RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Keabsahan Surat Kuasa, Peredaran Usaha, dan HPP

Hamida Amri Safarina | Rabu, 01 Juli 2020 | 16:23 WIB
Sengketa atas Keabsahan Surat Kuasa, Peredaran Usaha, dan HPP

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai keabsahan surat kuasa, koreksi peredaran usaha, dan koreksi harga pokok penjualan (HPP).

Otoritas pajak menyatakan bahwa terdapat penghasilan atas penjualan tanah yang belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) oleh wajib pajak. Pada saat pemeriksaan dan keberatan, wajib pajak tidak memberikan data pendukung yang diminta oleh otoritas untuk menentukan peredaran usaha dan HPP.

Dengan demikian, otoritas pajak memanfaatkan data dari sistem informasi DJP dan denah lokasi tanah untuk menentukan peredaran usaha. Terkait koreksi HPP, otoritas menggunakan pendekatan margin laba bruto untuk menetapkan nilai HPP. Selain itu, otoritas pajak juga menilai bahwa surat kuasa khusus yang diajukan wajib pajak tidak memenuhi ketentuan secara formal sehingga dinilai tidak sah.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan sudah mengajukan bukti berupa enam akta jual beli tanah yang dapat digunakan untuk menghitung peredaran usaha dan HPP. Koreksi atas surat kuasa khusus yang dilakukan otoritas tidak berdasarkan fakta dan bukti yang jelas.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung ­­­­menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat pada tahap banding, terdapat dua pokok sengketa.

Pertama, koreksi peredaran usaha. Koreksi peredaran usaha yang dilakukan otoritas pajak hanya berdasarkan data yang bersumber dari sistem lnformasi perpajakan DJP serta denah lokasi tanah. Data yang bersumber dari sistem informasi DJP dan denah lokasi tanah tidak dapat dijadikan acuan dalam menentukan peredaran usaha.

Seharusnya, penentuan nilai peredaran usaha juga mempertimbangkan dokumen akta jual beli yang sudah disahkan oleh notaris. Hal ini dikarenakan dalam akta jual beli tersebut sudah tertulis dengan jelas terkait harga penjualan tanah.

Baca Juga:
Kejaksaan Bantu Pemkab Pulihkan Keuangan Daerah Rp9,8 Miliar Tahun Ini

Kedua, koreksi negatif atas HPP. Majelis menilai bahwa koreksi HPP yang dilakukan otoritas pajak dengan menggunakan pendekatan margin laba bruto juga tidak tepat. Pertimbangan hukum otoritas pajak untuk melakukan koreksi tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

Berdasarkan uraian di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan seluruh koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan dan dinilai harus dibatalkan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 27757/PP/M.IV/15/2010 tertanggal 8 Desember 2010, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 18 Maret 2011.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Pada tingkat Mahkamah Agung, terdapat tiga pokok sengketa dalam perkara ini. Adapun pokok sengketa berkaitan dengan surat kuasa khusus yang tidak sesuai peraturan, sengketa atas koreksi positif peredaran usaha, dan koreksi negatif HPP.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON menyatakan keberatan atas seluruh dalil Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini terdapat tiga pokok sengketa. Adapun ketiga pokok sengketa tersebut ialah keabsahan surat kuasa khusus, koreksi positif peredaran, dan koreksi negatif HPP.

Pertama, tidak sahnya surat kuasa khusus yang diajukan dalam tahap banding. Surat kuasa yang diajukan Termohon PK dengan No. 087/SG/2010 tertanggal 11 Agustus 2010 tidak memenuhi kriteria surat kuasa khusus dan dinilai tidak sah. Apabila surat kuasa yang digunakan dalam tahap banding tidak sah maka putusan Pengadilan Pajak juga seharusnya dibatalkan.

Baca Juga:
11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Kedua, koreksi peredaran usaha. Koreksi peredaran usaha dilakukan karena terdapat penjualan atas tanah yang belum dilaporkan dalam SPT oleh Termohon PK. Pada saat pemeriksaan dan keberatan, Termohon PK tidak memberikan bukti pendukung yang dibutuhkan Pemohon dalam menentukan peredaran usaha.

Oleh karena tidak diberikan bukti pendukung, Pemohon PK hanya mempertimbangkan data berupa alat keterangan yang berasal dari sistem informasi perpajakan DJP dan denah lokasi tanah untuk menentukan peredaran usaha.

Selanjutnya, pada saat banding, Pemohon PK baru menunjukkan enam akta jual beli atas penjualan tanah yang belum pernah diserahkan pada proses pemeriksaan maupun keberatan.

Baca Juga:
Ada Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN, Begini Respons Airlangga

Menurut Pemohon, dokumen akta jual beli tersebut juga tidak dapat membuktikan jumlah peredaran usaha Termohon PK secara keseluruhan. Selain itu, Pemohon menilai bahwa total penghasilan Termohon atas penjualan tanah yang dinyatakan dalam persidangan berbeda dengan data yang tercantum dalam SPT.

Ketiga, koreksi atas HPP. Pemohon PK berpendapat bahwa dalam menghitung harga pokok penjualan harus memperhatikan seluruh pembelian dan persediaan. Koreksi negatif atas HPP dilakukan kerena tidak adanya data pendukung untuk menetapkan HPP.

Pemohon menggunakan pendekatan margin laba bruto untuk menghitung HPP. Nilai HPP yang ditentukan Pemohon sudah berdasarkan buku besar dan seluruh pembelian yang dilaporkan dalam SPT Termohon.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan seluruh koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Surat kuasa khusus yang diajukan dalam persidangan sudah sesuai ketentuan yang berlaku. Termohon PK berdalil bahwa sudah mengajukan bukti berupa enam akta jual beli tanah yang telah disahkan oleh notaris.

Seharusnya, Pemohon menghitung peredaran usaha berdasarkan akta jual beli tersebut. Apabila perhitungan peredaran usaha sudah dilakukan dengan benar berdasarkan akta jual beli maka nilai HPP Termohon juga tidak ada permasalahan lagi.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Karyawan yang Diberikan Kuasa untuk Coretax, Apakah Harus Ikut USKP?

Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak berdasarkan sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan. Surat kuasa yang diajukan Termohon PK dalam persidangan sudah terbukti keabsahannya.

Selain itu, dalam menentukan peredaran usaha dan HPP Termohon PK, Pemohon seharusnya juga mempertimbangkan bukti berupa akta jual beli tanah yang sudah disahkan oleh notaris.

Berdasarkan akta jual beli tersebut dalam diketahui bahwa dengan jelas harga penjualan tanah. Dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon dianggap tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Minggu, 22 Desember 2024 | 13:00 WIB KPP PRATAMA SINTANG

WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Minggu, 22 Desember 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN GIANYAR

Kejaksaan Bantu Pemkab Pulihkan Keuangan Daerah Rp9,8 Miliar Tahun Ini

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?