Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (foto: hasil tangkapan layar dari akun Instagram @smindrawati)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyinggung rencana penerapan pajak karbon di Indonesia dalam pertemuan Koalisi Menteri Keuangan Dunia untuk Aksi Iklim yang digelar di Washington, Amerika Serikat (AS).
Sri Mulyani mengatakan terdapat 65 inisiatif kebijakan karbon di dunia, termasuk Indonesia, yang telah diimplementasikan. Salah satunya ialah penerapan pajak karbon sebagaimana diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Adopsi pajak karbon ini adalah bentuk konkret komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030," katanya melalui akun Instagram @smindrawati, dikutip pada Kamis (21/4/2022).
Sri Mulyani menuturkan seluruh dunia mulai meninggalkan energi fosil secara bertahap untuk mengurangi emisi karbon di bumi. Di Indonesia, pajak karbon akan mulai diberlakukan pada PLTU batu dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Pajak karbon dikenakan menggunakan mekanisme cap and trade. Oleh karena itu, pemerintah juga harus menyiapkan mekanisme perdagangan karbon yang tidak hanya berlaku di dalam negeri, tetapi juga secara internasional.
Pemerintah menargetkan pajak karbon mulai berlaku pada 1 Juli 2022, mundur dari rencana awal 1 April 2022 karena menunggu kesiapan mekanisme perdagangan karbon.
Sri Mulyani menilai transisi energi tersebut menjadi kunci untuk mencapai ekonomi rendah karbon. Dalam hal ini, lanjutnya, Indonesia juga terlibat dalam koalisi untuk mencapai pembangunan rendah karbon.
Dia berharap koalisi tersebut akan terus memaksimalkan koordinasi dengan 25 institusi mitra dan organisasi multilateral, terutama dengan jumlah anggota yang mencapai 71 negara. Menurutnya, peran aktif para menteri keuangan negara anggota sangat penting karena ke-71 negara tersebut menyumbang 35% emisi karbon dan 65% PDB dunia.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan, antara lain mempercepat dukungan analisis dan kebijakan untuk transisi hijau di negara anggota, mengembangkan pemahaman tentang pendekatan multilateral dalam penetapan harga karbon dan dampak reformasi harga karbon, serta berinvestasi dalam pelatihan dan analisis dampak.
"Transisi yang adil dan terjangkau harus kita siapkan untuk masa kini dan nanti," ujarnya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.