UTANG PEMERINTAH

Rasio Utang Tembus 41%, Kepala BKF: Akan Dijaga Agar Tidak Naik Lagi

Dian Kurniati | Minggu, 30 Januari 2022 | 07:00 WIB
Rasio Utang Tembus 41%, Kepala BKF: Akan Dijaga Agar Tidak Naik Lagi

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu.

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan berupaya menahan rasio utang atau debt ratio pemerintah tidak meningkat dari posisi per akhir Desember 2021 yang mencapai 41% dari produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan Rp6.908,87 triliun.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan kebutuhan pembiayaan yang besar selama pandemi Covid-19 membuat rasio utang meningkat. Untuk itu, langkah-langkah konsolidasi fiskal diperlukan agar rasio utang tidak meningkat.

"Dengan konsolidasi fiskal ini, debt ratio kita akan tetap terkendali. Sekarang, kami melihat peluang yang sangat besar untuk kita bisa menjaga debt ratio tidak lagi meningkat," katanya, dikutip pada Minggu (30/1/2022).

Baca Juga:
Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Pemerintah, lanjut Febrio, menggunakan APBN sebagai instrumen countercyclical untuk menangani pandemi dan memulihkan ekonomi. Alhasil, defisit APBN diperlebar karena penerimaan negara, terutama pajak sempat menurun, sedangkan kebutuhan belanjanya meningkat.

Defisit APBN telah melebar menjadi 6,14% PDB pada 2020 dan menjadi 4,65% PDB pada 2021. Tahun ini, pemerintah menargetkan defisit APBN 2022 mencapai 4,85%.

Menurut Febrio, realisasi defisit APBN 2021 senilai Rp783,7 triliun setara dengan 78% dari target Rp1.006,4 triliun. Menurutnya, penurunan defisit tersebut tergolong berkualitas karena disebabkan peningkatan dari sisi penerimaan negara, terutama pajak.

Baca Juga:
‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

"Ini adalah konsolidasi fiskal yang berkualitas, di mana lebih banyak di-drive penerimaan yang tumbuh kuat. Sementara itu, belanja negara juga tumbuh, tetapi tidak secepat penerimaan negara," ujarnya.

Langkah konsolidasi fiskal pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara di antaranya dengan melanjutkan upaya reformasi perpajakan atau menerapkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disahkan pada tahun lalu. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30 WIB PMK 119/2024

Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:15 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Lima Hal yang Membuat Suket PP 55 Dicabut Kantor Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:00 WIB KOTA BANTUL

Banyak Penambang Tak Terdaftar, Setoran Pajak MBLB Hanya Rp20,9 Juta

Minggu, 02 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX DJP

PIC Kini Bisa Delegasikan Role Akses Pemindahbukuan di Coretax DJP

Minggu, 02 Februari 2025 | 11:30 WIB KOTA MEDAN

Wah! Medan Bisa Kumpulkan Rp784,16 Miliar dari Opsen Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 116/2024

Organisasi dan Tata Kerja Setkomwasjak, Unduh Peraturannya di Sini