubahan, laporan keuangan, general ledger, dan rekening koran atas transaksi yang dilakukannya. Dengan demikian, reklasifikasi yang dilakukan Pemohon PK tidak tepat.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar R963.872.714 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
5 Alasan Permohonan Peninjauan Kembali di Tingkat Mahkamah Agung

Kedua, dalam perkara a quo, reklasifikasi objek PPh Pasal 23 menjadi PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa mesin pabrik dan fotokopi tidak dapat dibenarkan. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dinilai sudah benar dan sesuai dengan fakta serta peraturan. Dengan kata lain, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Jumat, 13 Desember 2024 | 13:42 WIB BINUS UNIVERSITY

Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra