BERITA PAJAK HARI INI

Rencananya, Cakupan Insentif Pajak Pembelian Mobil Bakal Diperluas

Redaksi DDTCNews | Selasa, 16 Maret 2021 | 08:15 WIB
Rencananya, Cakupan Insentif Pajak Pembelian Mobil Bakal Diperluas

Ilustrasi. Petugas berdiri di dekat deretan mobil baru yang terparkir di PT Indonesia Terminal Kendaraan atau IPC Car Terminal, Cilincing, Jakarta, Kamis (11/2/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

JAKARTA, DDTCNews – Otoritas fiskal tengah mempertimbangkan perluasan cakupan jenis mobil yang bisa mendapatkan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP). Langkah tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (16/3/2021).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin insentif PPnBM DTP atas mobil dapat berdampak lebih besar pada pemulihan ekonomi nasional. Namun, persyaratan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimal 70%.

“Jadi, saat ini yang berlaku [kendaraan berkapasitas mesin] 1.500 cc. Arahan Presiden [Jokowi] bisa di atas 1.500 cc asalkan TKDN-nya 70%. Itu mungkin bisa bisa kami pertimbangkan. Jadi, kami sedang melakukan penyempurnaan mengenai hal itu,” ujarnya dalam rapat dengan DPR.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selain mengenai rencana perluasan cakupan pemberian insentif PPnBM DTP, ada pula bahasan tentang rencana pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memotong pajak atas penghasilan yang didapat dari content creator di luar daerah pabeannya, tidak terkecuali Indonesia. Penghasilan yang bersumber dari iklan, Youtube Premium, dan channel membership.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Hingga 2.500 cc

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perluasan insentif PPnBM DTP bisa berlaku untuk kendaraan berkapasitas mesin hingga 2.500 cc dengan TKDN minimum 70%. Jika jadi dieksekusi, Sri Mulyani akan segera menerbitkan peraturannya.

Baca Juga:
Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

“Ini [peraturan] yang nanti meng-address isunya mengenai beberapa permintaan terhadap mobil di atas 1.500 cc di dalam relaksasi PPnBM yang kami berikan," ujarnya. (DDTCNews/Kontan)

  • Penghasilan Youtuber

Dalam keterangan resminya, Youtube menyatakan akan memotong penghasilan content creator berdasarkan pada jumlah penonton dari AS. Youtube meminta segala informasi kewajiban pajak untuk menentukan jumlah potongan pajak dalam kanal Goolge AdSense.

YouTube memberikan tenggat waktu pelaporan pajak hingga 31 Mei 2021. Jika Youtuber tidak lapor hingga tenggat, pemerintah AS otomatis akan memotong pajak sebesar 24% dari total penghasilan yang didapat Youtuber. (Kontan)

Baca Juga:
Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran
  • Sinyal dari Langkah AS

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpendapat kendati relatif tidak berkaitan dengan pembicaraan tentang konsensus global yang lebih fokus kepada perusahaan digital, pengenaan pajak Youtuber oleh pemerintah AS memberikan beberapa sinyal.

Pertama, upaya penegakan hukum pajak domestik di luar yurisdiksi atau extra territorial taxation yang dilakukan AS. Kedua, penciptaan tendensi global untuk mengadopsi pendekatan yang berbasis withholding tax dan berbasis bilateral.

Ketiga, model ini relatif tidak terikat perdebatan mengenai suatu indikator tertentu yang bisa dianggap sebagai nexus (timbulnya hak pemajakan). Keempat, prinsip kebijakan ini condong pada pendekatan berbasis konsumen atau negara pasar dan kontribusinya dalam suatu penghasilan.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Kelima, secara historis, langkah AS dalam kebijakan pajak internasional umumnya akan berpengaruh bagi pembentukan sistem pajak global. Namun, langkah tersebut bisa juga berada di luar suatu konsensus. (Kontan)

  • Mobil Listrik

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengonsultasikan rencana amendemen Peraturan Pemerintah (PP) 73/2019 kepada DPR. Revisi beleid tersebut akan dilakukan untuk memberikan selisih yang lebih besar antara tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) dan mobil hybrid.

Sri Mulyani mengatakan amendemen beleid itu tidak akan mengubah tarif PPnBM pada BEV yang ditetapkan 0%. Namun, tarif PPnBM plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) yang sebelumnya 0% akan dinaikkan menjadi 5% agar daya saing mobil listrik lebih kuat dari mobil dengan bahan bakar tidak murni listrik. Simak ‘PPnBM Mobil Listrik, Sri Mulyani Sebut Ada Pengawasan dari DJP’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Anggito: Belum Ada Pembagian Tugas yang Formal Antar Wamenkeu
  • PPh Final Usaha Jasa Konstruksi

Pemerintah berencana mengubah tarif pajak penghasilan (PPh) final atas usaha jasa konstruksi yang selama ini diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) 51/2008 s.t.d.d PP 40/2009.

Rencana revisi ketentuan PPh final atas jasa konstruksi tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 4/2021. Dalam keppres itu, memuat program penyusunan PP sepanjang tahun 2021 yang diprakarsai oleh berbagai kementerian. Simak ‘Kemenkeu Usulkan Penyesuaian Tarif PPh Final Usaha Jasa Konstruksi’. (DDTCNews)

  • Penyelenggaraan KEK

Pemerintah merilis beleid yang mengatur tentang penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Beleid itu juga memuat pemberian fasilitas dan kemudahan di bidang pajak, kepabeanan, dan cukai kepada badan usaha/pelaku usaha di KEK.

Beleid yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 40/2021. PP ini dirilis sebagai tindak lanjut dari evaluasi pengembangan KEK. PP ini merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang Cipta Kerja yang juga memuat berbagai kebijakan untuk menjaring penanaman modal. Simak ‘PP Baru Penyelenggaraan KEK, Ada Pengaturan Soal Fasilitas Pajak’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN