LEBANON

Revisi UU Pajak Disetujui, Tarif PPN Naik Jadi 11%

Redaksi DDTCNews | Rabu, 11 Oktober 2017 | 09:36 WIB
Revisi UU Pajak Disetujui, Tarif PPN Naik Jadi 11%

BEIRUT, DDTCNews – Parlemen Libanon telah menyetujui revisi undang-undang (UU) pajak yang dirancang untuk mendanai kenaikan gaji sektor publik. Perubahan tersebut berupa kenaikan tarif dari beberapa jenis pajak dan cukai.

Menteri Keuangan Lebanon Ali Hassan Khalil mengatakan pada September lalu, revisi UU pajak ini sempat mendapat penolakan dari Dewan Konstitusional Lebanon lantaran adanya tuntutan hukum yang diajukan oleh sebuah partai politik.

“Beberapa anggota Parlemen oposisi juga menentang rencana revisi tersebut karena menilai tujuan dari kenaikan pajak yang kurang tepat. Namun, tujuan sebenarnya dari rencana kenaikan pajak adalah untuk mengurangi hutang publik,” tuturnya, Senin (9/10).

Baca Juga:
Tarif Naik, Sri Mulyani Sebut Banyak Barang dan Jasa Tetap Bebas PPN

Khalil memaparkan isi dari revisi UU tersebut yakni kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%. Kemudian, meningkatkan cukai atas minuman beralkohol, rokok impor, perangko dan jalur telepon darat.

Ketua Partai Kataeb Samy Gemayel mengungkapkan para pejabat akan menggunakan dana yang baru dihasilkan dari penerimaan kenaikan pajak untuk membiayai kampanye pemilihan umum yang akan digelar dalam waktu dekat.

“Mereka tidak ada hubungannya dengan skala upah baru, itulah sebabnya kami menentangnya,” tuturnya.

Baca Juga:
Soal PPN 12% untuk Barang Mewah, Sri Mulyani: Kami Hitung dan Siapkan

Jika revisi UU pajak diajukan kepada Dewan Konstitusional, maka pemerintah dan parlemen akan menghadapi konfrontasi dengan Serikat Buruh Umum dan serikat pekerja lainnya yang telah mengancam untuk melakukan pemogokan umum terbuka.

“Selama pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang berdaulat, maka tidak akan bisa mengadopsi rencana yang efektif dan produktif karena suaranya telah dirampas," tambahnya.

Sementara itu, dilansir dalam aawsat.com, Anggota Partai Mustaqbal Ammar Houri mengatakan pengajuan banding atas revisi UU dapat dilakukan jika sepuluh dari anggota parlemen menandatangani permintaan tersebut.

Namun, lanjutnya, saat ini yang memungkinkan untuk membiayai skala gaji baru bagi sektor publik hanya bisa mengandalkan pajak, dengan mengesampingkan bahwa UU tersebut kebanyakan menargetkan orang-orang miskin.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 12 Desember 2024 | 11:07 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tarif Naik, Sri Mulyani Sebut Banyak Barang dan Jasa Tetap Bebas PPN

Rabu, 11 Desember 2024 | 17:26 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal PPN 12% untuk Barang Mewah, Sri Mulyani: Kami Hitung dan Siapkan

Rabu, 11 Desember 2024 | 16:43 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal PPN 12%, Begini Penjelasan Lengkap Sri Mulyani Hari Ini

Kamis, 05 Desember 2024 | 17:09 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN 12% untuk Barang Mewah, Multitarif PPN Dipertimbangkan Lagi

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP