INGGRIS

Relaksasi Pajak Inggris Dipandang Berisiko Perburuk Inflasi

Muhamad Wildan | Jumat, 30 September 2022 | 11:30 WIB
Relaksasi Pajak Inggris Dipandang Berisiko Perburuk Inflasi

Perdana Menteri Inggris Liz Truss. (foto: gulfbusiness.com)

WASHINGTON D.C., DDTCNews – Rencana kebijakan relaksasi pajak yang diusung Perdana Menteri Inggris Liz Truss mendapatkan sorotan dari pemerintah AS dan Jerman lantaran dipandang dapat memperburuk inflasi.

Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo menilai kebijakan fiskal ekspansif melalui pemangkasan tarif pajak dan peningkatan belanja bukan merupakan cara yang tepat untuk menekan laju inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Tampaknya pemerintahan Inggris saat ini tidak benar-benar serius dalam menangani angka inflasi," katanya, dikutip pada Jumat (30/9/2022).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Senada, Kanselir Jerman Olaf Scholz menyebut pemerintah Jerman tidak akan menerapkan kebijakan fiskal ekspansif sebagaimana yang direncanakan oleh Inggris.

Sementara itu, Truss menjelaskan relaksasi pajak diperlukan untuk menekan inflasi dan mengurangi beban pajak yang ditanggung rumah tangga dan pelaku usaha. Terlebih, beban masyarakat di tengah tren kenaikan harga energi juga terus meningkat.

"Sebagai perdana menteri, saya siap mengambil kebijakan dan sulit. Bagi saya, yang terpenting adalah bagaimana kami menggerakkan perekonomian," ujarnya seperti dilansir cnbc.com.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Sebagai informasi, pemerintah Inggris sebelumnya mengumumkan akan memberikan stimulus besar-besaran melalui relaksasi pajak yang berpotensi mengurangi penerimaan negara hingga GBP45 miliar atau Rp740,5 triliun.

Secara lebih terperinci, pemerintah bakal membatalkan kebijakan kenaikan tarif PPh badan dari 19% menjadi 25%. Inggris juga menurunkan tarif tertinggi PPh orang pribadi dari 45% menjadi 40%. Tarif terendah PPh orang pribadi juga diturunkan dari 20% menjadi 19%.

Pemerintah juga memberikan insentif khusus bagi perusahaan yang berinvestasi di kawasan ekonomi khusus. Dalam kawasan tersebut, investor dapat membeli tanah atau bangunan tanpa harus membayar bea (stamp duty) sebagaimana yang berlaku di luar kawasan ekonomi khusus.

Selain itu, bea atas pembelian rumah juga direlaksasi. Nilai jual tidak kena pajak diputuskan naik dari GBP125.000 menjadi GBP250.000. Inggris juga memberikan relaksasi khusus bagi keluarga yang baru pertama kali membeli rumah. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra