PUTUSAN Pengadilan Nomor PUT-000175.45/2019/PP/M.VIIB Tahun 2019 ini merupakan putusan atas sengketa kepabeanan mengenai pembebanan Bea Masuk atas importasi barang dengan menggunakan tarif preferensi ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA).
Atas impor barang yang dilakukan, wajib pajak telah menerima dan memiliki Surat Keterangan Asal (SKA). Dengan adanya SKA tersebut, wajib pajak telah memenuhi ketentuan asal barang sehingga wajib pajak berhak untuk menerapkan tarif preferensi ATIGA.
Di sisi lain, Otoritas Kepabeanan menetapkan bahwa importasi tersebut tidak dapat menggunakan tarif preferensi ATIGA melainkan Most Favored Nation (MFN) karena terjadi keterlambatan penyerahan Surat Keterangan Asal (SKA) melebihi jangka waktu 3 hari kerja sesuai PMK 229/2017.
Pada tingkat keberatan, Kepala Kanwil DJBC memutuskan untuk menolak permohonan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. Namun pada tingkat banding, mayoritas (dua) Hakim Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding. Berikut ulasan selengkapnya.
Kronologi
Wajib pajak melakukan impor barang berjenis “Asphalt Cement” dari negara asal Singapura dan mendapat nomor PIB pada tanggal 29 Juni 2018. Pos tarif Bea Masuk yang digunakan adalah 0% sesuai tarif preferensi ATIGA. Otoritas Kepabeanan telah memeriksa dan melaporkan hasil pemeriksaan melalui Risalah Penetapan Tarif dan Lembar Penelitian dan Penetapan Tarif (LPPT).
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat keterlambatan penyerahan SKA ke Kantor Pabean sehingga SKA ditolak dan barang impor tersebut dikenakan tarif Bea Masuk yang berlaku umum. Otoritas Kepabeanan menetapkan Surat Penetapan tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) di tahun 2018 untuk menagih kekurangan pembayaran Bea Masuk.
Wajib Pajak mengajukan keberatan dan telah diputus oleh Kepala Kanwil DJBC dengan menolak permohonan keberatan Wajib Pajak.
Dengan diterbitkannya Keputusan atas Keberatan tersebut, wajib pajak mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak. Pokok Sengketa dalam perkara a quo adalah pembebanan Bea Masuk tarif prefrerensi ATIGA.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
Pemohon Banding tidak menyetujui keputusan keberatan Terbanding yang menolak keberatan Pemohon Banding. Menurut Pemohon Banding, impor barang telah memenuhi Ketentuan Asal Barang (rules of origin), antara lain:
(1) Kriteria Asal Barang (Origin Criteria), di mana barang impor berasal dari Singapura dibuktikan dengan SKA sesuai perjanjian ATIGA; (2) Kriteria Pengiriman (Consignment Criteria), di mana dalam kasus ini barang langsung dikirim dari Singapura tanpa melalui transit; dan (3) Ketentuan Prosedural (Procedural Provision). Di mana SKA telah memenuhi format, template, tata cara pengisian sebagaimana dimaksud dalam Annex 7 ATIGA.
SKA tersebut juga memenuhi persyaratan mutlak substantif materiil sebagai Ketentuan Asal Barang menurut perjanjian ATIGA. Pemohon Banding berpendapat, seharusnya importasi barang ini dapat menerapkan tarif preferensi ATIGA karena telah memenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam perjanjian ATIGA.
Terkait dengan penyerahan dokumen SKA yang melebihi jangka waktu 3 hari kerja, menurut Pemohon Banding, perhitungan tarif untuk menghitung Bea Masuk haruslah didasarkan pada keadaan yang sebenarnya. Jika dari SKA dapat ditemukan kebenaran tentang negara asal barang maka permasalahan prosedural seperti keterlambatan penyampaian SKA bukan merupakan alasan yang tepat dalam menentukan tarif Bea Masuk berdasarkan ATIGA.
Sepatutnya dipertimbangkan juga adanya permasalahan dalam pengiriman dokumen asli SKA yang berada diluar kuasa Pemohon Banding yang mengakibatkan keterlambatan penyampaian SKA. Itikad baik Pemohon Banding untuk menyampaikan SKA segera setelah memperolehnya, patut untuk dipertimbangkan.
Menurut Terbanding, pernyataan Pemohon Banding atas barang impor telah memenuhi Ketentuan Asal Barang tidak relevan dengan peristiwa hukum yang terjadi. Terbanding berpendapat, peristiwa hukum yang sedang terjadi adalah tidak diserahkannya SKA sehingga tarif preferensi ATIGA yang digunakan menjadi tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Terbanding berpendapat, tidak diserahkannya SKA tersebut adalah bertentangan dengan Operational Certification Procedure (OCP) ATIGA Annex 8 Rule 13 dan ketentuan domestik Pasal 10 PMK 229/2017. Penyerahan SKA diluar jangka waktu yang telah ditentukan karena keadaan diluar kekuasaan hanya merupakan alasan pembenaran yang dicari-cari oleh Pemohon Banding.
Pertimbangan Majelis Hakim
Menurut pertimbangan Majelis Hakim, barang impor Pemohon Banding telah dilengkapi dengan persyaratan tarif preferensi berdasarkan ATIGA berupa SKA yang menjelaskan identitas barang, dicap/stempel, ditandatangani oleh pejabat berwenang di Singapura, barang telah dikeluarkan dari negara Singapura, dan dokumen pengangkut diterbitkan dari negara Singapura yang memuat barang impor yang berasal dari Singapura.
Berdasarkan pertimbangan dalam PMK 25/2017 bahwa jika barang impor dilengkapi dengan SKA yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang maka diberikan tarif Bea Masuk sesuai tarif preferensi ATIGA. Mayoritas (dua) Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan membatalkan keputusan Terbanding.
Menurut dissenting opinion dari satu Hakim Pengadilan Pajak bahwa berdasarkan Pasal 38 ATIGA, syarat untuk mendapatkan tarif preferensi adalah harus dilampirkan Certificate of Origin (SKA). Rule 13 Annex 8 OCP ATIGA juga menerangkan saat penyerahan SKA dilakukan pada saat impor dilakukan. Tata cara pengenaan tarif dalam ketentuan domestik Indonesia adalah didasarkan pada kesepakatan internasional tersebut.
Menurut pendapat Hakim dissenting opinion, barang impor Pemohon Banding masuk dalam jalur hijau sehingga tidak dilakukan pemeriksaan fisik dan diterbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dalam tanggal yang sama. Dalam Pasal 10 ayat (3) PMK 229 Tahun 2017 mengatur kelonggaran jangka waktu penyerahan SKA kepada Kantor Pabean, yaitu 3 (tiga) hari kerja sejak PIB mendapatkan SPPB.
Pemohon Banding mendapatkan SPPB pada tanggal 29 Juni 2018 sehingga SKA paling lambat diserahkan ke Kantor Pabean pada tanggal 1 Juli 2018. Namun kenyataannya, Pemohon Banding baru menyampaikan pada tanggal 4 Juli 2018. Berdasarkan hal tersebut, penyerahan SKA tidak sesuai ketentuan sehingga banding yang diajukan Pemohon Banding ditolak.
Atas keseluruhan pendapat Majelis Hakim, mayoritas Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk membatalkan keputusan Terbanding dan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding .
Analisis
Dalam memutuskan sengketa a quo, mayoritas Hakim lebih mengutamakan kebenaran materiil daripada permasalahan formal. Wajib pajak tidak dapat memenuhi jangka waktu penyampaian dokumen SKA. Namun, hal itu tidak menghalangi penerapan tarif preferensi berdasarkan ATIGA.
Sepanjang dapat ditemukan keadaan yang sebenarnya mengenai negara asal barang maka persyaratan jangka waktu penyampaian SKA tidak menghalangi penerapan tarif preferensi sesuai perjanjian. Putusan ini memberikan pesan bahwa pemenuhan kriteria asal barang dan kriteria pengiriman lebih dikedepankan dibandingkan ketentuan prosedural tentang jangka waktu penyampaian SKA.
Artinya, keterlambatan penyampaian SKA tidak mengubah atau tidak membatalkan penggunaan tarif preferensi berdasarkan ATIGA. Dengan demikian, penggunaan tarif preferensi berdasarkan ATIGA dapat dipergunakan sepanjang kriteria asal barang dan kriteria pengiriman telah terpenuhi.
Putusan ini dapat dijadikan rujukan atas permasalahan yang sama terkait dengan keterlambatan penyampaian SKA dalam rangka mendapatkan tarif preferensi berdasarkan ATIGA. Itikad baik wajib pajak untuk menyampaikan SKA segera setelah mendapatkannya dari pihak ketiga patut untuk diperhitungkan dalam praktik di lapangan.
Berdasarkan pemaparan di atas, apabila terdapat wajib pajak yang mengalami permasalahan yang sama dengan perkara ini maka kelengkapan bukti tentang pemenuhan kriteria asal barang dan kriteria pengiriman akan mendukung pendapat wajib pajak untuk mendapatkan tarif preferensi berdasarkan ATIGA. (Disclaimer)
(Disclaimer)Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.