Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memastikan prosedur program pengungkapan sukarela (PPS) pada tahun depan akan lebih mudah dibandingkan dengan tax amnesty. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (8/11/2021).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan Ditjen Pajak (DJP) akan menggunakan aplikasi digital dalam pelaksanaan PPS. Dengan sistem online, tidak ada lagi antrean cukup panjang di kantor pajak seperti ketika tax amnesty berlangsung.
“Saya ingat detik-detik terakhir tax amnesty, antrean di kantor pusat [DJP] sampai mengular. Sekarang tidak lagi. Kami gunakan sistem online. Jadi, silakan lakukan sendiri-sendiri dari rumah. Aplikasinya kami siapkan dan sangat mudah," katanya.
Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), wajib pajak harus menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta sejak 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Simak pula ‘Perincian Ketentuan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak UU HPP’. (DDTCNews)
Selain mengenai PPS, masih ada pula bahasan terkait dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi wajib pajak orang pribadi. Ada pula bahasan tentang prospek pemberian insentif pajak pada tahun depan.
Selain aplikasi, pemerintah juga berkomitmen untuk segera menyelesaikan seluruh aturan pelaksana atau aturan turunan UU HPP, termasuk mengenai PPS.
Seperti yang diamanatkan pada UU HPP, Kementerian Keuangan perlu menyusun PMK tentang tata cara pengungkapan harta bersih, tata cara pengalihan harta bersih ke wilayah NKRI, instrumen yang digunakan untuk investasi. (DDTCNews)
Pemerintah tengah merancang ketentuan mengenai investasi pada surat berharga negara (SBN), sektor sumber daya alam (SDA), dan sektor energi baru terbarukan untuk pelaksanaan program pengungkapan sukarela.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan DJP mulai menjalin komunikasi dengan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) untuk merancang desain SBN yang tepat.
"Kita dengan kementerian terkait juga berdiskusi mengenai hilirisasi. Jadi, tidak hanya SBN di sana [PPS]. Nanti jenis industri dan renewable energy-nya apa itu sedang didiskusikan," ujar Yon. (DDTCNews) (kaw)
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan secara administratif, NIK akan menjadi NPWP ketika NIK tersebut diaktifkan. Bila wajib pajak sudah berpenghasilan, NIK bisa diaktifkan sebagai NPWP.
"Misalkan saya sudah selesai kuliah, kemudian saya bekerja. Saya punya NIK, datanya sudah ada di DJP, tetapi belum aktif sebagai NPWP. Itu saya lapor sendiri ke DJP, nanti akan ada sarananya," ujar Hestu.
Bila wajib pajak yang diketahui telah berpenghasilan ternyata masih belum ber-NPWP, DJP bisa melakukan aktivasi NIK sebagai NPWP atas wajib pajak tersebut tanpa harus menunggu wajib pajak mengajukan permohonan. (DDTCNews)
Account representative (AR) DJP mulai meningkatkan pengawasan terhadap wajib pajak yang memanfaatkan insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
"Pengawasan dan penggalian potensi oleh account representative pada instansi vertikal ini juga termasuk untuk permintaan atau pencarian informasi dalam rangka penerbitan SP2DK atau produk hukum lainnya," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor. (DDTCNews)
Pemerintah masih membuka ruang untuk melanjutkan pemberian insentif pajak pada tahun depan. Insentif akan diberikan jika memang dibutuhkan untuk memulihkan perekonomian atau menangani pandemi Covid-19.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan insentif pajak di bidang kesehatan masih akan terus diberikan sepanjang pandemi masih berlanjut. Untuk insentif dunia usaha, pemerintah masih melakukan evaluasi.
"Khusus insentif untuk kesehatan, bisa kami pastikan dari sekarang pemerintah masih akan memberikan fasilitas, kan Covid-19-nya belum selesai. Kita masih mengadakan vaksin, fasilitas kesehatan, dan alat kesehatan," ujar Yon. (DDTCNews/Kontan)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan terdapat sejumlah peraturan yang akan diterbitkan sebelum berlakunya skema PPN final. Misalnya, mengenai skema pemungutan, sektor usaha, serta jenis barang dan/atau jasa yang akan dikenakan PPN final.
"Sampai dengan saat ini, aturan pelaksanaan terkait UU HPP masih dalam proses penyusunan, [termasuk] tentang bagaimana skema pemungutan, jenis barang dan/atau jasa yang akan dikenakan PPN final," katanya. Ikuti Debat Pajak ‘PPN Final untuk UMKM, Setuju? Tulis Pendapat Anda, Rebut Hadiahnya!’. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan realisasi restitusi pajak tersebut tumbuh 12,27% secara tahunan. Berdasarkan jenis pajaknya, porsi restitusi pajak paling besar berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri.
Neilmaldrin mengatakan restitusi PPN dalam negeri hingga September 2021 senilai Rp107,25 triliun atau tumbuh 9,29% secara tahunan. Kemudian, ada restitusi pajak penghasilan (PPh) Pasal 25/29 badan yang senilai Rp45,51 triliun atau tumbuh 17,20%.
Secara kumulatif sepanjang Januari hingga September 2021, ketiga jenis restitusi pajak meningkat dengan pertumbuhan masing-masing 4,79% untuk restitusi normal, 28,67% untuk restitusi dipercepat, serta 13,86% untuk restitusi yang bersumber dari upaya hukum. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.