EKONOMI DIGITAL

Racikan Kebijakan Pajak Harus Tepat

Kurniawan Agung Wicaksono | Sabtu, 20 Oktober 2018 | 12:03 WIB
Racikan Kebijakan Pajak Harus Tepat B. Bawono Kristiaji, Partner Research and Training Services DDTC saat memberikan paparan terkait ekonomi digital di ‘Annual Conference of Taxation 2018’ Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (FEB UNS), Sabtu (20/10/2018).

SOLO, DDTCNews – Kebijakan pajak terkait ekonomi digital harus diracik dengan tepat agar tidak mendistorsi perekonomian secara menyeluruh. Ekonomi digital tidak terpisah dari perekonomian nyata, baik dalam tingkat nasional maupun global.

B. Bawono Kristiaji, Partner Research and Training Services DDTC mengatakan ekonomi digital sejatinya merupakan bagian dari aktivitas ekonomi nyata yang hingga derajat tertentu telah melalui proses digitalisasi. Dengan demikian, aturan khusus bukanlah sebuah keharusan.

“Adanya pengaturan khusus justru ditakutkan mendistorsi keputusan ekonomi dan memunculkan diskriminasi,” ujarnya dalam ‘Annual Conference of Taxation 2018’ Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (FEB UNS), Sabtu (20/10/2018).

Baca Juga:
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kesulitan dari pemajakan ekonomi digital, sambungnya, terletak pada pengawasan dan penegakan kepatuhan. Menurut Bawono, tidak mengherankan jika OECD pada 2017 memasukkan ekonomi digital sebagai ‘new shadow economy’.

Bagaimanapun, transaksi ekonomi digital, terutama untuk e-commerce, akan mengalami kenaikan signifikan. Berdasarkan data Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), potensi transaksi e-commerce di tanah air mencapai Rp1.700 triliun pada 2020.

Selain itu, nilai transaksi uang elektronik pun meningkat dari Rp1,9 triliun dengan 100.624 transaksi pada 2012 menjadi Rp12,3 triliun pada tahun lalu. Dengan demikian, ada tren peningkatan transaksi dalam ekonomi digital.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Menurut Bawono, respons dari sisi pemajakan transaksi digital seharusnya mencakup kebijakan untuk transaksi domestik maupun lintas yurisdiksi. Pengelompokan transaksi berdasarkan wilayah ini penting untuk memberikan pendekatan yang sesuai.

Untuk transaksi domestik, lanjut dia, tantangan kepatuhan tidak membutuhkan respons kebijakan khusus yang justru berisiko mencederai level playing field. Aturan dalam konteks transaksi domestik seharusnya berupa terobosan administrasi.

“Seperti bekerja sama dengan penyedia online marketplace, sistem withholding tax, mekanisme wajib pungut PPN [pajak pertambahan nilai], optimalisasi GPN [gerbang pembayaran nasional], hingga pemetaan kepatuhan melaluibig data analysis,” jelasnya.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Sementara, dalam transaksi lintas yurisdiksi, Bawono menilai pengaturan pajak khusus bisa dijustifikasi. Ini dikarenakan ekonomi digital lintas yurisdiksi membuka celah penghindaran pajak, seperti pengelakan status bentuk usaha tetap [BUT] dan perpindahan aktiva tidak berwujud ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah.

Perbedaan perlakuan maupun pengenaan pajak baru bisa dilakukan dalam konteks transaksi lintas yurisdiksi, terutama jika kesepakatan internasional mengenai modifikasi batasan BUT hingga alokasi laba sulit dicapai.

Dalam ranah pajak penghasilan (PPh), Bawono memaparkan hingga saat ini belum ada konsensus global untuk mencegah beberapa praktik penghindaran pajak. Jika sesuai rencana, kesepakatan global baru ada pada 2020.

Baca Juga:
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kondisi ini pun direspons oleh banyak negara dengan menerbitkan aturan unilateral agar tidak kehilangan potensi penerimaan dari aktivitas ekonomi yang semakin berkembang tersebut. Beberapa diantaranya yakni Inggris dengan google tax dan India dengan equalization levy.

“Menurut saya, kebijakan unilateral perlu dipertimbangkan dalam jangka pendek. Artinya, sembari menunggu konsensus global, pemerintah juga tetap proaktif dalam mencegah tergerusnya basis pajak,” jelas Kepala DDTC Fiscal Research ini.

Selanjutnya, dalam ranah PPN, Indonesia dapat merujuk kepada prinsip-prinsip yang telah tertuang dalam OECD VAT/GST Guidelines 2017. Selain itu, Indonesia juga dapat mempertimbangkan regulasi VAT di Uni Eropa sepertireverse charge atau ketentuan registrasi PKP bagi nonresiden. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?