SAAT terutang dan peluasan PPh Pasal 22 tertuang dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017. Dalam aturan tersebut dikatakan bahwa saat terutang dan dilunasi/dipungut PPh Pasal 22 atas:
- Impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
- Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai, PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas impor.
- Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam terutang dan disetorkan bersamaan dengan saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas ekspor.
- Pembelian barang oleh bendahara pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh badan usaha tertentu yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
- Penjualan hasil produksi oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi terutang dan dipungut pada saat penjualan.
- Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order).
- pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i dan pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j, terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Sementara itu, terkait dengan tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 mengatur mengenai tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22, sebagai berikut:
- Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
- Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh eksportir yang bersangkutan ke kas negara melakui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
- Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak (bendahara pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
- Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j , dan huruf k PMK 16/2016 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
Terkait dengan penyetoran PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh eksportir komoditas tambang batubara, mineral logam dan mineral bukan logam dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak dengan ketentuan dalam kolom Uraian Pembayaran diisi dengan Nomor Pengajuan Pemberitahuan Ekspor Barang
Terhadap bukti penyetoran pajak yang dilakukan oleh eksportir tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan formil bukti penyetoran pajak tersebut sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan pabean ekspor dan dijadikan dasar pelayanan ekspor.
Bukti penyetoran pajak yang digunakan sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan pabean ekspor adalah Surat Setoran Pajak yang telah tertera Nomor Transaksi Penerimaan Negara. Eksportir yang bersangkutan wajib mengisi Lembar Lanjutan Pemberitahuan Ekspor Barang sesuai ketentuan kepabeanan yang berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut:
- dalam kolom Jenis Dokumen diisi dengan Surat Setoran Pajak atau SSP;
- dalam kolom Nomor Dokumen diisi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tertera dalam Surat Setoran Pajak; dan
- dalam kolom Tanggal Dokumen diisi dengan tanggal Nomor Transaksi Penerimaan Negara.
Penyetoran PPh Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak (bendahara pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j , dan huruf k PMK 34/2017 wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu:
- lembar kesatu untuk wajib pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22); dan
- lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayan Pajak.
Setelah sebelumnya dibahas mengenai pengertian & pihak pemungut, objek & non-objek pajak, dasar pengenaan pajak & tarifnya, serta saat terutang dan tata cara pemungutan PPh Pasal 22, maka pada bahasan berikutnya akan diberikan contoh perhitungan PPh Pasal 22 sebagai bahasan terakhir dari materi PPh Pasal 22. (Amu)