RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Biaya Reimbusement Sebagai Penyerahan JKP yang Terutang PPN

Hamida Amri Safarina | Senin, 03 Mei 2021 | 16:15 WIB
Sengketa Biaya Reimbusement Sebagai Penyerahan JKP yang Terutang PPN

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa terkait dengan biaya penggantian atau reimbursement yang dianggap otoritas pajak sebagai penyerahan jasa kena pajak (JKP) terutang pajak pertambahan nilai (PPN).

Otoritas pajak berdalil wajib pajak tidak dapat membuktikan transaksi yang dilakukannya dengan PT X senilai Rp39.090.090 hanyalah penggantian biaya transportasi. Oleh karena itu, otoritas pajak menganggap transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan PT X ialah penyerahan jasa transportasi yang seharusnya terutang PPN.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan transaksi reimbursement yang dilakukan wajib pajak dengan PT X bukan merupakan objek PPN. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak beralasan sehingga harus ditolak.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat pembayaran senilai Rp39.090.909 dari PT X kepada wajib pajak bukan merupakan pembayaran atas penyerahan jasa transportasi.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan PT X tersebut merupakan pembayaran uang penggantian atau reimbursement atas biaya transportasi. Adapun reimbursement bukan merupakan objek PPN. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 57704/PP/M.XIIIA/16/2014 tertanggal 25 November 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 Maret 2015.

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koresi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN berupa penyerahan yang harus dipungut sendiri senilai Rp39.090.090 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Koreksi DPP PPN dilakukan berdasarkan pada ekualisasi data rekening koran milik Termohon PK dengan SPT tahunan yang telah dilaporkan Termohon PK. Merujuk pada hasil ekualisasi tersebut, Pemohon PK menemukan fakta terdapat penyerahan JKP yang terutang PPN dan tidak dilaporkan dalam SPT oleh Termohon PK.

Lebih lanjut, Pemohon PK berdalil Termohon PK tidak dapat membuktikan transaksi yang dilakukannya dengan PT X senilai Rp39.090.090 hanyalah menyangkut penggantian biaya transportasi. Pemohon PK menganggap transaksi tersebut sebagai penyerahan jasa transportasi.

Selama proses pemeriksaan, Pemohon PK telah meminta dokumen pembukuan dan dokumen lainnya untuk penyelesaian sengketa. Namun, sampai dengan selesainya proses pemeriksaan tersebut, Termohon PK sama sekali tidak memberikan dokumen pendukung yang diminta.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Adapun dalam proses keberatan Termohon PK hanya memberikan sebagian dokumen yang diminta Pemohon PK. Padahal, berdasarkan pada Pasal 26A ayat (4) UU KUP, dokumen-dokumen yang tidak diserahkan dalam proses pemeriksaan tidak dapat dipertimbangkan pada proses keberatan. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak sudah benar dan seharusnya dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Perlu dipahami, dalam perkara ini, Termohon PK hanya membantu PT X menyiapkan truk untuk pengangkutan pupuk. Termohon PK berdalil tidak mengambil untung atas bantuan yang diberikannya kepada PT X.

Adapun jasa transportasi pengiriman pupuk dilaksanakan PT Y. Dalam hal ini, Termohon PK menanggung terlebih dahulu biaya jasa pengakutan kepada PT Y. Kemudian, atas pembayaran jasa tersebut, Termohon PK menagihkannya kepada PT X. Transaksi reimbursement yang dilakukan Termohon PK dengan PT X bukan merupakan objek PPN. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon tidak beralasan sehingga harus ditolak.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPN berupa penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri senilai Rp39.090.909 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, uang senilai Rp39.090.909 yang diterima Termohon PK dari PT X pada dasarnya bukan merupakan pembayaran atas penyerahan jasa transportasi, melainkan reimbursement atas biaya transportasi yang telah dibayarkan lebih dahulu oleh Termohon PK.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Dengan kata lain, transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan PT X bukan merupakan objek PPN. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan fakta dan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, alasan-alasan permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja