Ilustrasi. (DDTCNews)
NEW YORK, DDTCNews—Skema pemajakan ekonomi digital yang diusung PBB bakal dibahas dalam 21st Session of the Committee of Experts on International Cooperation on Tax Matters yang diselenggarakan pada 20 Oktober 2020.
Draf proposal pemajakan ekonomi digital tersebut akan direvisi terlebih dahulu oleh tim penyusun mengingat draf yang diusung bukanlah skema yang final dan masih memungkinkan untuk dibahas lebih lanjut.
"Kami mendukung rencana tim untuk melanjutkan penyusunan draf proposal sesuai dengan komentar dan masukan yang diterima," tulis subkomite dalam PBB dalam keterangan resmi, Kamis (3/9/2020).
Subkomite PBB yang menangani pajak digital, Subcommittee on Tax Challenges Related to the Digitalization of the Economy menyatakan draf proposal yang diangkat akan berbeda dengan proposal Pillar One: Unified Approach yang diusung OECD.
Salah satu perbedaan tersebut di antaranya adalah yurisdiksi pasar bakal berhak memajaki atas sebagian penghasilan perusahaan jasa layanan digital dengan persentase yang disepakati secara bilateral bersama dengan yurisdiksi domisili.
“Pendekatan yang diusung PBB cenderung opsional dan membutuhkan adanya kesepakatan antara dua negara yang terikat dalam tax treaty dengan memasukkan klausul baru tersebut dalam tax treaty yang sudah ada,” tulis MNE Tax dalam pemberitaannya.
Sementara itu, anggota Committee of Experts on International Cooperation on Tax Matters Rajat Bansal mengkritik proposal Pillar 1 dari OECD yang hanya fokus pada pemajakan atas transaksi digital antara perusahaan dan konsumen.
Sementara itu, transaksi digital antara perusahaan dan perusahaan sama sekali tidak dibahas oleh OECD. Dengan kata lain, OECD hanya mengasumsikan nilai tambah hanya muncul saat ada keterlibatan konsumen dalam transaksi.
Selain itu. Bansal juga mempertanyakan adanya pembedaan antara laba rutin (routine profits) dan laba residu (residual profits) dalam proposal OECD yang tidak memiliki landasan yang rasional.
"Bila berdasarkan estimasi, mengapa OECD tidak langsung mengestimasikan total laba dan berapa pajak yang seharusnya dibayarkan kepada yurisdiksi pasar?” ujar Bansal seperti dilansir Tax Notes International. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Konsensus global terkait pemajakan transaksi digital seharusnya menjadi salah satu prioritas utama negara-negara mengingat keadaan hampir seluruh negara yang tergerus penerimaannya imbas pandemi Covid-19. Semoga proposal yang dikeluarkan PPB tidak justru memperlambat terjadinya konsensus global tersebut.