Feber Sormin
, AkuntanSEBAGIAN profesional di bidang perpajakan mungkin asing dengan istilah Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) Jarak Jauh. Hal ini dapat dimaklumi mengingat para profesional itu selama ini hanya mengikuti PPL Tatap Muka yang diatur Pasal 24 ayat (2) huruf a PMK No. 111/PMK.03/2014.
PPL sendiri merupakan kewajiban setiap konsultan pajak untuk memelihara dan mengembangkan kompetensinya. Dengan pengembangan kompetensi tersebut diharapkan konsultan pajak dapat meningkatkan profesionalitas dan akuntanbilitasnya seperti dituntut PMK itu.
Asosiasi konsultan pajak umumnya melakukan PPL Tatap Muka terhadap seluruh anggotanya, baik yang digelar di kantor pusat atau cabang. PPL Tatap Muka ini sangat baik mengingat pada masa lalu ada keterbatasan teknologi, sarana-prasarana, sumber daya manusia (SDM), dan seterusnya.
Karena praktik yang terus-menerus itulah, yang terdengar di telinga konsultan pajak, PPL hanya dapat dilakukan dengan tatap muka. Biaya tambahan seperti akomodasi/transportasi akibat PPL Tatap Muka ini otomatis menjadi beban sendiri yang harus ditanggung konsultan pajak.
Beban tambahan seperti ini bukan tidak dipikirkan oleh pengurus asosiasi konsultan pajaik. Namun, hingga kini belum banyak atau bahkan belum pernah dilakukan PPL Jarak Jauh oleh para asosiasi konsultan pajak untuk membantu anggotanya meningkatkan kompetensinya.
Padahal, Ditjen Pajak (DJP) telah mengantisipasi hal itu melalui Pasal 11 ayat (3) PER No.13/PJ/2015 yang menyebut termasuk dalam kegiatan sejenis sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah mengikuti Program PPL Terstruktur Jarak Jauh yang Bersertifikat yang diselenggarakan asosiasi konsultan pajak.
Sayangnya, PER No.13/PJ/2015 tidak menjabarkan definisi PPL Jarak Jauh itu. DJP hanya menyerahkan pelaksanaannya ke asosiasi konsultan pajak. Peraturan itu juga tidak memerinci bentuk/jenis PPL Jarak Jauh. Saat ini, referensi PPL Jarak Jauh hanya model pendidikan tinggi jarak jauh atau e-learning.
Karena itu, terbuka kemungkinan model jarak jauh yang dimaksud berupa PPL Online (digital/internet) yang langsung (live), PPL e-learning (kuliah dengan materi dan pertanyaan), PPL jarak jauh (materi dikirim secara manual dan penugasan), dan bentuk jarak jauh lainnya.
Namun, untuk memperjelas bagaimana bentuk PPL Jarak Jauh yang dimaksud ini, diperlukan konfirmasi ke DJP. Hal ini untuk menghindari kesalahan atau tidak ada pengakuan tentang PPL yang ditelah diikuti para konsultan yang ujungnya merugikan anggota asosiasi itu sendiri.
Perlu Diperjelas
DI sisi lain, DJP juga perlu merevisi atau memperjelas regulasi PPL Jarak Jauh ini, terutama untuk menghindari multitafsir atau perbedaan pendapat di kalangan asosiasi yang dapat menghambat hak dan kewajiban para anggota konsultan pajak.
Sejak Oktober 2019, jumlah asosiasi konsultan pajak di Indonesia yang diakui ada 3, yaitu IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia), AKP2I (Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia) dan terakhir PERKOPPI (Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia).
Hingga kini, ketiga asosiasi itu belum menerapkan PPL Jarak Jauh. Meski, di beberapa diskusi internal pengurus asosiasi, inisiatif PPL Jarak Jauh itu juga sudah sering diperbincangkan. PERKOPPI mungkin bisa dikatakan selangkah lebih maju karena sudah berencana melakukan PPL Jarak Jauh.
Program tersebut belum dilakukan oleh asosiasi konsultan pajak karena pertimbangan internal yang mungkin belum memadai, seperti sarana dan prasarana, SDM, aturan organisasi, serta bentuk/jenis materi yang dapat dilakukan dengan PPL Jarak jauh.
Kita berharap asosiasi konsultan pajak dapat bekerjasama dengan DJP untuk merumuskan bentuk, model, dan definisi yang lebih detail terhadap PPL Jarak Jauh. Tujuannya agar tidak terjadi multitafsir pengertian PPL Jarak Jauh pada praktisi, narasumber, dan pemangku kepentingan lainnya.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.