Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Belum semua wajib pajak pengguna insentif pajak melaporkan realisasinya kepada Ditjen Pajak (DJP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (27/11/2020).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan tingkat kepatuhan wajib pajak yang menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak masih belum 100%. Hal ini berdampak pada pencatatan serapan pagu insentif pajak.
“Jadi memang wajib pajak yang sudah mendapatkan persetujuan mendapatkan insentif itu tingkat kepatuhan pelaporannya masih perlu ditingkatkan karena rata-rata baru 73%-75% yang rutin laporan realisasi,” ujarnya.
Sesuai dengan ketentuan PMK 86/2020 s.t.d.d. PMK 110/2020, pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP, PPh final DTP UMKM dan jasa konstruksi, pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25, serta pembebasan PPh Pasal 22 Impor harus dilaporkan kepada DJP.
Laporan realisasi dari seluruh fasilitas tersebut harus disampaikan kepada DJP paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pelaporan dilakukan melalui saluran yang tersedia pada www.pajak.go.id (e-Reporting Insentif Covid-19) hingga masa pajak Desember 2020.
Khusus untuk pemanfaatan pengurangan PPh Pasal 25 dan pembebasan PPh Pasal 22 Impor pada masa pajak April 2020 hingga masa pajak Juni 2020, wajib pajak harus melaporkan pemanfaatan kedua fasilitas pajak pada tiga bulan masa pajak tersebut paling lambat pada 20 Juli 2020.
Khusus untuk wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas PPh final DTP UMKM tetapi tidak melaporkan realisasi pemanfaatan fasilitas akan dikenai sanksi pencabutan. Wajib pajak tersebut diwajibkan menyetorkan PPh final UMKM sebesar 0,5% sesuai dengan PP 23/2018.
Selain mengenai laporan pemanfaatan insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan fitur layanan e-SKTD dalam DJP Online. Dengan fitur layanan ini, wajib pajak bisa mengajukan permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) melalui formulir permohonan yang disediakan.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas akan terus mengimbau wajib pajak yang sudah mendapatkan persetujuan pemanfaatan insentif untuk segera melaporkan realisasinya.
“Jadi masih ada sekitar 25% yang belum dan kami terus minta untuk segera lapor," katanya. (DDTCNews)
Dari hasil survei DJP sebelumnya terdapat berbagai alasan yang menjadi penyebab wajib pajak belum melakukan pelaporan realisasi pemanfaatan insentif. Namun, setidaknya ada dua alasan utama yang mendominasi.
Pertama, wajib pajak yang mendaftar untuk mendapatkan fasilitas tidak tahu adanya kewajiban untuk melakukan pelaporan. Kedua, wajib pajak tidak tahu bagaimana cara melakukan realisasi insentif pajak yang seluruhnya dilakukan secara daring. (DDTCNews)
DJP sudah menyediakan fitur layanan e-SKTD dalam DJP Online. DJP menyediakan beragam formulir permohonan yang disesuaikan dengan jenis wajib pajak. Oleh karena itu, wajib pajak tinggal memilih jenis wajib pajak yang akan mengajukan SKTD. Perinciannya dapat dilihat pada artikel ‘Sekarang Ada Fitur e-SKTD di DJP Online! Sudah Tahu?’.
Berdasarkan pada PMK 41/2020, SKTD merupakan surat keterangan yang menyatakan bahwa wajib pajak memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN atas impor dan/atau penyerahan alat angkutan tertentu serta perolehan dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak terkait alat angkutan tertentu. (DDTCNews)
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan otoritas tidak menutup kemungkinan untuk memberikan saluran khusus bagi konsultan pajak dalam pelaksanaan KSWP melalui sistem elektronik DJP.
Menurutnya, modifikasi sistem KSWP pada DJP Online bisa dilakukan untuk mengakomodasi pelayanan bagi konsultan pajak. Jika memang perlu saluran khusus, DJP akan membuka Application Programming Interface (API).
"Kalau memang diperlukan nanti kami [Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP] akan buka API saja tapi secara back office sama dengan yang sekarang," ujarnya. (DDTCNews)
Pemerintah berencana memberikan fasilitas tarif PPh final 0% bagi usaha mikro tertentu. Rencana ini tertuang dalam Pasal 77 ayat (3) RPP pelaksanaan klaster UMKM UU No. 11/2020 yang diunggah oleh pemerintah pada laman uu-ciptakerja.go.id.
Pada pasal tersebut, fasilitas tarif PPh final 0% untuk usaha mikro tertentu rencananya diberikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun. Pengaturan jangka waktu fasilitas ini dimaksudkan agar setelah tahun ketiga usaha mikro diharapkan dapat naik kelas. Simak pula artikel ‘UMKM Bakal Dapat Fasilitas PPh Final Nol Persen, Ini Kata Pemerintah’. (DDTCNews)
Setelah melakukan burden sharing dengan pemerintah – dengan membeli surat berharga negara (SBN) – pada masa pendemi, Bank Indonesia akan diposisikan sebagai standby buyer SBN jika terjadi krisis keuangan.
Rencana kebijakan ini masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Sektor Keuangan atau RUU tentang Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan. (Kontan/Bisnis Indonesia) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.