RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Biaya Entertainment Sebagai Pengurang Penghasilan Bruto

Hamida Amri Safarina | Senin, 19 Juli 2021 | 18:16 WIB
Sengketa Biaya Entertainment Sebagai Pengurang Penghasilan Bruto

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai biaya entertainment sebagai pengurang penghasilan bruto.

Otoritas pajak melakukan koreksi karena terdapat biaya entertainment yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Biaya entertainment yang dimaksud berupa biaya yang digunakan untuk kegiatan golf, gathering, pembelian bingkisan, dan kegiatan outing.

Biaya entertainment yang dikeluarkan wajib pajak tidak berhubungan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Dengan demikian, biaya tersebut tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan biaya entertainment yang dikeluarkannya dapat menjadi pengurang penghasilan bruto sepanjang dapat dibuktikan kebenarannya. Dalam konteks ini, wajib pajak dapat membuktikan biaya entertainment tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai terdapat sebagian koreksi biaya entertainment yang dapat dipertahankan dan sebagian yang tidak dapat dipertahankan.

Dalam perkara ini, wajib pajak telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku mengenai pembebanan biaya entertainment dan sejenisnya. Biaya entertainment yang dikeluarkan wajib pajak tersebut terbukti berhubungan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Oleh karena itu, biaya entertainment senilai Rp126.574.675 dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Selain itu, koreksi otoritas pajak atas penyesuaian fiskal negatif senilai Rp152.696.839.156 juga tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 38092/PP/M.II/15/2012 tanggal 10 Mei 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 16 Agustus 2012.

Terdapat dua pokok sengketa dalam perkara ini yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pertama, koreksi pengurangan penghasilan bruto atas beban entertainment senilai Rp126.574.675. Kedua, koreksi penyesuaian fiskal negatif senilai Rp152.696.839.156.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan tidak setuju dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat biaya entertainment yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Biaya entertainment yang dimaksud berupa biaya yang digunakan untuk kegiatan golf, gathering, pembelian bingkisan, dan kegiatan outing. Adapun biaya yang telah dikeluarkan Termohon PK tersebut tidak digunakan untuk kepentingan karyawan, melainkan untuk pelanggannya.

Dengan begitu, Pemohon PK menyimpulkan biaya entertainment yang dikeluarkan Termohon PK tidak berhubungan langsung dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Oleh karena itu, biaya entertainment tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto Termohon PK.

Selain itu, Pemohon PK juga melakukan koreksi penyesuaian fiskal negatif. Koreksi ini berkaitan dengan piutang tak tertagih. Menurut Pemohon PK, piutang tak tertagih tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Sebab, Termohon PK tidak dapat memenuhi persyaratan piutang tak tertagih yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan serta ketentuan yang berlaku

Sebaliknya, Termohon PK menolak seluruh koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK menyatakan biaya entertainment yang dikeluarkannya ialah sehubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Biaya entertainment tersebut berupa biaya untuk golf, gathering, pembelian bingkisan, dan kegiatan outing. Berbagai kegiatan tersebut dilaksanakan memang untuk kepentingan pelanggan dan bertujuan mendorong kelancaran kegiatan bisnisnya.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Pernyataan Termohon PK tersebut sudah sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. 27/PJ.22/1986. Surat edaran tersebut menyebutkan biaya entertainment, representasi, jamuan, dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Biaya tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan bruto sepanjang dapat dibuktikan biaya entertainment digunakan untuk kepentingan usaha. Dalam konteks ini, Termohon PK dapat membuktikan biaya entertainment tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha.

Sementara itu, untuk koreksi penyesuaian fiskal negatif, Termohon PK menanggapi pihaknya telah memenuhi persyaratan piutang tak tertagih yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi pengurangan penghasilan bruto dari beban entertainment Rp126.574.675 dan koreksi pos penyesuaian fiskal negatif senilai Rp152.696.839.156 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, Termohon PK telah menyampaikan bukti pendukung untuk membuktikan dalilnya. Biaya entertainment yang dikeluarkan Termohon PK berhubungan langsung dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Dengan begitu, biaya entertainment yang dikeuarkan Termohon PK dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

22 Juli 2021 | 08:46 WIB

Biaya yang digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak berhubungan dengan 3m seharusnya tidak bisa menjadi pengurang dan hal ini sering menjadi loophole yang dimanfaatkan WP, maka dari itu ada baiknya pemerintah membuat kebijakan secara detail terkait apa apa saja yang seharusnya tidak boleh dibebankan oleh WP, baik dari segi aturan, bukti, maupun mekanisme pengurangannya.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Minggu, 22 Desember 2024 | 13:00 WIB KPP PRATAMA SINTANG

WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB KONSULTASI PAJAK

Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra